"Mas."
Arga tersentak saat sepasang tangan menyentuh pundaknya. Ia tau itu Alia hanya saja tadi ia terlalu fokus pada laptop di depannya jadi ia terkejut saat fokus itu dibagi.
"Dear," ujarnya mengelus jemari Alia yang wanita itu letakkan di atas bahunya.
"Mas ngapain? Kerja ya?" tanya Alia.
Kini wajah wanita itu sudah begitu dekat bahkan pipi mereka saling menempel. Alia berdiri tepat di belakang kursi yang diduduki Arga dan sedikit membungkukkan badannya, hingga bisa melihat apa yang suaminya itu lakukan.
"Hem, udah hampir selesai kok," jawab Arga.
Wajahnya ia miringkan sehingga dengan otomatis bibirnya bisa dengan mudah menggapai bibir mungil sang istri.
"Euggh, Mas. Kamu mau jelasin tentang hubungan kamu Mbak Erna? Karena aku sempat datang ke kantor kamu dan lihat kalian lagi pelukan." Arga memutar kursinya dan meraih pinggang Alia, membawanya duduk di atas pahanya.
Alia sempat membulatkan matanya saat Arga meletakkan telapak tangan tepat pada pinggang yang nyaris mendekati bongkahan bulatnya.
Alia tepis dulu perasaan dan desiran halus yang datang menghampirinya. Penjelasan Arga untuk saat ini lebih penting demi hubungan mereka dan perasaannya. Alia tidak ingin dirinya dikuasai oleh pikiran yang buruk sangka pada Arga tanpa tau penjelasan dan alasannya terlebih dahulu.
"Kamu ke kantor?"
Alia mengangguk sebagai jawaban."Iya, beberapa hari kemarin Erna emang ada datang ke kantor. Dia minta maaf karena udah buat aku terkekang dengan tetap memaksa untuk menjalin hubungan yang sebenarnya aku keberatan," Arga mengamati wajah Alia yang tampak serius menanggapi penjelasannya.
Ia usap pipi wanitanya pelan."Dia juga janji untuk enggak ganggu aku sama kamu lagi,"
"Mas Arga percaya?" Arga tersenyum dan mengecup pucuk kepala Alia lembut sebelum menjawab ucapan Alia.
"Awalnya aku sempat nggak percaya, tapi dengar liat Erna yang sungguh-sungguh banget bahkan sampai menunjukkan jaminan kalau dia enggak akan ganggu kita lagi, baru aku percaya." Alia mengerutkan keningnya pada Arga.
"Jaminan?"
"Iya jaminan,"
"Apa?"
"Surat Undangan. Erna ngasih aku undangan untuk hadir di hari pernikahannya," jawab Arga sambil mengulum senyum melihat ekspresi Alia yang seolah tidak percaya.
Raut wajah yang ditunjukan wanita itu sangat menggemaskan. Sudah perbaikan Arga katakan kalau apa pun dan bagaimanapun ekspresi Alia, akan selalu terlihat menggemaskan di matanya.
"Er ... na nikah?" tanya Alia masih dengan wajah tidak percayanya.
"Iya," jawab Arga dan menyambar bibir tipis Alia yang terlihat sangat menggoda.
Alia menahan dada Arga dan menjauhkan wajahnya dari pria yang selalu ada di hatinya itu.
"Kenapa?" tanya Arga dengan alis bertaut dan menatap pada Alia.
"Kalo Mas tau dia mau nikah terus kenapa Mas malah peluk Mbak Erna? Mas mau coba bohongin aku lagi ya?" todong Alia dengan wajah yang dibuat sedih campur kesal.
Arga menghela lega, ternyata Alia orang yang sangat jeli.
"Dia minta aku peluk untuk yang terakhir dan aku nggak tega jadi aku peluk aja dia,"
"Harus banget ya dipeluk?" cibir Alia dengan nada kesal.
Ia bangun dari pangkuan Arga tapi dengan cepat ditahan oleh pria itu dengan kedua tangannya. Arga memasang senyum usil melihat wajah Alia yang sengaja wanita itu tekuk. Bahkan Alia tidak mau menghadap Arga.
"Mukanya gitu banget Dear. Itu pelukan terakhir loh, lagian aku peluk dia itu rasanya biasa aja nggak sama kaya kamu." Arga menumpukan dagunya pada bahu Alia.
"Kalo pelukan sama aku kenapa?" tanya Alia dan mengelus pipi kanan Arga yang ada di dekatnya.
Arga mengecup lehernya."Kalo pelukan sama kamu yang dibawah bangun. Masa nggak ngerasain ada yang keras, sih."
Alia membolakan matanya mendengar ucapan terus terang Arga. Sebenarnya ia sudah merasakan dari tadi milik Arga yang mengeras di bawahnya.
"Mm .... Mas,"
Alia terbata saat sebelah tangan Arga masuk ke dalam handuk kimono yang ia pakai, dan entah kapan Arga melepas sampul tali kimono hingga memperlihatkan tubuh bagian depan Alia.
Selesai mandi Alia hanya memakai handuk kimono sebagai penutup tubuhnya. Jadi sudah bisa dipastikan jika saat ini Arga bisa dengan mudah menyentuh langsung ke kulit mulusnya.
"Boleh?" tanya Arga dengan suara serak dan sarat akan gairah.
Menolak pun rasanya tidak mungkin, Karena Alia sendiri juga sudah sangat merindukan penyatuan mereka.
"Mama .... hiks hiks, Mama."
Alia membuka matanya yang terpejam dan Arga melepaskan salah satu pusara yang ada di bukit kembar milik Alia. Entah sejak kapan Alia sudah menghadap Arga dan mengalungkan tangan pada leher pria itu. Suara milik Rara berhasil menghentikan kegiatan mereka.
"Rara Mas," gumam Alia memandang tidak enak pada Arga.
Arga menghela kecewa dan mengangguk pasrah, sebelum melepaskan Alia. Alia berjalan ke arah pintu sambil mengikat lagi tali kimononya. Ikatan rambutnya ia lepas guna menutupi hasil karya buatan Arga di lehernya.
"Rara, ada apa Sayang? Kenapa anak mama nangis?" tanya Alia yang sudah membuka pintu dan mendapati Rara berdiri dengan baju tidur mungilnya. Gadis kecil itu tampak menangis dengan tangan mengusap pipinya sendiri.
"Rara mimpi buruk Ma. Rara mimpi ada hantu," jawab Rara sambil segugukan. Alia tersenyum dan membawa Rara masuk ke kamarnya. Membawa Rara duduk di tempat tidurnya.
"Rara dengerin Mama, ya. Hantu itu nggak ada jadi cuma ada di mimpi Rara aja," ujarnya lembut.
Sementara Arga terlihat kembali sibuk dengan laptopnya, melanjutkan lagi kerjaannya yang tadi sempat terhenti.
"Tapi Rara takut Ma. Rara mau tidur sama Mama di sini aja. Boleh?" Rara menatap penuh harap pada Alia. Alia langsung mengangguk dan mengelus rambut Rara.
"Iya boleh, dong Sayang. Udah malem, sekarang Rara tidur ya." Alia menuntun Rara untuk berbaring.
"Mama juga tidur sini sama Rara. Rara pengen peluk Mama," rengek Rara dengan manja.
Alia tidak menolak ia pun ikut merebahkan tubuhnya dan memeluk Rara hingga gadis kecilnya itu benar-benar terlelap.
"Ehem, suaminya dicuekin."
Arga sengaja berdehem dengan siku bertumpu pada meja dan menghadap pada ranjang. Ia sudah menyelesaikan kerjaannya dan melihat sang istri yang mengelus lembut rambut Rara. Rara sudah terlelap sejak tadi.
Alia melepaskan pelukan Rara dari tubuhnya dengan pelan dan sangat hati-hati agar bocah itu tidak terbangun. Setelah menyelimuti Rara, Alia bergerak bangun dan menghampiri Arga yang masih duduk memperhatikannya.
Arga langsung meraih pinggang Alia agar wanitanya itu terkurung di pelukannya.
Alia mengalungkan tangannya pada leher Arga dan menatap mata suaminya yang tersirat pandangan kecewa. Ia kecup kedua mata suaminya sebelum mengecup pelan bibir Arga, hingga pria itu mengangkat ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman."Karena ada Rara, kita tun-"
"Aku tetap jenguk anak kita Dear, masih ada sofa. Nggak enak nahannya Sayang," bisik Arga.
Tidak memberi kesempatan pada Alia untuk menjawab apa pun. Membawa wanita itu melayang dengan semua kegiatan yang neraka lakukan. Pastinya Alia harus menahan suaranya agar tidak berteriak atau Rara akan bangun dan menggagalkan kegiatan mereka untuk kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
RomanceSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...