Karena perkelahian Ago dan Geva tadi siang, membuat satu sekolah kembali bergosip tentang Raline yang menjadi sumber masalah kedua cowok itu bisa saling adu tinju. Ago dan Ruri sendiri baru kembali ke kelas saat pelajaran terakhir selesai, mereka ditugaskan untuk membersihkan toilet kelas dua sementara Geva dan Okta ditugaskan untuk menyapu halaman belakang sekolah.
"si tukang caper, nih," ujar Olin ketika melihat saudara tirinya itu baru saja keluar dari ruang guru sendirian.
"gimana? Enak gak direbutin dua cowok? Duh, caper banget, ya, lo?"
Raline mengabaikan cewek tersebut, berjalan kearah kelasnya karena sebentar lagi bel pulang akan berbunyi, tapi bukan Olin namanya jika tidak menganggu hari Raline.
Yang lebih tua beberapa bulan itu mendorong bahu Raline, cukup keras sampai ia terjatuh keatas lantai, "kena mental, ya, habis bicara sama tante Shakira kemarin?" cewek itu berjongkok dihadapan Raline.
Olin lalu menarik dasi saudara tirinya itu, "makanya, jangan sok jago didepan gue, lo enggak tahu aja, 'kan, gue bisa ngapain lo?" bisiknya seraya menarik keatas dasi Raline, membuat cewek itu susah bernafas.
Tak ingin kalah, Raline pun menarik balik dasi Olin sampai cewek itu terjatuh kedepan, jika tangannya tak menumpu di lantai, mungkin sekarang Olin sudah jatuh kehadapan Raline. Wajah keduanya saling berdekatan dan Raline menatap tajam cewek didepannya.
"ketar-ketir, ya, lo? Makanya sampai buat tante Shakira turun tangan?" ucap Raline yang semakin memperkuat tarikan dasinya, melarang Olin untuk menarik diri dari cengkeramannya.
"lo bisa ambil semua orang disekitar gue, tapi enggak dengan harga diri gue!"
Cengkeraman Olin pada dasi Raline terlepas, kali ini giliran dirinya yang merasa sesak, Raline tak main-main mencekik dirinya.
"lo itu cuman pengecut," ucap Raline tepat didepan wajahnya, "semua orang bakal benci sama lo nantinya, derajat lo bakal rendah dari sampah!"
Raline mendorong tubuh Olin dan bangkit berdiri, menatap dingin kearah cewek yang kini tengah sibuk menarik nafasnya.
"itu karma buat lo suatu saat nanti, Lin. Dan disaat itu terjadi... lo enggak punya siapa pun disisi lo."
Setelah itu Raline berbalik meninggalkan Olin. Tidak, Raline tidak ingin mengotori tangannya lebih jauh lagi untuk mengurusi Olin, jika Olin bisa menjadi gila karena miliknya diambil, mungkin Raline juga akan menjadi gila seperti dirinya juga.
***
Bel pulang berbunyi, Geva yang sedari tadi sudah menunggu Raline ditangga bawah. Mengabaikan setiap tatapan dan bisikan orang-orang yang mereka lewati, satu hal yang terpintas di kepala Geva sekarang adalah meluruskan segala masalah mereka dimasa lalu maupun masa kini.
Geva membawanya ke rooftop, mengunci pintu supaya tak ada yang menganggu pembicaraan mereka. Saat ia berbalik, Geva sudah menemukan Raline berdiri dipinggir pagar pembatas beton dan menatap ke bawah.
"kita perlu bicara, mungkin sudah enggak ada yang perlu lo bicarain, tapi gue ada, Lin," ucap Geva dari belakang punggung sempit cewek tersebut.
Geva mencoba mengatur nafasnya yang berantakan, "waktu prompt night, gue sama sekali enggak expect kalau Olin bakal ngelakuin itu, niatnya gue cuman mau selesain masalah, gue mau dia berhenti nyebar rumor enggak enak soal lo, gue enggak mau nama lo jadi makin tercoreng."
"iya tahu gue salah, harusnya gue lakuin itu dari awal, gue harusnya lindungin lo. Tapi gue masih terlalu buta waktu itu, Lin, gue serius sama omongan buat ngajak lo balikan, gue mau perbaiki semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Fiksi Remaja"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...