BAB 34

562 85 91
                                        

Seorang gadis tengah memandang ribuaan bintang dan di temani oleh cahaya bulan yang menerangi gelapnya malam dari balkon kamar milik anak gadis yang bernama Meisya. Dingin!, itu yang ia rasakan ketika telapak tangannya memegang pagar balkon yang terbuat dari bahan aluminium. Sudah seharian ini ia berdiam diri di kamar milik adik Adrian itu, dan kebetulan saat ini mama Adrian sedang pergi menghadiri ulang tahun sahabatnya di singapura bersama dengan anak bungsunya, mereka berangkat ke singapura pagi tadi, dan kemungkinan besok mereka kembali ke Indonesia, itu membuat Emilly bisa sepuasnya berdiam diri di kamar.

Entah mengapa, ruangan ini adalah ruangan ternyaman di rumah ini, ia bisa bebas menangis sepuasnya tanpa harus ada yang mengetahui. Hari ini tidak ada yang masuk ke kamar itu termasuk Erland adiknya, dengan alasan ia sedang tidak enak badan dan tidak ingin di ganggu.

Sejujurnya ia masih ingin menumpahkan segala rasa sakitnya melalui cairan bening yang akhir – akhir ini keluar dari pelupuk matanya, namun entah mengapa kali ini sudah tidak ada lagi cairan bening yang mengalir di pipinya, yang ada hanyalah rasa perih yang membekas di sekitar matanya.

Gadis itu hanya diam memtung berdiri di pagar balkon, wajahnya ia donggakkan ke atas menatap bintang – bintang itu. Hari ini merupakan hari yang sangat berat baginya ia menangis terlalu banyak untuk laki – laki yang bernama Daniel Faviandra itu.

"Udah.., jangan nangis mulu.. kasian mata lo. Air mata itu bukan serum yang bisa bikin muka lo itu glowing, yang ada lo ngalamin penuaan dini sebelum waktunya" Gumam seorang laki – laki, yang membuat Emilly refleks menolehkan wajahnya ke arah sumber suara, ia dapat melihat Adrian yang sedang berdiri di balkon sebelah. Memang kamar Adrian dan Meisya itu berdampingan dan memiliki balkonnya masing – masing, kedua balkon ini tidak terhubung langsung namun terpisah hanya satu meter.

Emilly tak menggubris kalimat yang di lontarkan oleh laki – laki itu, ia kembali menatap bintang di atas sana dan mengabaikan orang yang bersuara tadi

"dehhh dikacangin lagi gue" gumam Adrian pada dirinya sendiri. "gue loncat kesana yaa" Ucapnya membuat Emilly menyernyitkan alisnya, namun belum sempat gadis itu merespon ia sudah melihat laki – laki itu berdiri di atas pagar balkon, dan hedak loncat menuju balkon kamarnya

"ehhh ehhh ehhh" Adrian terlihat mulai kehilangan keseimbangannya, membuat Emilly dengan cepat menghampiri pagar balkon dan mencoba menahan tubuh laki – laki yang sedang berdiri di atas pagar balkon.

BRUKK!!!

Tenaga gadis itu ternyata tidak cukup untuk menahan massa dari Adrian, bahkan saat ini tenanganya benar – benar terasa lemas di karenakan tidak enak badan. Laki – laki yang kehilangan keseimbangan itu akhirnya terjatuh ke dalam balkon dan menimpa tubuh gadis itu, bahkan keduanya terjembab di lantai.

Mereka terjatuh dengan posisi badan gadis itu dibawah dan di timpa oleh tubuh Adrian, kepala mereka sempat terbentur bahkan keduanya sampai mengaduh bersamaan. Saat Adrian mengangkat kepalanya lalu mengusapkan telapak tangannya pada bagian yang terkena benturan, fokusnya tiba – tiba teralihkan, matanya menangkap sosok gadis yang akhir – akhir ini berada di fikirannya sekarang malah ada di depannya, bahkan jarak mereka saat ini terlalu dekat, yang membuat tubuhnya seketika membeku. Matanya dapat melihat Emilly sedang memegango kepalanya dan meringis kesakitan

BRUKK!!!

Tiba – tiba Adrian mendorong tubuh Emilly untuk membuat sebuah tolakan agar ia bisa segera bangkit dari posisi keduanya yang mungkin terlihat ambigu jika di lihat orang lain. Dengan cepat Adrian bangun dan membuang pandangannya ke sembarang arah, mencoba untuk menetralkan degub jantungnya

"lo apaan sih, sakit tau gak!" kesal gadis itu, ia mencoba bangkit dari jatuhnya "ngapain coba loncat – loncat segala"

Adrian memasang ekpresi julidnya "dih! suka – suka gue lah, rumah gue juga"

I'm not the PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang