Kita remaja yang sedang dimabuk tugas
Ratna : enak banget Raline bolos lagi
Fany : iri? Bilang bos😎
Ruri : ppapale papapale💃
Delmora : cringe
Ago : ini masih pagi dan lo pada sudah ngegibah
Ruri : kan motto kita no gibah no life
Fany : Raline baru bolos dua hari doang pada galau, apa lagi si Ago, udah kayak kehabisan baterai
Delmora : yaiyalah, pujaan hatinya gk ada
Ratna : bicit. Mendingan lo pada cepat datang, gue mau nyontek tugas!
Raline : Fan, tugas sejarah gue jangan lupa lo kumpul ya
Fany : ok Raline sayang😘
Fany : jangan lupa besok bawa oleh-oleh ya
Ago : perasan Raline di dalam kota aja kok lo minta oleh-oleh?
Raline : tau nih, ngaco
Ratna : maksudnya oleh-oleh tuh suvenir dari pernikahan mama Raline :v
Ruri : oh iya, lumayan tuh suvenirnya cangkir sama kipas angin portebel kan?
Delmora : nikahan orkay emang berbeda
Ago : gue nikah nanti suvenirnya dolar
Fany : nikah sama siapa lo?
Ruri : menghayal memang bagus, Go. Tapi jangan ketinggian
Ratna : jatuhnya sakit loh🙈
Raline baru saja ingin mengetik balasan dari teman-temannya, tetapi suara ketukan dari pintu kamarnya membuat cewek itu mengurungkan niat. Ia memasukkan HP-nya ke dalam tas kecil dan segera beranjak keluar kamar.
"sepagi ini mau ke mana coba?"
Ini masih jam setengah tujuh, belum banyak tempat yang buka sepagi ini. Dan kakaknya ini malah mengajak Raline pergi di jam sepagi ini.
"pertama kita cari makan dulu, tadi abang sudah bilang ke bibi supaya beresin rumah sama masak makan malam aja."
"gue mau makan bubur."
Ruby menatap adiknya kaget, Raline yang di tatap seperti itu pun hanya bisa melayangkan tatapan bertanya. Apa ada yang salah dari ucapannya? Tapi apa? Dia cuman menjawab jika ia ingin makan bubur.
"kenapa sih? Kayak ngelihat setan aja."
"gue enggak nyangka kalau adek gue termasuk jajaran cewek langka."
"apaan sih."
"serius, abang biasa ajak makan Olivia di luar dia jawabnya terserah mulu. Lo tuh cewek langka!"
Raline memutar kedua bola matanya malas. "mana ada orang jual ayam geprek sepagi ini!" sungut cewek tersebut.
Keduanya memutuskan untuk makan bubur yang berada tak jauh di depan komplek rumah mereka, selesai makan Ruby mengajak Raline untuk berhenti di sebuah toko bunga yang kebetulan sudah buka.
"beli buat siapa?" tanya Raline penasaran, ia menatap sekeliling toko tersebut yang penuh dengan bunga-bunga indah.
Raline tak begitu tertarik sebenarnya dengan bunga, ia pun hanya tau beberapa nama saja. Tangannya lalu terjulur untuk mengambil setangkai bunga lili.
"mau itu?" tanya Ruby yang kini sudah berada di sebelah adiknya setelah menyelesaikan pesanannya.
"enggak." Raline menaruh kembali bunga tersebut ke tempatnya.
Tak lama penjual memanggil nama Ruby karena pesanan buket bunganya sudah selesai di buat, setelah membayar pria tersebut lalu mengajak Raline untuk pergi.
"baby's breath?" Raline menatap buket bunga yang kini berada di kursi belakang.
Mata cewek itu menyipit curiga. "itu bunga kesukaan papa." Gumam Raline.
Ruby tersenyum lebar mendengarnya. "iya, sebelum papa meninggal papa suka banget pelihara bunga itu. Pekarangan rumah pun penuh sama bunga itu doang."
Keduanya sama-sama terkekeh kecil, mereka ingat dulu suka sekali mencabuti bunga tersebut membuat sang papa marah dan berakhir dengan menghukum kedua anak nakalnya dengan menanam bunga itu kembali.
***
Terakhir kali Raline mengunjungi sang papa mungkin akhir tahun kemarin, ia memang jarang berkunjung kemari karena ujung-ujungnya Raline pasti akan menangis keras di hadapan sang papa.
Ia tak mau terlihat lemah di hadapan pria tersebut, tak mau sang papa sedih di atas sana karena harus melihatnya menangis menyedihkan di kuburannya.
Walaupun begitu kuburan William tetaplah terjaga, terlihat rapi dan enak di pandang. Itu semua atas permintaan Lucia agar tukang kubur di sini minimal membersihkan kuburannya seminggu sekali.
"menurut lo papa bangga ngelihat kita dari atas sana?"
Ruby menoleh ke arah adiknya, ia lalu menatap batu nisan papanya lagi. "pasti banggalah. Punya anak ganteng sama cantik, terus pintar lagi." Hibur sang kakak.
Cewek itu menundukkan kepalanya, padahal baru beberapa menit duduk di sini tapi ia sudah ingin menangis rasanya. Kehilangan orang tua sejak masih kecil merupakan hal yang mengerikan untuk anak-anak.
Mereka terpaksa mendapatkan kasih sayang yang tak seimbang, merasa iri jika melihat anak lain bersama orang tua mereka yang masih lengkap.
Ruby mengusap bahu adiknya pelan, matanya jadi ikut memanas juga. Ia tidak boleh menangis juga.
"papa selalu sayang sama kita, dari dulu bahkan sampai ajal menjemput pun papa selalu sayang sama kita. Bagi papa enggak ada yang lebih penting dari kehidupan kita berdua di dunia ini."
Pria itu tak berbohong ketika mengatakan hal tersebut, William memang sangat mencintai kedua anaknya, rela melakukan apa pun agar putra dan putrinya dapat hidup dengan nyaman. Mereka bertiga memang memiliki hubungan yang erat sejak dulu.
Berbeda dengan sang mama, Lucy. Wanita itu jarang ada di rumah, ia pulang ketika mereka sudah tertidur nyenyak dan berangkat ketika mereka belum bangun.
Ruby mengusap bahu Raline, mengajak cewek itu untuk segera bangkit berdiri dari tatapan matanya. Sebelum benar-benar pergi keduanya menatap makam sang papa dengan senyum manis di bibir mereka.
"kami pergi dulu ya, pa. Nanti mampir lagi." Pamit Ruby. Ia merangkul bahu sang adik sambil berjalan meninggalkan area pemakaman.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Tienerfictie"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...