Entah sudah seberapa jauh kakinya berlari, ia berhenti sejenak menghela nafasnya lega ketika melihat sebuah jembatan yang berada tak jauh darinya, Raline kemudian mengeluarkan HP yang diberikan Raka tadi dan segera menelepon seseorang yang nomornya sudah tak asing lagi bagi Raline.
Cewek itu menarik nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan, ia berjalan menuju ke jembatan tersebut dengan benda pipih yang menempel di telinganya, berharap jika orang yang ia telepon segera menjawabnya.
"hal—"
"Geva!" Raline langsung menyambar begitu saja, tubuhnya bergetar dan telapak tangannya terasa dingin, ada banyak hal yang ingin Raline katakan tapi semua terhalang oleh suara isak tangisnya.
"Raline? Sayang? Kamu dimana, Lin?" Geva tak bisa menahan keterkejutannya, cowok yang sedang menyetir mobilnya itu refleks menginjak rem membuat Bagas yang duduk disampingnya hampir membenturkan kepalanya ke dashboard mobil.
"itu Raline?!" ujar Unna yang duduk di kursi ke belakang.
Tanpa diminta Geva langsung memencet fitur loadspeaker supaya semua orang di dalam mobil dapat mendengar suara cewek tersebut, tapi yang mereka dengar adalah suara tangis Raline, begitu menyakitkan sampai-sampai membuat mata Unna dan Geva berkaca-kaca.
"Raline, kita perlu tahu posisi lo dimana sekarang, lo harus tenang dulu, ok?" Bagas mengambil alih pembicaraan.
"gu-gue gak tahu ini dimana... hiks..."
"share lokasi, sayang..."
Raline kemudian segera mengirim lokasinya terkini, jari-jarinya berusaha mengenggam erat HP yang berada digenggamannya kini, mencoba melawan ketakutannya sembari terus berjalan, berharap bisa segera menemukan jalan beraspal.
"ini enggak jauh dari villa keluarga Olin, di sana ada hutan," ucap Geva begitu melihat lokasi yang dikirim oleh kekasihnya.
"Na, lo bisa kabarin bang Ruby sama yang lain?" ucap Geva dan langsung diangguki oleh Unna.
"lo turun, Gev, biar gue yang nyetir," putus Bagas setelah melihat betapa temannya itu tidak dalam kondisi baik untuk menyetir sekarang.
"enggak, gue—"
"Raline perlu lo buat nenanggin dia dan enggak mungkin lo nelepon dia sambil nyetir setelah lo hampir buat kita celaka tadi," sela Bagas.
Keduanya saling melempar tatap sampai membuat Unna berdecak kesal, cewek itu kemudian memukul pelan pipi Geva untuk menyadarkan cowok tersebut.
"Bagas, benar. Lo lagi enggak diposisi bisa nyetir sekarang, mending gantian!"
Tak perlu waktu lama untuk kedua cowok itu berganti posisi, Bagas segera menancapkan gas begitu selesai memasang seatbelt-nya.
"Raline, kamu lagi dimana sekarang? Lagi di jembatan?"
"i-iya..."
Geva menghela nafasnya lega, "kamu tinggal jalan lurus, mungkin enggak lama, sekitar lima belas menit, disana ada jalanan, yang penting kamu keluar dulu dari hutan, ok?"
Raline mengangguk kecil, menggunakan sisa tenaganya ia mencoba untuk berjalan sedikit lebih jauh lagi. Geva berulang kali menghela nafasnya kasar, begitu mengkhawatirkan sosok yang berada diseberang telepon saaat ini, ia mencoba, menahan dirinya untuk tak ikut panik, tidak menanyai Raline berbagai macam pertanyaan karena tak ingin cewek itu semakin ketakutan.
"kamu enggak papa, 'kan? I mean, enggak ada luka?"
"aku lapar."
Semua orang didalam mendengus kecil mendengar jawaban singkat Raline, mereka tahu cewek itu sedang mencoba sedikit mencairkan suasana.
"berta—"
"ITU DIA!!!"
"TANGKAP CEWEK ITU!!"
Tubuhnya menegang sesaat, ia segera membalik badan dan menemukan empat orang pria berbadan besar tengah berlari kearahnya, tak ingin ditangkap kembali Raline segera memacu kedua kakinya untuk kembali berlari.
Kemana pun itu asalkan tak tertangkap oleh mereka, sementara diseberang sana Geva, Unna, dan Bagas kembali panik karena mendengar suara teriakan nyaring tadi.
