Sungguh awalan hari yang buruk, suasana hati Raline sejak semalam belum membaik bahkan sampai keesokan harinya pun masih sama. Kini ia sedang berada di perpustakaan sekolah.
Memilih menyendiri untuk sejenak. Tangannya sibuk bergerak ke sana kemari di atas kertas putih polos. Membentuk sebuah gambaran abstrak, mendeskripsikan isi pikirannya sekarang.
"lo enggak lapar?" tanya seseorang yang kini sudah duduk di hadapannya.
Raline abaikan orang tersebut, kedua telinganya tersumpal oleh earphone memutar lagu dengan volume kecil, jaga-jaga jika ia tak mendengar suara bel masuk nanti.
"hei." Atensinya total teralihkan karena sebelah earphone-nya ditarik. Menatap dingin orang di depannya saat ini.
"jangan ganggu sehari bisa?" tanyanya dingin.
Geva menggeleng kecil, ia lalu memberikan sebungkus roti kepada Raline. Cewek itu menatap roti di hadapannya datar.
"enggak boleh bawa makanan ke perpus." Ucap Raline sambil menunjuk papan peraturan yang tergantung di dinding perpustakaan.
"boleh kok, selama enggak ketahuan pasti boleh." Balas Geva dengan senyum lebarnya.
Raline menggeleng kecil, roti itu ia ambil dan simpan di bawah meja. Ia takut jika nanti guru jaga melihatnya meskipun hal tersebut mustahil karena mereka sedang duduk di ujung ruangan.
Geva menyenderkan bahunya, menatap keluar jendela besar yang ada di samping mereka. Pemandangan dari lantai dua memang terlihat bagus, dari tempat duduknya Geva dapat melihat lapangan basket dan juga bangku-bangku kecil di pinggir lapangan.
Cowok itu lalu melirik ke kertas gambar Raline. Geva berdecak kecil. "ada orang ganteng di depan lo." Ia lalu bertopang dagu. "kenapa enggak manfaatkan ke gantengan gue buat lo gambar?"
Raline menatap cowok itu malas. "mau bayar berapa kalau gue gambar lo?" tanyanya tanpa minat.
"harga teman dong."
Cewek itu tersenyum tipis, tentu saja Geva tak dapat melihatnya karena Raline sedang menunduk sekarang.
"gambaran tangan gue terlalu mahal buat gambarin muka lo." Jawab cewek itu ketus.
Raline itu berbakat di bidang melukis dan menggambar. Ia sering melukis pemandangan di sebuah kanvas berukuran sedang dan di jual. Harganya dijual lumayan murah waktu itu.
Yang sering Geva lihat dari sosok Raline adalah cewek pendiam yang selalu menuangkan pikiran dan perasaannya pada sebuah gambar atau lukisan. Raline jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain.
"jalan, yuk." Ajak Geva tiba-tiba.
Raline menatapnya sekikas. "kemana?"
"hm? Ke toko buku? Nanti beli kanvas sama alat lukis di sana."
Kening cewek itu mengerut heran. "buat siapa?"
Geva menyentil kening Raline pelan. "buat lo, lah. Nanti ke taman habis itu, gue mau minta lo lukis gue dengan background taman."
Cewek itu mendengus kecil. "sebegitu maunya gue lukis ya?" ejek Raline.
Geva tertawa mendengarnya. "iya, soalnya kalau misalkan lo udah terkenal nanti bakal susah minta dilukisin sama lo."
Raline tersenyum kecil, kali ini Geva melihatnya. Cukup dengan melihat Raline tersenyum membuat perasaan bersalah Geva sedikit menghilang.
"ok, kalau lo maksa."
***
"wah gila, ngapain tuh anak balik ke sini?"
"gaya jalan dia kayak gaya jalan cewek di GTA SA anjir."
"tetek bengeknya enggak berubah ternyata."
"mau aja temenan sama orang kayak gitu."
