Empat Puluh Enam

15.5K 781 3
                                    

"Dear. Kok enggak dimakan? tadi katanya mau makan nasi goreng buatan aku," kata Arga yang melihat Alia tidak menyentuh sedikit pun nasi goreng yang ia sajikan di atas meja.

Sedangkan ia dan Rara sudah menghabiskan masing-masing masih di piring mereka. Pagi ini Arga yang memasak atas permintaan Alia. Mana bisa ia menolak permintaan Alia yang tadi pagi meminta dengan mata berkaca-kaca, takut tidak diiyakan olehnya.

"Aku kayak yang enggak nafsu makan nasi goreng lagi Mas," jawabnya lemas sambil menatap dengan wajah menggemaskan pada Arga.

"Hem, terus mau makan apa?" suara Arga terdengar sangat lembut.

"Emangnya boleh minta yang lain Mas?" tanya Alia tampak ragu.

Arga tersenyum lantas menjawil pelan hidung sang istri.

"Boleh, dong."

"Apa pun?" wajah Alia masih sama, masih dengan tampang memelas dan tampak ragu.

"Everithing for you, Dear." Alia tersenyum dan mengambil tangan tangan Arga untuk ia kecup.

"Ya udah, sekarang bilang maunya apa? Perut kamu enggak boleh kosong  Dear," kata Arga.

"Aku mau coklat, tapi pingin makan mie ayam dulu Mas. Boleh gak?" kata Alia yang langsung membuat Arga tersenyum dan meraih kepalanya lalu ia kecup lembut.

"Boleh cintaku. Tapi kita beli sambil aku ke kantor, ya. Aku ada meeting Dear, jadi harus cepat kayaknya. Kamu nanti makannya di kantor nggak papa?" Arga beralih menggenggam tangan Alia.

Tapi tangan sebelah kanan yang mereka sembunyikan di bawah meja, di depan mereka ada Rara, jadi tidak mungkin mereka saling menggenggam di depan gadis itu.

"Ma, Rara udah siap makan nasi goreng sama udah habisin milonya," ucap Rara.

Mengalihkan perhatian dua orang dewasa di depannya ini.

"Bagus anak Mama. Sekarang Rara ambil tasnya, udah Mama taro di sofa Sayang," kata Alia.

"Iya Ma. Rara langsung tunggu di mobil ya Ma," ujar Rara lagi.

"Iya boleh. Tunggu,  ya Sayang. papa belum pake dasi sama jasnya." Rara mengangguk dan langsung berlari menuju sofa.

"Mas udah kan?" kata Alia, Arga mengangguk.

Selanjutnya pria itu menyerahkan dasinya pada Alia dan dengan senang hati sang istri memakainya untuk Arga. Sebuah kecupan manis Arga labuhkan setelah Alia selesai menyampulkan dasi Arga dengan sempurna.

"Makasih Dear, i love you."

Arga menyatukan keningnya dengan kening Alia, hingga hidung mereka bertemu.
Tatapan mata mereka saling menatap intens dengan cinta dan sinar bahagia.

"May i kiss you?" suara Arga terdengar dengar sangat menginginkan bibirnya untuk mengecup bibir Alia. Wanita itu tersenyum dan langsung mengalungkan tangannya pada leher suaminya.

"Semasih itu Mas Arga, aku nggak akan pernah larang, dan aku pun bahagia Mas Arga cium aku."

Alia mengusap pipi Arga dan untuk pertama kalinya ia mengecup bibir sang suami terlebih dahulu. Arga menahan tengkuknya dan melahap habis bibir Alia.

"Mas udah kan?" kata Alia, Arga mengangguk.

Selanjutnya pria itu menyerahkan dasinya pada Alia dan dengan senang hati sang istri memakainya untuk Arga. Sebuah kecupan manis Arga labuhkan setelah Alia selesai menyampulkan dasi Arga dengan sempurna.

"Makasih Dear, i love you."

Arga menyatukan keningnya dengan kening Alia, hingga hidung mereka bertemu.
Tatapan mata mereka saling menatap intens dengan cinta dan sinar bahagia.

"May i kiss you?" suara Arga terdengar dengar sangat menginginkan bibirnya untuk mengecup bibir Alia. Wanita itu tersenyum dan langsung mengalungkan tangannya pada leher suaminya.

"Semasih itu Mas Arga, aku nggak akan pernah larang, dan aku pun bahagia Mas Arga cium aku." Alia mengusap pipi Arga dan untuk pertama kalinya ia mengecup bibir sang suami terlebih dahulu. Arga menahan tengkuknya dan melahap habis bibir Alia.

***

"Mas," panggil Alia dengan suara pelan tapi masih terdengar oleh Arga. Pria itu menoleh dari kertas yang sedari tadi ia amati pada sang istri. Alia duduk dengan bersandar di atas sofa.

"Iya Dear," jawabnya lembut.

"Mas bisa usap perut aku nggak?"

"Bentar ya Dear. Ini aku periksa dulu, satu lagi."

Arga kembali pada keras-keras putih di depan mejanya.
Alia langsung merosotkan bahunya. Memasang wajah sebal.

"Mas nggak sayang aku lagi, nggak sayang dedek juga!" sungut Alia dengan sebal.

Mendengar itu Arga menautkan kedua alisnya. Menghela panjang dan berusaha sabar. Dari pada Alia ngambek dan nanti susah untuk dibujuk, lebih baik ia dahulukan Alia untuk sekarang ini.

Berjalan pelan ke arah sofa yang kini telah dijadikan tempat untuk tiduran oleh Alia. Arga berjongkok di lantai dengan menjadikan sebelah kaki untuk tumpuan bagi tubuhnya. Mengusap rambut indah Alia yang selalu wangi itu. Alia berbaring menghadap pada badan sofa dan otomatis membelakangi Arga.

"Dear, sini katanya mau diusap dedeknya," kata Arga lembut.

Bibirnya terangkat kala Alia menepis tangannya yang ada di pinggang wanita itu.

"Udah gak usah! Sana lanjutin aja kerjanya. Nggak usah peduli sama aku lagi. Kalau bisa nikah aja sama kertas dan file Mas itu," ucap Alia dengan ketus.

"Ya enggak bisa dong Dear, aku harus tanggung jawab udah hamilin kamu, dan aku juga enggak bisa berbagi rasa cinta ini yang cuma ada untuk kamu dan anak-anak kita nanti," jawab Arga.

Memaksa menggapai tangan Alia dan membawanya pada pipi pria itu. Sesekali ia beri kecupan pada punggung tangan Alia.

Mendengar kalimat rayuan yang entah benar hanya rayuan atau memang tulus dari hati, Alia membalikkan badannya dengan bibir mengerucut sebal.
Membawa tangan Arga menuju perutnya, dan memejamkan mata saat merasakan sensasi usapan tangan Arga pada perutnya.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang