Pertandingan selesai ketika jam sudah menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh menit, sorak-sorai penonton langsung memenuhi tribun ketika SMP Kartini dimana dinyatakan memangkan pertandingan siang itu, bagi tim putri sendiri mendapatkan posisi juara tiga sedangkan tim putranya mendapatkan posisi juara pertama.
Raline tersenyum lebar seraya menepuk tangannya, ikut merasa senang atas kemenangan tim futsal Owen. Cewek itu masih berdiri di tempat duduknya, memperhatikan Owen yang tengah merayakan kemenangan bersama teman-temannya di tengah lapangan hijau tersebut.
"lo sama Owen akur, ya?" ucap Geva yang sedari tadi duduk di sebelah Raline.
Cewek itu menoleh sekilas, "ya, masa kita berantem?"
Geva mendengus kecil, "lo berdua, 'kan, sama-sama pendiam, makanya gue ragu lo berdua bakal dekat."
Raline masih diam, memandang Owen yang sekarang sedang tertawa lepas karena teman-temannya itu secara tiba-tiba mengangkat dirinya. Awalnya juga Raline ragu untuk dekat dengan adik tirinya itu, kepribadian mereka sama tapi setelah mencoba untuk dekat kemarin rasanya tidak seburuk itu.
"mungkin karena kita sama," jawab Raline yang masih terus memandangi Owen, ia lalu menoleh kesamping, "gue udah hidup lama tanpa saudara, awal mama nikah gue ragu banget buat bisa dekat sama Owen, kalau sama Olin jangan tanya." Raline tertawa kecil.
"sudah pasti enggak bakal akur, tapi sehabis gue beraniin diri buat dekat sama Owen, gue ngerasa punya saudara tiri enggak seburuk itu, apa lagi dari dulu gue mau ngerasain rasanya jadi kakak."
Percakapan mereka terhenti ketika anak laki-laki dengan jersey abu-abu itu berlari mendekati mereka, Owen memamerkan mendali yang barusan di dapatnya dengan senyum yang amat lebar.
"kak!" serunya.
"selamat ya! Hebat banget tadi mainnya!" puji Raline sambil mengacak-acak surai hitam tersebut.
Owen tertawa, ia senang. Tapi kesenangannya langsung sirna ketika menyadari keberadaan seseorang yang tak ada di sana, Raymon, papanya. Sebelum pertandingannya di mulai tadi Raymond mengatakan sedang di jalan menuju ke tempatnya.
"papa mana, kak? Tadi katanya lagi di jalan?" matanya menatap ke sana kemari, mencari keberadaan pria tersebut.
Raline turut bingung dengan ucapan Owen, pasalnya sedari tadi dia hanya bersama Geva dan jika Raymond datang pria itu pasti akan menghampirinya karena posisi Raline mudah untuk di temukan.
"loh, om Raymond datang?" Geva memecah kebingungan kedua saudara tersebut.
Owen mengangguk, "iya, bang, katanya datang."
"tapi hari ini bukannya Olin lagi audisi buat pertunjukan balet, ya?"
Kedua bahu anak itu seketika turun, semangatnya langsung hilang dan Owen mendudukan dirinya di samping Raline. Cewek itu menoleh kearah Geva dan yang di tatap hanya mengendikkan bahunya, ia mana tahu jika Raymond ada berjanji seperti itu kepada anak laki-lakinya.
"Owen..." Raline turut duduk di sebelah adiknya itu dan memegang bahu anak tersebut,
"Kak Olin lagi..." lirih Owen, "selalu aja kak Olin..."
Raline kehabisan kata-kata, ia penghibur yang buruk. Jika ada temannya dalam suasana hati buruk, Raline biasa hanya diam mendengarkan. Tapi berbeda dengan Owen, anak itu sudah kehabisan kata-kata.
Geva menghebuskan nafasnya kasar lalu mengacak-acak surai hitam Owen, "sedihnya nanti, tunda dulu. Gimana kalau sekarang kita makan-makan? Rayain kemenangan lo sama Jeje?"
Raline turut mengangguk, "iya, lapar, 'kan, ya? Habis lari-larian di lapangan?" ia mencoba untuk membujuk anak tersebut.
"ya udah, gue ganti baju dulu." Owen kemudian pergi meninggalkan keduanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/258375315-288-k844418.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Teen Fiction"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...