"beneran enggak lapar lo?"
"enggak elah."
"yah... padahal menu hari ini enak-enak."
"apa aja menunya?"
"opor ayam, sate ayam sama ikan bakar."
Mendengar sekumpulan nama makanan yang disebutkan oleh Okta membuat perut Geva berbunyi seketika. Ia lapar, tapi tak punya nafsu untuk mengunyah makanan.
Yang dilakukan cowok itu sedari tadi hanya diam, menidurkan kepalanya dibalik lipatan tangannya.
"ayo ke kantin kalo lapar, galau juga perlu tenaga." Okta menepuk bahu Geva beberapa kali.
"sialan lo," maki Geva pelan.
Okta terkekeh kecil, "enak nggak, Gev? Diputusin pas lagi sayang-sayangnya?"
"cobain, Ta. Enak banget rasanya," balas Geva sarkas.
"tapi lo masih beruntung, setelah buat Ralina patah hati lo masih mau diterima jadi teman dia, gue kalau jadi Raline mungkin udah gue sumpahin lo tiap hari."
Geva memutar bola matanya malas, ia lalu menatap sahabatnya itu sinis, "jangan lo samain hati Raline sama hati busuk lo, Ta!"
"ya, kan gue bilang kalau itu gue." Okta memukul pelan kepala Geva ketika cowok itu dengan seenaknya berteriak di depan mukanya.
"sadar, Gev! Lo harus sadar sama posisi lo sekarang, Raline udah terlanjur kecewa sama lo, dia mungkin enggak bakal mau nerima lo lebih dari teman lagi."
Ucapan Okta benar-benar menampar perasaan Geva, membawanya kepada kenyataan bahwa mereka yang sekarang tak mungkin bisa menjadi mereka yang dulu lagi.
Okta benar, harusnya Geva tau diri. Bersyukur jika orang yang dicintainya masih mau menerimanya, walau tak bisa sedekat dulu lagi.
"kasih Raline ruang, kasih dia waktu lebih banyak lagi untuk bisa maafin kesalahan lo yang dulu. Cewek itu gitu, Gev. Sekali lo kecewain, lukanya bakal lama sembuh," nasehat Okta lagi.
***
Fany : jalan yuk
Raline : kemana?
Fany : ke depan aja, gue lagi mau makan ceker pedas
Raline : ok, bentar gue ganti baju dulu terus jemput lo
Fany : ok😉
Selimut yang tadinya menutupi setengah tubuh Raline langsung disingkirkan olehnya, dengan cepat ia berganti baju dan mengambil kunci motornya. Tak lupa cewek itu mengunci rumah dan juga pagarnya sebelum benar-benar pergi.
Jarak rumah Raline dan Fany tak begitu jauh, hanya berbeda satu kompleks saja. Saat sampai di depan rumah Fany, cewek itu ternyata sudah menunggunya. Keduanya langsung saja pergi menuju ke tempat penjual kaki lima yang berada tak jauh dari kompleks mereka.
"lo mau apa?" tanya Fany begitu Raline selesai memarkirkan motornya.
"gue mau pentol pedas aja, lo mau minum apa?"
"pop ice vanila."
Selesai memesankan makanan dan juga minuman kedua cewek itu langsung pergi menuju ke taman yang berada tak jauh dari tempat mereka. Duduk di salah satu bangku panjang dengan makanan mereka di tengah-tengah.
"lo berantem sama Delon?" tebak Raline.
Fany mendengus kecil, ia menatap sahabatnya itu dengan mata memicing tajam, "lo cenayang ya?" tuduhnya.
"ke tebak dari muka lo," dengus Raline sebal.
"bandel banget sih anaknya, di bilangin jangan malah marah-marah ke gue, entar gue diemin malah marah-marah juga. Heran gue."
Mereka sering berkelahi, entah akan hal kecil atau hal besar. Tapi hebatnya mampu bertahan selama satu tahun, walaupun sama-sama keras kepala tapi tak pernah ada kata putus yang keluar dari mulut Delon maupun Fany. Karena cewek itu pernah berkata kepada Raline :
"yang beda itu cuman pemikiran kami, bukan perasaan kami."
Dan Raline salut akan mereka. Berbeda dengan dirinya, kisah cintanya tak berakhir baik sama sekali. Hanya ia yang berjuang, hanya Raline yang menginginkan hubungan tersebut.
"keputusan lo enggak salah nerima Geva jadi teman lo?"
Cewek itu menoleh, mengambil satu pentol pedasnya dan memasukkannya ke mulut. Raline tersenyum kecil.
"enggak. Lagian sebelum jadi mantan kita kan teman dekat."
"tapi Geva beda, dia mau balikan sama lo. Makanya dia dekatin lo lagi."
"itu enggak—"
"jangan bilang lo sudah move on dari Geva. Yang gue lihat lo enggak ada usaha buat move on sama sekali, lo masih nyimpan foto Geva di galeri HP lo, lo masih simpan chat-chat lama kalian dan lo bahkan masih stalk akun IG dia."
Raline menundukkan kepalanya, merasa malu karena semua yang dikatakan oleh Fany adalah sebuah kebenaran. Ia bersikap cuek dan dingin di hadapan Geva, padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat menginginkan cowok itu kembali kepadanya.
Tapi Raline tak cukup bodoh untuk menerima Geva secara gamblang kembali, ia benar-benar ingin melupakan cowok tersebut. Memulai hidupnya kembali tanpa harus terbayang akan cintanya kepada Geva.
"kenapa lo enggak coba buat dekatin cowok lain?" Fany menggenggam tangan Raline. "Delmora bilang ada guru les di akademik yang suka sama lo, atau kalau lo enggak mau ribet, dekatin aja Ago?"
"gue enggak mau jadiin mereka pelampiasan, Fan. Itu ngebuat gue merasa tambah buruk."
"dekat doang, Lin. Gue enggak nyuruh lo buat jadiin mereka pacar. Siapa tau dengan dekatin Ago lo bisa lupain masa lalu lo sama Geva. Dengan begitu lo bisa move on dan ikhlas nerima Geva sebagai teman lo."
Ada benarnya juga. Cukup lama keduanya habiskan waktu untuk berbicara satu sama lain di taman tersebut, sampai akhirnya Raline menyadari jika mereka sudah terlalu lama di taman tersebut.
Keduanya memilih untuk segera pulang, menyiapkan diri untuk hari esok.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Ficção Adolescente"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...