Tujuh Puluh

13.1K 653 30
                                    

"Iya Nak. Kita sama-sama minta maaf, oh iya. Ibu ada sesuatu untuk kamu," kata Buk Nining.

Wanita berkulit sawo matang itu membuka tasnya yang tampak lusuh dan mengeluarkan sebuah kalung dari sana.

Kemudian mengambil tangan Risa dan meletakkan kalung itu di sana. Kalung yang indah dan ada huruf sebagai liontinya. T.M, dua huruf yang membuat kening Risa mengerut.

"Ini apa Buk? Ibuk bawa kalung ini dari mana?" tanya Risa dengan suara yang pelan.

"Biarin Ibuk cerita ya sayang. Dulu Ibuk melewati sebuah yang sudah sangat sepi, hanya ada satu anak yang berseragam di sana. Anak itu berlari ke arah badan jalan tanpa melihat kiri kanan dan naas ada sebuah mobil yang lewat. Kejadian yang tidak diinginkan itu tidak bisa untuk dielakkan lagi. Anak kecil itu tertabrak dan pembawa kendaraan itu lari tanpa mau bertanggung jawab. Ibuk yang menolong anak itu membawanya ke rumah sakit dan saat anak itu sadar ternyata ia lupa ingatan. Ibuk yang waktu itu tidak punya anak akhirnya membawanya ke Bandung untuk Ibu rawat,"

Tangis Risa pecah saat mendengar cerita singkat ibunya yang bahkan belum selesai. Tanpa diberitahu  pun ia tahu siapa anak itu. Ia bisa menebak itu adalah dirinya.

"Anak kecil itu aku Buk?" tanya Risa dengan isak yang tidak bisa ditahan. Buk Nining mengangguk pelan.

"Iya, karena kamu waktu itu nggak tau apa-apa. Ibuk kasih panggil kamu dengan nama Risa. Nama kamu yang sebenarnya adalah Titania Marissa, Ibuk baca dari buku sekolah kamu waktu itu. Kalung ini sengaja Ibuk simpan, karena kamu suka sakit kepala saat lihat kalung ini. Sekarang pun Ibuk yakin kalau kamu belum ingat tentang semuanya Sayang, Ibuk sadar kalau kamu bukan milik Ibuk. Kamu pake i ... Risa!"

Buk Nining dan Pak Min berteriak. Risa yang awalnya memijat kepala karena sakit kini sudah tidak sadarkan diri. Ia bersandar pada tubuh Buk Nining.

Mendengar suara orang berteriak, Semua yang ada di rumah itu bergegas menghampiri ruang tamu. Mata Alvan hampir copot melihat wanita yang baru saja menjadi istrinya itu pingsan di pelukan Buk Nining. Alvan mendekati Buk Nining dan mengambil alih tubuh Risa agar bersandar padanya.

"Sayang, hey. Kamu kenapa?" ucap Alvan menepuk pelan pipi Risa, dengan wajah panik.

"Alvan, kamu bawa Risa ke kamar aja, ya. Biar Mama telpon dokter dulu," titah Arum.

Alvan mengangguk dan membawa tubuh Risa ke dalam kamar. Membaringkan Risa dengan sangat hati-hati di atas ranjang. Mengusap pipi Risa lembut.

"Sebenarnya kamu kenapa Sayang? Tolong jangan buat aku khawatir ya," kata Alvan.

Ia mengecup punggung tangan Risa yang baru saja ia genggam dengan erat.

Suara ketukan pintu kamar, membuat Alvan terpaksa melepas tangan Risa dari genggamannya. Ternyata yang mengetuk pintu adalah Arum, ia masuk bersama seorang dokter yang akan menangani menantunya.

"Biar aku periksa dulu tante," kata dokter itu.

Dokter cantik itu bernama Dita. Yah, dokter yang sama dengan dokter yang memeriksa Alia beberapa waktu lalu. Dokter Dita merupakan dokter keluarga Arga dan Alvan bersama. Rina dan Arum merupakan sahabat baik yang kemudian turun pada anak mereka yaitu Alvan dan Arga.

"Hem, apa sebelumnya menantu tante pernah mengalami amnesia sebelumnya, Tan?" tanya Dita menatap secara bergantian pada Alvan dan Arum.