"Raline? Lin?" panggil Geva yang sayangnya tak mendapat respon selain suara-suara tak jelas.
"Bagas buruan!" Unna memukul beberapa kali pundak sang kekasih, kode untuknya menambah kecepatan mobilnya.
"akh!"
Akibat minimnya pencahayaan dan ia yang kurang memperhatikan jalan, salah satu kakinya tersangkut oleh akar-akar pohon besar, Raline jatuh tersungkur dan HP dalam genggamannya seketika terlepas. Cewek itu menoleh kebelakang, menemukan keempat pria itu yang masih mengejarnya.
Ia mencoba untuk bangkit tapi kakinya terasa sangat sakit, dengan sisa-sisa tenaganya ia mencoba untuk meraih HP yang terlempar tak jauh darinya. Padahal sebentar lagi, didepannya sudah ada jalanan, ia hanya perlu sedikit berlari untuk mencari mobil yang berlalu lalang.
"akh!!"
Raline menoleh dan menemukan salah satu pria kini sudah berdiri dihadapannya dan menginjak kakinya yang terkilir, ia mencoba menarik kakinya sendiri tapi tak mampu, air matanya kembali mengenang dipelupuk mata.
"Raline? Lin?"
Salah satu dari mereka berjalan kearah HP tersebut dan menginjaknya sampai hancur.
"Jangan! Jangan diinjak! Ja—akh!!"
Plak!!!
Rambut panjang itu ditarik dan sebuah gamparan keras melayang ke pipinya, air matanya jelas tak bisa lagi ditahan, Raline pikir ia sudah aman tapi ternyata salah, ketakutan kembali menyelimutinya. Apa Olin memang berniat membunuhnya?
"bawa dia!" ucap pria yang tadinya menginjak kaki Raline.
Salah satu dari mereka maju, hendak mengendongnya tapi Raline dengan cepat mengambil sebuah batu dan menghantamkannya dengan kuat ke kepala pria tersebut. Raline sadar ia tak memiliki cukup banyak waktu untuk melarikan diri.
Entah apa yang akan terjadi jika ia sampai tertangkap lagi, ketika pria dihadapannya maju, cewek itu melemparkan segenggam tanah yang ada ditangan kirinya kewajah pria tersebut. setidaknya untuk sekarang dua orang sudah ditumbangkan.
Mengabaikan rasa sakit dikakinya, Raline mencoba untuk berlari sekuat yang ia bisa, menghapus air mata yang membasahi wajahnya, hanya tinggal sedikit lagi. Jalanan yang sudah terlihat olehnya, sebuah cahaya tampak menyinari jalanan tersebut.
Raline semakin mempercepat larinya, lebih cepat ia sampai maka lebih aman dirinya, ia berdiri ditengah jalan sambil merentangkan kedua tangannya.
"tolong! Berhenti! Berhenti!"
Bukannya berhenti, mobil tersebut malah semakin menambah kecepatannya, lampu mobil tersebut semakin menyilaukan membuat Raline kesusahan untuk melihat siapa yang duduk dikursi kemudi.
Raline tak tahu apa yang terjadi, semua terlalu cepat untuk ia proses, dirasakannya tubuhnya menghantam bagian depan mobil tersebut sampai kaca depannya pecah, terguling di aspal beberapa kali. Raline dapat mencium bau darah yang keluar dari tubuhnya, disisa-sisa kesadarannya, ia melihat mobil yang baru saja menabraknya berhenti.
Pengelihatannya begitu kabur tapi ada sepasang kaki berjalan mendekat kearahnya, samar-samar pun ia mendengar beberapa langkah kaki lainnya keluar dari dalam hutan, itu pasti para preman tadi.
"bawa dia masuk ke dalam mobil!"
Kalimat itu yang didengarnya, Raline rasa ia sudah tak dapat menggerakkan tubuhnya lagi, mulai dari kepala hingga kaki, semua yang dirasakannya adalah rasa sakit bahkan untuk bernafas pun ia kesusahan. Membiarkan tubuhnya diangkat dan dibawa layaknya membawa karung beras. Ia ditaruh di kursi belakang, diapit oleh dua pria berbadan besar.
"lo kira bisa lepas gitu aja dari gue? Kalau gue bilang lo harus mati, maka lo bakal mati, Raline!"
TBC.
hehe~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Teen Fiction"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...