Tujuh Puluh Satu

20.6K 724 26
                                    

Gimana-gimana? Masih ada yang sanggup baca, nggak? Hehe. Harus mau ya soalnya aku yang nulis aja senangat ini loh.

Happy reading ❤️

"Mama?" kaget Alia saat membuka pintu ternyata ada Rina di sana. Wanita paruh baya itu tersenyum anggun pada sang menantu yang tampak kaget.

"Aa Alia kangen banget Ma," kata Alia seraya memeluk erat ibu mertuanya itu. Rina membalas pelukan Alia dan mencium kening Alia.

"Mama juga kangen banget sama kamu dan Arga Sayang. Terus Mama juga sama calon Cucu Mama ini," jawab Rina. Ia mengusap pelan perut Alia yang masih terlihat datar.

"Masuk yuk, Ma." ajak Alia.

Rina mengangguk dan masuk ke dalam dengan Alia.

"Papa kok enggak ikutan datang Ma? Biasanya nempel mulu?" tanya Alia sambil duduk di samping Rina.

"Papa masih ada urusan, makanya Mama pulang sendiri, Arga juga Mama telpon buat jemput ke Bandara tapi enggak diangkat," kata Rina.

"Loh, Mama ada telpon Mas Arga?" tanya Alia. Rina mengangguk.

"Masa Mas Arga enggak angkat sih telpon dari Mama. Apa dia ada meeting ya?" gumam Alia dengan lirih.

"Apa Mas Arga lagi meeting, ya Ma? Sampe enggak angkat telpon dari Mama," kata Alia. Rina mengedikan bahunya.

"Mungkin aja Sayang, oh iya. Gimana acara pernikahan Alvan kemarin, lancar kan?" tanya Rina.

Ia tidak bisa hadir karena sedang di luar negeri, Arum mengabarinya lewat sambungan telepon, tapi mau bagaimana lagi. Ia memang tidak bisa hadir.

"Lancar Ma,"

"Pasti istrinya Alvan cantik ya? Meski kata Arga lebih cantikkan menantu Mama ini, sih."

Rina merangkul pundak Alia dan tersenyum.

"Cantik Ma, cantik banget. Apalagi pas dia udah pindah ke Jakarta, udah perawatan juga. Beda sama dia pas tinggal di Bandung," kata Alia menceritakan sedikit tentang Risa.

"Hmm, mungkin aslinya Risa emang cantik, sih Ma. Cuma kalau di Bandung kan cuacanya dingin dan enggak cocok kali sama kondisi kulit Risa. Jadi, kulitnya kusam," sambung Alia.

"Duh, Mama jadi penasaran Sayang, gimana kalau nanti kamu temenin Mama ke sana, ya. Mau Sayang?" tawar Rina pada Alia.

Dengan semangat Alia menganggukan kepalanya.

"Tentu mau, dong Ma. Nanti aku telpon Mas Arga dulu buat minta izin,"

"Telpon sekarang gih, mana tau ponselnya udah dipegang."

Alia mengangguk dan meraih ponselnya yang ia taruh di atas meja. Mencari nomor pnsel sang suami dan menekan tombol panggilan.

"Halo Dear? Ada apa, kangen aku, ya?"

sambut suara di seberang sana. Alia melirik malu pada Rina yang memperhatikannya.

"Eum, Mas aku mau izin boleh, nggak?"

"Kamu mau kemana Dear? Pergi sama siapa? Kalau sendiri aku nggak kasih izin. Atau kamu tunggu aku pulang, biar aku yang antar," kata Arga di sana nyaris tanpa jeda.

"Enggka sendiri, kok Mas. Aku pergi sama Mama."

"Mama? Mama di rumah Dear?"

"Iya Mas. Tadi kata Mama udah telpon Mas, buat jemput ke bandara tapi gak di angkat, ada meeting?"

"Iya Dear, tadi ada meeting sama Alvan juga. Ponsel aku ketinggalan di ruangan,"

"Oh iya udah. Jadi, ini aku dikasih izin atau nggak Mas?"
tanya Alia lagi kembali pada topik awal pembicara mereka.

"Kalo sama Mama, aku kasih izin. Tapi janji harus hati-hati, inget ada si kecil di perut kamu!" peringat Arga.

Senyum mengembang di bibir Alia.

"Iya Mas, aku janji bakal hati-hati. Aku tutup telponnya ya, mau siap-siap dulu," jawab Alia.

"Iya Dear. I always miss you badly," kata Arga.

Alia tidak menjawab lagi.  Ia langsung mematikan sambungannya dengan Arga.

"Kita perginya agak sorean aja ya Ma, biar Mama juga bisa istirahat dulu."

Alia menatap sang mertua yang mengangguk saja.

"Iya Sayang, ya udah Mama ke kamar dulu ya. Capek Sayang," kata Rina.

Mengecup kening Alia sekilas lantas langsung masuk ke dalam kamarnya.

Alia menyunggingkan senyuman saat melihat punggung sang mertua yang kemudian hilang di bali pintu.

"Hem, liat Mama kok jadi kangen Mas Arga, ya?" pikirnya sendiri. Mengelus lembut perutnya yang sedang tumbuh bayi milik Arga di sana.

"Ih Mas Arga kok jahat ya, buat aku kangen terus. Pingin dipeluk dia terus," gumam Alia sambil tersenyum sendiri.

Ia bahkan sudah mengambil bantal sofa dan memeluknya erat, seolah tengah memeluk tubuh suaminya,  Arga.

"Is apa, sih aku. Balik ke kamar ah. Tidur kayanya enak. Mumpung Mama juga lagi istirahat," ujar Alia pada dirinya sendiri.

Wanita yang tengah berbadan dua itu bangun dari duduknya dan berjalan pada anak tangga untuk menuju kamarnya juga Arga yang ada di lantai dua.

Sudah menjadi kebiasaan Alia semenjak ia hamil, ia akan tidur siang di jam seperti ini. Yaitu setelah makan siang dan biasanya akan bangun saat sore di jam tiga atau empat.

"Kita bobok dulu, ya Dek. Mama ngantuk banget Sayang, biar nanti malam ada tenaga buat manjain Papa. Udah dua hari cuti pasti Papa kamu malam ini minta jatah deh," ucap Alia sendiri dan mulai merebahkan tubuhnya pada tempat tidur.
Memejamkan mata untuk segera tidur.

Part selanjutnya sampai tamat ada di karyakarsa ya.

Klik linknya di bio ummi♥

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang