Minggu, 10 Agustus
Nadila duduk di kursi belajar, sendirian di dalam kamar kos ini. Ia hari ini memang tidak bersama Rachel karena kekasihnya itu sedang beribadah sedari pagi menuju siang ini. Lagipula tidak perlu setiap hari dan setiap saat bertemu bukan?
Namun sejujurnya memang Nadila sedang membatasi frekuensi untuk bertemu Rachel dan teman-temannya. Beberapa hari ini tiap kali ia diajak berkumpul sepulang sekolah, ada saja alasan yang ia keluarkan.
Bukannya ia merasa malas atau sudah merasa bosan, tapi ia memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk berpikir. Ya mungkin ini alasan klise sih, tapi memberikan ruang untuk berpikir, bisa membuat kita lebih bisa instrospeksi terhadap suatu hubungan.
Semua perubahan sikap Nadila terhadap Rachel ini tidak lepas dari perkataan Ivan saat di kompetisi dance beberapa hari yang lalu. Berkali-kali Nadila bergelut dengan pikirannya sendiri bahwa yang dikatakan Ivan hanyalah untuk memancing emosi dirinya, tapi di sisi lain ia sangat setuju dengan perkataan itu.
Siklus perdebatan di pikirannya ini terus menerus berulang, makin tambah parah ketika dia sedang sendiri di kamar kos seperti saat ini. Entah berapa kali ia berusaha mengusir pikiran ini dengan melakukan aktivitas lain seperti berlatih gitar, membaca buku, menonton film, atau hal yang lainnya, namun ini hanya sementara dan kebimbangannya kembali muncul.
Saat ia masih berpikir bagaimana sebaiknya ia mengambil sikap atas ketidakjelasan masa depan hubungannya dengan Rachel, ia tidak sadar jika pintu kamar kosnya telah dibuka oleh teman sekamarnya.
"Loh gue kira lo udah berangkat kerja. Tadi gue ajakin Rachel mampir abis ibadah, kata dia lo kerja siang ini." ucap Della seraya meletakkan barang-barangnya.
"Eh iya bentar lagi aku berangkat kok." jawab Nadila yang memang hari ini jadwal kerjanya di stasiun radio milik Yupi.
"Mau makan dulu gak? Gue tadi beli sayur nih." ucap Della sambil mengangkat bungkusan yang ia bawa.
"Enggak deh, aku nanti aja di kantor."
"Oke."
Della kemudian bersiap untuk menanak nasi, karna memang ia hanya membeli sayur saja biar hemat, maklum lah anak kos.
Meski Nadila dan Della ini sudah sebulan tinggal sekamar kos, tapi interaksi keduanya memang masih sangat minim. Mereka berdua masih dalam masa penjajakan dan sekarang masih sibuk dengan urusannya masing-masing.
Nadila melihat Della yang sedang bersiap untuk menanak nasi, dan ia pun mempertimbangkan diri untuk bercerita soal apa yang terjadi dengan dirinya dan perkataan Ivan waktu itu.
"Del?" ucap Nadila sedikit ragu.
"Eh iya, kenapa Nad?" ucap Della terkaget karna fokus menyiapkan makannya.
"Hmmm gini....waktu itu Rachel pernah cerita kalo kamu mutusin buat gak ikut keluarga kamu pindah karna kamu gak mau jauh dari yang namanya kak Gaby kan?"
"Ya gak cuma itu sih alasan gue, tapi ya emang itu salah satunya. Emang kenapa?"
"Emang apa yang bikin kamu ambil keputusan itu?"
"Maksudnya?"
"Ya menurut kamu, kenapa kamu ambil keputusan itu? Atau menurut kamu ini semua udah jalan takdir dan kamu tinggal jalanin aja?"
Della terdiam sejenak, berpikir. "Kalo takdir mungkin sih ya, semua kan udah ada jalannya."
Kini giliran Nadila yang terdiam.
"Kenapa sih tiba-tiba tanya soal hubungan gue sama kak Gaby terus malah ngomongin takdir gini?" tanya Della terheran. "Lo lagi ada masalah sama Rachel?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Remaja
RomanceNadila, seorang siswi SMA asal Bogor rela pindah ke Jakarta supaya lebih dekat untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang diplomat dan juga musisi. Di SMA Eno 48 Jakarta inilah kisah barunya dimulai, bertemu dengan orang-orang baru yang mengajarkan d...