Hal pertama yang dilihatnya saat ia membuka mata adalah sebuah tong besi dengan api menyala didalamnya, pandangannya kabur beberapa saat sampai akhirnya ia bisa memfokuskan pandangannya. Kepalanya berdenyut sakit membuatnya meringis kecil.
Raline mengedarkan pandangannya kekiri dan kanan, tak menemukan siapa pun selain dirinya yang terikat diatas kursi. Dinding-dinding tersebut lembab dan ditumbuhi oleh jamur serta tanaman liar yang merambat. Bau yang sangat asing menganggu indra penciumannya.
"lama juga lo sadarnya."
Suara berat itu membuatnya segera menoleh kebelakang, laki-laki seusianya kini berjalan kearahnya, Raline mengerutkan keningnya, ia tak pernah bertemu dengan laki-laki ini sebelumnya.
"gue dimana?" Raline bertanya dengan suara yang serak. Hanya ada satu jendela kecil di ruangan ini, satu-satunya jalan cahaya masuk untuk menerangi ruangan tersebut.
Raline mencoba mengerakkan dirinya tapi ikatan itu menyakiti tangannya, ia yakin jika sekarang pergelangan tangannya memar. Belum lagi bau anyir darah dari lukanya membuat cewek itu semakin merasa tak nyaman.
Laki-laki itu berdiri didepannya, menatapnya dengan jarak begitu dekat sampai Raline harus memundurkan kepalanya. Sedikit rasa takut hinggap didadanya saat mencium aroma alkohol serta rokok dari cowok tersebut.
"lo—"
"gue Raka, orang yang tadi malam mukul kepala lo." Cowok itu menunjuk luka dikepala Raline, masih dengan jarak yang begitu dekat, Raka semakin memajukan wajahnya.
"kenapa?" Raline bertanya dengan suara tenang dan wajah yang tetap datar walau jantungnya sekarang berpacu dengan cepat dan dibatinnya ia terus berdoa kepada Tuhan agar tidak diapa-apakan oleh cowok didepannya saat ini.
Raka tersenyum miring dan menjauhkan tubuhnya dari Raline, itu membuat cewek tersebut menghela nafasnya lega. Setidaknya ia tak segugup tadi.
"karena Olin."
Jawaban tersebut jelas menimbulkan tanda tanya besar dibenak Raline, apa hubungan Raka dengan Olin?
"lo suka Olin?" tebaknya.
Tanpa menunggu jawaban, hanya melihat bagaimana perubahan ekspresi Raka bisa langsung membuat Raline tau apa jawabannya.
"Olin benci sama lo."
"gue tau."
Raka menoleh kearah lawan bicaranya itu, sedikit heran karena sedari tadi yang dilihatnya Raline sangat tenang. Seharusnya Raline menangis sekarang, memohon-mohon untuk dirinya dilepaskan dan dibiarkan pergi, bukannya malah berbicara santai dengannya.
"lo enggak takut?" tanya Raka dengan tatapan bingungnya.
"gue takut," suaranya sedikit bergetar.
Raline berada ditempat asing bersama dengan orang yang menculiknya, ia tak tau akan diapakan dirinya nanti oleh Raka. Telapak tangannya bahkan sudah basah dan jika Raka lebih teliti lagi, wajah Raline itu basah oleh keringat dinginnya, dadanya bahkan naik turun tak teratur karena gugup.
"seharusnya lo nangis dan memohon buat dibukain ikatannya," gumam Raka sambil melemparkan beberapa kayu bekas kedalam tong besi tersebut agar api didalamnya tetap menyala.
Raline meneguk salivanya kasar, "If I do that, will you set me free?" Raline bertanya dengan hati-hati.
Raka tak bisa menahan tawanya mendengar ucapan Raline, cewek itu bertanya dengan polosnya. Ia memandangi Raline dengan seksama.
"no," jawabnya singkat dan datar, ia kembali berjalan mendekati Raline dan mencengkeram dagu cewek tersebut, "maaf, tapi gue enggak suka ngelihat Olin sedih karena lo, lo itu sumber kesengsaraan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Novela Juvenil"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...