"Hey, heyy.. kenapa?, lo bisa tenang dulu gak?"
"ikut gue dulu!" Amanda menarik tangan Daniel, laki-laki itu hanya pasrah mengikuti arah tarikan Amanda.
Kini mereka berada di kawasan koridor lantai satu dekat dengan ruang tata usaha, lebih tepatnya di depan mading sekolah. Suasana malam itu sangat sepi hanya beberapa siswa saja yang berlalu Lalang di dekat sana, karena semua siswa berfokus pada acara malam ini, jelas saja. Acara ini hanya di peruntukan oleh para siswa sedangkan para guru dan pegawai sudah di perbolehkan pulang sejak jam 1 siang tadi. Sedangkan sekarang sudah pukul 7 malam, tidak lama lagi acara akan segera selesai.
Amanda menghempaskan tangan yang ia tarik sejak tadi "liat ini!" Amanda menunjuk beberapa gambar yang ada di mading kaca itu. Disana tertempel beberapa gambar yang menunjukkan bahwa gadis itu berada di salah satu kawasan diskotik yang terkenal di Jakarta. Daniel sedikit membelalakkan matanya saat melihat foto-foto itu terpajang disana
"Nda .. itu kok - "
"Kok lo tega sih?" Mata gadis itu terlihat memerah, air mulai menggenang di kedua pelupuk matanya
"Sumpah ya gue gak tau Nda, gue loh ada di situ gimana bisa gue ambil foto lo. Jelas-jelas gue selalu ada di deket lo waktu disana"
"Gausah sentuh gue!" Amanda menghempas tangan Daniel lagi, saat Daniel ingin menyentuh pundaknya "Kalo bukan lo siapa lagi? cuman lo doang yang ada disana waktu itu" Amanda mulai terisak "gue pikir lo beneran tulus bantuin gue dan nyokap gue, tapi gue salah lo tuh gak berubah"
"Tapi itu bukan gue, lo bisa dengerin penjelasan gue dulu gak sih?!"
"Penjelasan apa?? Penjelasan apa lagi hah??!!"
"Gue bilang dengerin gue!!" Daniel memegang kedua pundak gadis itu, tubunya sudah mulai bergetar karena isakannya
"Pertama, Lo tau Hp gue mati gimana bisa gue foto lo waktu itu kalo Hp gue aja malem itu mati. Kedua, coba lo lihat ini" Daniel menunjuk beberapa foto yang tertempel itu "Ketika lo ada di sama, gue tanya gue saat itu ada dimana? Di belakang lo kan? Tapi kenapa arah jepretannya berasal dari depan lo bukan dari belakang lo? Thinking Nda!"
Penjelasan laki-laki itu cukup maksuk akal, membuat Amanda menjadi merasa bersalah karena menuduh Daniel pelakunya, membuat tangisnya semakin menjadi
"Sorry"
"Udah, udah jangan nangis lagi lo. Udah gue maafin" Tangannya menarik Amanda itu untuk lebih mendekat. Jari jempolnya ia gunakan untuk menghapus air mata gadis itu. "Yang perlu kita lakuin adalah cabut ini foto, dan cari tau siapa pelakunya"
"gimana caranya, madingnya di kunci" Amanda sudah bisa mengontrol tangisnya, kini ia mulai fokus untuk melakukan sesuatu, dari pada menangis tidak akan menyelesaikan masalah.
Daniel terdiam sejenak untuk berfikir, haruskah ia menelepon Gevan? Kenapa Gevan? Karena hanya Gevan dan anggota mading saja yang bisa membuka mading ini. Tapi, terakhir hubungannya dengan sahabatnya itu sedang tidak baik baik saja. Apakah ini semua ulah Gevan? Karena terakhir mereka bertengkar juga karena membahas masalah kedekatannya akhir-akhir ini dengan Amanda? Sejauh itu kah?
Tidak ada pilihan lain, ia harus menghubungi laki-laki itu sekarang juga. Daniel merogoh ponselnya yang ada di saku depannya. Mencari kontak laki laki itu, lalu melakukan panggilan. Namun nihil, panggilannya di tolak. Tidak lama kemudian ada pesan yang masuk di ponselnya
Gevanza Aldyra
Nanti
Daniel tidak memperdulikan pesan itu, namun kembali melakukan panggilan dan di tolak lagi. Sudah berkali-kali melakukan panggilan ulang, tetapi selalu saja di tolak oleh laki-laki itu. Sepertinya laki-laki itu sedang sibuk mengejakan pekerjaannya atau memang masih marah padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not the Princess
Teen FictionKatanya aku seperti putri, namun aku bukanlah tuan putri Aku rasa aku bukanlah seorang putri, tapi ternyata aku memanglah putrinya