Paginya suasana meja makan terlihat sangat ramai, apalagi Olin yang terlihat sangat senang pagi ini. Cewek itu berhasil mendapatkan perannya sebagai swan, entah berapa juta yang keluar untuk Lucy membujuk para pelatih itu mengganti Delina dengan sang anak tirinya.
Tapi keceriaan itu hanya dirasakan oleh Olin dan orang tua mereka saja, sementara Raline dan Owen hanya diam mendengarkan sambil fokus memakan sarapan mereka. Baik Raymond maupun Lucy tidak ada yang menyadari raut wajah suram anak-anak mereka yang lain.
"aku selesai," ucap Raline, ia mendorong piringnya dan meneguk habis air putihnya.
"aku juga," ucap Owen lalu mengambil tas sekolahnya.
Raymond tersenyum tipis, "gimana kalau nanti Raline sama Owen makan malam diluar sama papa?" usul pria itu.
Ia jelas tahu kesalahannya ada dimana dan sekarang sedang berusaha memperbaiki hubungannya dengan anak-anak.
"kenapa enggak makan malam keluarga diluar aja?" usul Olin seraya tersenyum lebar.
"enggak bisa, dong. Mama, 'kan, sudah bilang kalau jadwal latihan kamu bakal dipadatin." Lucy menuangkan air putih kembali ke gelas Olin, "ingat, kamu tampil tiga bulan lagi," ujar wanita itu memberi pengertian.
"enggak bisa." Raline menjawab dengan cepat, ia menatap kearah papa tirinya tersebut, "aku ada les hari ini," ujar cewek tersebut lalu segera pergi.
"Owen juga."
Keduanya lalu segera keluar dari rumah, Raline bersiap menaiki sepeda motornya sementara Owen masih menggunakan sepeda, jarak sekolah dan rumahnya tak terlalu jauh sehingga anak laki-laki itu menolak untuk diantar kesekolah biasanya.
"hati-hati dijalan," ujar Raline.
Owen mengangguk kecil sambil memasang helmnya, "kakak juga."
***
"grup pojok suram banget, ya?" ujar Selina sang sekretaris IPA 1.
Bulan yang pagi itu sedang sibuk menghitung uang kas pun ikut menoleh kearah pojok kelas, dimana Geva, Okta dan Bagas sedang duduk dengan wajah suram mereka. Jika biasa setiap pagi Okta akan sibuk bernyanyi-nyanyi tak jelas dikelas, Bagas yang datang ke kelas mereka untuk membucin dengan Unna dan Geva yang sibuk bermain game.
Pagi ini ketiganya terlihat duduk diam saja, bahkan ketika Bulan menagih uang kas pun Okta tak banyak alasan seperti biasanya. Benar-benar aneh melihat ketiga cowok itu diam seperti itu dipojokan.
"itu mereka enggak ketempelan hantu kelas, 'kan?" tanya Bulan memastikan.
Selina tertawa mendengar itu, "mana mungkin. Yang ada mereka yang nempelin hantunya," jawab cewek itu ngawur.
"ini karma gue kali, ya? Kemarin ngejek-ngejek lo berdua dan sekarang gue sama Raline balik berantem lagi," ujar Geva lesu.
Okta melirik kearah sahabatnya itu, "lo mah emang enggak ditakdirkan bahagia kali," ucap cowok itu lugas.
Bagas segera menahan tangan Geva yang ingin memukul Okta dengan bukunya, jika mereka berkelahi sekarang tidak ada yang mau melerai. Dan Bagas yang bisa melerei mereka tidak memiliki tenaga untuk memisahkan mereka berdua nanti.
"kenapa sih lagi lo?" pada akhirnya Bagas bertanya karena bias ajika tidak Raline yang menjadi tempat curhat, Bagas juga dijadikan tempat curhat buat Geva.
"ya, kayak yang gue ceritain di grub, gue enggak tahu mama ngomong apa sama Raline, tapi kelihatan banget kalau dia sakit hati sama ucapan mama."
Okta mengangguk kecil, sejenak ia melupakan dahulu masalahnya dengan Ratna, "berhubungan sama Olin pastinya, sih. Tahu sendiri nyokap lo terobsesi buat bikin lo sama Olin langgeng terus."
![](https://img.wattpad.com/cover/258375315-288-k844418.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Teen Fiction"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...