"enggak diangkat sama Olin."
Raymond menghela nafasnya berat, sementara Ruby kini sudah benar-benar diambang batasnya, ia lalu menatap tajam kedua perempuan yang kini duduk dihadapannya, mereka teman-teman Olin. Bita dan Zia.
Ditengah kekalutannya mencari sang adik, Raymond tiba-tiba saja meneleponnya dan mengatakan jika ia mengetahui informasi tentang sang adik. Ia datang kekediaman keluarga Theodore dan mendengarkan kesaksian dari kedua cewek yang masih mengenakan seragam SMA dihadapannya tersebut.
Ruby begitu marah saat mengetahui siapa dalang yang membuat Raline menghilang sekarang, pria itu bahkan hampir saja beranjak dan memukuli Raymond jika tidak ditahan oleh sang istri.
"bisa-bisanya anak anda melakukan ini." Ruby menatap pria yang lebih tua sangat tajam, ia tak lagi mempedulikan yang namanya tata krama.
Raymond bahkan tak bisa mengangkat kepalanya sekarang, pria itu sangat malu dengan sikap Olin. Sementara Lucy memilih untuk tak bergabung dengan mereka dan mengurung diri didalam kamar.
"saya tidak menyalahkan perbuatan kalian pun tidak membenarkannya." Ruby bangkit berdiri dan menatao dingin Raymond, "love is love," sambungnya.
"jika sesuatu yang buruk terjadi pada adik saya, maka tidak akan ada kata ampun untuk anak anda."
Ucap Ruby lalu pergi meninggalkan rumah tersebut disertai dengan Olivia yang melangkah dibelakangnya. Dari lantai dua rumah tersebut, Lucy menatap nanar kepergian sang anak sulung. Tak bisa dipungkiri jika ia juga mengkhawatirkan Raline sekarang, mengingat betapa gilanya Olin.
***
Raline meneguk salivanya, kerongkongannya begitu kering sekarang, sekujur tubuhnya terasa sakit ditambah lagi tempat ini sangat pengap dan penuh dengan bau kayu terbakar membuatnya begitu sulit untuk bernafas. Olin pergi beberapa saat lalu, entah kemana dan saat ia terbangun yang Raline lihat hanyalah Raka.
Cowok itu duduk didepan perapian sambil memegangi sebotol bir, menatap kosong kearah api yang menyala. Entah apa yang dipikirkannya, sikap Rafa berubah semenjak Raline terbangun.
"sama aja," gumam Rafa setelah sekian lama ia berdiam diri.
Raline sedikit tersentak kaget mendengar ucapan cowok tersebut, ia tadinya sedang fokus menlonggarkan ikatan ditangannya. Ia melihat kearah Raka beberapa saat, tak ada lagi pergerakan dari cowok tersebut membuat Raline melanjutkan kembali aktivitasnya.
Tapi lagi-lagi ia tersentak kaget ketika Raka berdiri dan menendang keras tong perapian tersebut, melihat Raka yang mengamuk seperti itu membuat Raline kembali takut. Ia mencoba untuk mengabaikan Raka yang sekarang sibuk menendang, melempar bahkan meninju dinding beton.
"GARA-GARA LO!" Raka menunjuk Raline, ia berjalan kearah cewek tersebut dan mencengkeram kuat rahangnya.
"ini semua karena lo! Olin jadi marah ke gue karena lo! PUAS LO SEKARANG, HUH?!"
Kedua mata Raline mulai berkaca-kaca, ia lelah, kepalanya pusing. Raline ingin pulang, ia ingin berbaring diatas kasurnya, menonton drama atau series netflixnya bersama Geva, Raline ingin memasak kue bersama Olivia, bermain di halaman belakang saat sore bersama Liam dan makan malam bersama dengan keluarganya.
Makan malam bersama, ia sudah lama tak merasakan kehangatan rumah, disaat baru merasakannya dan kini Raline sudah mendapatkan nasib sial. Kenapa harus dia yang mendapatkan kesialan ini? Kenapa Olin harus membencinya sebegitu besar padahal mereka berada dinasib yang sama? Mereka korban keegoisan orang tua mereka, mereka sama-sama kehilangan orang yang begitu mereka cintai.
"salahin aja terus..." lirih cewek tersebut.
"lo jatuh cinta sama orang yang salah, lo berkorban buat orang yang salah, padahal itu kehendak lo, padahal lo sendiri yang milih itu, sekarang lo nyalahin gue?" Raline mendongak dan menatap Raka dengan tatapan lelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Teen Fiction"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...