"Seperti yang bapak janjikan, hari ini kita akan melakukan ulangan mengenai pemahaman kalian pada bab terakhir yang sudah kita pelajari, sebelum nantinya kalian akan menghadapi Midtest atau Ulangan Tengah semester" Ujar pak Bimo, merupakan seorang guru matematika di kelas itu, tangannya membuka sebuah map plastic bening dan membagikan, lembar jawaban beserta kertas orat – oretnya pada siswa – siswa yang duduk di deretan bangku paling depan
"oper ke belakang" lanjutnya lagi
Para siswa yang duduk di deretan bangku paling depan lalu mengoperkan ketiga lembaran itu kebelakang, begitu seterusnya.
Shrakk!
Gadis yang sedari tadi mengenggulupkan kepalanya pada meja itu merasa sedikit terusik ketika sesuatu yang ia yakini merupakan lembaran kertas itu menyentuh tangannya, Emilly mengdongakkan wajahnya, tiba – tiba ia merasa ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya, setelah ia lihat kembali, itu adalah jaket milih Sakha. Emilly lalu mengambil jaket itu, dan mengambil beberapa kertas di atas mejanya untuk di oper ke belakang.
"jaket lo" Singkat gadis itu memberi jaket pada orang di belakangnya beserta lembaran soal, lembar jawaban dan orat – oret lalu kembali menghadap ke depan. Namun laki – laki yang berada di belakangnya hanya menatap gadis itu dalam diam, wajah gadis itu memerah, seperti sedang menahan tangis, namun tidak terdapat air mata. Gadis itu kenapa?
Masih memandangi gadis di depannya, ia mengambil jaket untuk di taruh ke dalam tas, dan mengoper lembaran itu kebelakang. Dari arah belakang Sakha dapat melihat gadis itu gelisah mencari – cari sesuatu di dalam tasnya, namun dengan cepat seseorang yang duduk di sampingnya memberikan sebuah pena, gadis itu hanya menoleh lalu membalikkan badannya
"Kha, gue boleh pinjem pulpen lo" ujar gadis itu. Sakha menatap Emilly dan Daniel secara bergantian, wajahnya terlihat datar namun ada rasa penasaran dari tatapannya, ia bisa melihat laki – laki yang tengah mengulurkan penanya tersenyum kecut lalu menarik tangannya kembali. Ada apa dengan mereka? bukannya kemarin mereka begitu dekat?
Masih dengan wajah datarnya, ia lalu memberikan pena yang sedari tadi ia genggam pada gadis di depannya itu. Setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan Emilly kembali menghadap ke depan dan mulai fokus mengerjakan soal – soal yang tertera di lembaran kertas itu. Sedangkan Sakha hanya menyernyitkan alisnya sembari tangannya mencari pena lain di dalam tasnya
"ada yang belum dapat?" Tanya guru tersebut, untuk memasikan semua siswa telah mendapatkan lembar soal, lembar jawaban, dan orat – oretnya.
"sudah pak"
"50 soal dengan waktu 1 jam, kerjakan tenang dan tidak boleh nyontek, silahkan di mulai" ucap Bimo dengan sangat tegas. Ia lalu duduk di atas kursinya sembari memantau siswanya yang mulai mengambil lembaran soal itu.
Suasana kelas mulai terlihat hening ketika ulangan di mulai, semua siswa mulai mengerjakan soal – soal yang di penuhi angka itu lalu menuliskan jawabannya pada lembaran yang sudah di siapkan oleh guru tersebut.
30 menit berlalu, kerutan – kerutan mulai terlihat di kening para siswa, kertas orat – oret pun mulai terlihat memenuhi segala ruang yang kosong, banyak sekali terdapat coretan angka disana. Tidak ada yang bersuara, di ruangan itu hanya terdengar suara detak jarum jam, suara pena yang sedang menari di atas kertasnya, dan suara helaan nafas dari para siswa yang frustasi karena tidak menemukan jawabannya. Guru matematika tersebut juga sesekali mengelilingi kelas untuk memantau siswanya dalam menjawab soal – soal yang ia berikan.
"hhh" Chandra menghela nafasnya, lalu meliuk – liukkan tubuhnya ke samping kiri dan kanan, ia baru saja menyelesaikan ke-50 soal tersebut bahkan ia adalah salah satu siswa yang cepat dalam menyelesaikan ulangan matematika hari ini. Bagaimana tidak, matematika adalah salah satu mata pelajaran kegemarannya, bukan favorite, tapi hanya gemar saja, laki – laki itu memang sangat cepat, dan tanggap dengan pelajaran – pelajaran yang menggunakan logika, ia bisa menghafalkan rumus – rumus yang sudah di terangkan oleh guru dengan hanya sekali lihat, laki – laki itu menyukai ilmu pasti, sama seperti halnya dengan matematika, selain itu ia memandang matematika seperti sebuah teka – teki yang memang harus di temukan jalan keluarnya, itu adalah tantangan tersendiri bagi seorang Chandradiksha Maheswara.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not the Princess
Novela JuvenilKatanya aku seperti putri, namun aku bukanlah tuan putri Aku rasa aku bukanlah seorang putri, tapi ternyata aku memanglah putrinya