Salah satu ballroom hotel menjadi tempat dimana dilaksanakannya pernikahan Lucy dan juga Raymond. Keduanya sepakat untuk menyewa salah satu hotel tempat diadakannya pernikahan mereka ini.
Agar nanti keluarga yang rumahnya berada jauh bisa menginap langsung di hotel. Acara pemberkatan sudah terlaksanakan pagi tadi, malamnya tinggal melaksanakan pestanya saja.
Karena terlalu ramai Raline memilih untuk menyisihkan diri ke taman yang berada di hotel, taman ini menjadi tempat pemberkatan tadi pagi, sekarang sepi dan hanya tersisa hiasan-hiasan bekas pemberkatan tadi.
Tak banyak yang ia lakukan sejak pagi, hanya datang, duduk dan melayani beberapa keluarga yang datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahan mamanya.
"gue cariin dari tadi ternyata lo di sini." Suara berat memecah lamunannya.
Tanpa ia menoleh ke belakang sekarang orang yang berbicara kepadanya sudah duduk di sampingnya. Geva malam ini tampak lebih tampan dari biasanya, aura anak SMA-nya tertutupi karena cowok itu memakai setelan jas berwarna hitam.
Terlihat gagah dan menawan. Keluarga cowok itu memang di undang karena mama Geva dan kedua orang tua Olin memang berteman sejak dulu.
"di luar dingin, lo enggak mau masuk?"
"di dalam ramai." Jawab Raline pelan.
Memang udara malam terasa dingin, apa lagi Raline menggunakan dress singlet dan hanya sebatas lututnya saja. Tapi untuk kembali ke dalam rasanya malas sekali, ia sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
Saat sedang sibuk menunduk untuk menatap kukunya yang berhiaskan kuku palsu, Raline tiba-tiba merasakan sebuah jas tersampir di kedua bahunya, tubuhnya terasa jauh lebih nyaman sekarang.
Ia mendongak, menatap Geva yang sudah tak menggunakan jas hitamnya, hanya kemeja putih dan dasi kupu-kupu hitamnya.
"lo bakal kedinginan juga." Raline bersiap untuk melepas jas Geva dan mengembalikannya kepada sang pemilik.
Geva menahan kedua tangan Raline, menggenggam kedua tangan kecil tersebut.
"pakai aja." Cowok itu menatapnya dengan tatapan teduh.
Jika orang biasa melihat ke kedua bola mata Raline saat ini, mereka hanya bisa melihat jika cewek itu baik-baik saja. Tapi beda dimata Geva, Raline terlihat sangat sedih, cewek itu dalam keadaan yang kacau.
"gue tau kalau hubungan kita sudah enggak bisa sebaik dulu lagi, tapi kalau lo mau cari teman buat curhat atau pundak buat bersandar, gue siap, Lin." Ucap Geva tulus.
Ibu jarinya mengusap punggung tangan Raline dengan lembut. Meyakinkan Raline bahwa dirinya juga bisa menjadi sandaran cewek tersebut.
Raline menarik tangannya dari genggaman Geva, rasanya seolah ada yang hilang ketika tangannya terlepas. Rasanya tidak sehangat tadi.
"lo tenang aja, i'm fine."
Selalu berlindung dikata "i'm fine." Itulah Raline. Tidak ada salahnya padahal jika ingin berbagi masalah, cewek itu hanya terlalu enggan berkisah.
"tap—"
"Raline."
Keduanya sama-sama menoleh ke belakang, Ruby -kakak laki-laki Raline- berjalan ke arah mereka dengan satu tangan dimasukkan ke saku celana. Pria berumur 25 tahun itu tersenyum ke arah keduanya.
Ketika pertama kali melihat wajah kakak Raline, Geva hampir tidak percaya jika pria tersebut sudah menikah bahkan memiliki anak. Memang gen keluarga Raline itu pencetak visual semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Подростковая литература"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...