"lo pada enggak ada pembahasan lain apa?"
Ratna, Fany, Delmora dan Ruri sama-sama menoleh ke arah paling ujung bangku, tempat dimana Ago duduk di sebelah Ruri.
"enggak ada, makanya kita gibahin Olin aja!" Jawab Ratna penuh semangat. Dalam hal bergosip Ratna jagonya.
"gue pikir dia bakal pergi selamanya, ternyata balik juga." Tanggap Ruri sambil memakan es kikonya.
"pantesan aja Raline cemberut terus dari pagi."
Mendengar nama Raline di sebut membuat Ago tersadar jika sejak istirahat tadi ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan cewek itu. Biasanya Raline akan berada di kantin bersama Unna atau menghabiskan waktunya di kelas memakan bekalnya.
"eh? Raline mana?" tanya Ago sambil menatap keempat temannya.
Keempatnya kembali menoleh secara bersamaan lagi.
"perpus." Jawab Fany.
"ok, kalau gitu gue pamit undur diri." Cowok dengan tubuh tinggi itu kemudian segera beranjak dari duduknya. Berlari dengan cepat menuju ke arah perpustakaan.
"kenapa lo kasih tau?" Ratna menatap Fany sedikit kesal.
"lah kenapa?" tanya Fany heran.
"tadi pas gue sama Ratna balikin buku ke perpus enggak sengaja lihat Raline sama Geva di sana." Jawab Ruri.
"mampus dah perang lagi." Gumam Delmora.
***
Bel masuk sudah berbunyi, Raline segera merapikan peralatan menggambarnya. Berjalan dengan santai keluar dari perpus.
Cewek itu bahkan sempat melayangkan senyum kecilnya kepada penjaga perpus. Sementara itu Geva terus saja mengintilnya dari belakang, sudah layaknya prangko saja.
"balik ke kelas lo sana." Usir Raline ketika cowok itu tak hentinya mengikutinya.
Geva menggeleng kecil. "gue mau ngant—"
"Raline!"
Ucapan Geva terputus, cowok itu mendengus sebal saat melihat Ago sekarang tengah berlari ke arah mereka. Tidak di sekolah, tidak di luar sekolah anak itu selalu saja mengganggu waktunya bersama Raline.
"gue cariin lo." Ucap Ago sesampainya di hadapan Raline.
"kenapa?"
Ago tersenyum kecil dan menggeleng. "ayo ke kelas bareng." Ajak cowok tersebut.
"enak aja." Geva buru-buru menarik tangan Raline agar kembali berdiri di sebelahnya. "gue yang ngantarin Raline ke kelas."
"kelas lo sama kita, kan beda arah." Ago mengerutkan keningnya, ia lalu menarik tangan Raline pelan.
"ya tapi, kan—"
"bisa berhenti nggak?" Raline menatap tajam kedua cowok tersebut. Ia lalu melepaskan kedua tangan mereka.
"lo berdua bikin gue enggak nyaman. Gue ke kelas sendiri. Enggak perlu diantarin atau ditemanin, gue bukan anak TK." Ucapnya dingin lalu berjalan lebih dulu.
Untuk sesaat Ago dan Geva sama-sama melemparkan tatapan tajam ke satu sama lain.
"kelas lo ke arah sana kalau lo lupa." Ucap Ago sarkas lalu berbalik menyusul Raline.
Ingin rasanya Geva mengumpat dengan keras sekarang, ia cemburu karena melihat kedekatan Ago dan Raline. Padahal dulu ketika mereka pacaran, Geva sama sekali tak pernah cemburu dengan kedekatan keduanya.
"kenapa juga mereka harus sekelas?" gumam Geva kesal.
Cowok itu lalu berjalan menuju ke kelasnya, berada tak jauh dari tempat Geva berdiri tadi, seseorang diam-diam memperhatikan perdebatan ketiganya sedari tadi.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Roman pour Adolescents"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...