Kedua anak dan ibu saling bertukar pandang bingung. Dari ekspresi yang ditunjukkan oleh Arum dan Alvan sudah bisa Dita simpulkan jika mereka tidak tau apa-apa. Dita tersenyum dan mengangguk.

"Jadi gini Tante, sepertinya menantu Tante ini pernah kehilangan sedikit ingatannya tentang masa lalu. Tapi tidak sepenuhnya, dan sepertinya ingatan itu sudah kembali Tan,"
jelas Dita.

"Terus gimana sama kandungannya Dit, Risa nggak kenapa-napa, kan?" tanya Alvan yang masih terlihat gurat khawatir.

Raut wajah Dita berubah menjadi sedikit sendu saat Alvan merasa khawatir pada istri dari pria itu. Namun, dengan cepat ia merubah raut wajahnya agar kembali seperti biasa.

"Enggak, kok. Kandungannya baik-baik aja, ya udah Tante, Van. Aku balik dulu ya. Obatnya nanti langsung ditebus aja ya Van," kata Dita sambil menyodorkan secarik kertas pada Alvan.

"Iya, kamu hati-hati ya Dit, makasih loh udah luangin waktunya buat datang ke sini," kata Arum.

Dita tersenyum dan mengangguk sopan.
Selanjutnya Dita pergi dari sana.

"Kamu tungguin Risa di sini ya, Mama mau temui orang tuanya dulu."

Alvan mengangguk, Arum pergi dari kamarnya.
Setelah kepergian Dita dan Arum, Alvan mendudukkan dirinya pada kasur dan mengambil lagi tangan Risa untuk ia genggam dan ia kecup.

"Engghh,"

Suara lenguhan dari bibir Risa membuat Alvan tersenyum bahagia. Sang istri terbangun dari pingsan nya. 

"Mas, aku tadi-"

"Iya kamu tadi pingsan Sayang," kata Alvan.

Alvan mengerutkan keningnya saat tiba-tiba saja Risa menutup mulutnya dan air mata wanita itu jatuh menetes dengan sendirinya.

"Kamu kenapa Sayang, kok nangis? Aku ada salah ya?"
tanya Alvan khawatir. Risa menggeleng pelan.

"Aku udah ingat Mas, aku ingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Aku ingat Mama dan Papa, aku kangen Kakak aku," kata Risa dengan wajah penuh air mata.

"Aku kangen Mama sama Papa, Mas."

Alvan meraih tubuh Risa dan membawanya ke dalam pelukan hangatnya.

"Iya Sayang. Aku ngerti perasaan kamu. Nanti aku akan bantu kamu buat cari mereka ya? Aku akan cari mereka semua Sayang. Karena mereka juga orang tua aku, kan?" kata Alvan.

"Serius Mas mau bantu aku buat cari keluarga aku Mas?" tanya Risa layaknya orang tidak percaya.

"Iya Sayang, aku serius. Apalagi kamu itu istri aku, bahagia kamu itu tanggung jawabku," kata Alvan lembut. Risa yang terlalu senang pun langsung memeluk Alvan begitu saja.
Masih dengan wajah yang penuh dengan air mata, Risa mendongak dan mata mereka bertemu.

Alvan mengecup lembut kening Risa, membaringkan tubuh sang istri ke atas tempat tidur dan mulai mencicipi bibir mungil Risa yang terasa sangat manis.

Keduanya larut dalam ciuman yang kini sudah halal. Penuh cinta tanpa nafsu sedikit pun. Ciuman yang a walnya hanya berupa sedikit gigitan kini berubah lebih menuntut, bahkan kini Alvan telah berhasil membuka kimono Risa. Menyisakan sebuah gaun tidur yang sangat minim di tubuh Risa.

"Makasih Sayang, aku bahagia."

Alvan mengecup pelipis dan kening Risa. Setelahnya pria itu merapikan lagi pakaian tidur Risa yang berantakan. Mereka memilih tidur meski Alvan kadang ingin menuntaskan hasrat pada sang istri tapi hubungan intim belum boleh dilakukan jika Risa hamil di luar nikah. Setelah melahirkan nanti mereka akan kembali ijab Kabul dan baru halal untuk menyatu.

Siapa nih yang selalu nunggu? Kalau udah pada bosen bilang ya.
Mana tau cerita baru lebih seru nantinya.

Komen dong.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang