EX! -chapter 53-

460 10 1
                                    

Tak ada yang Olin lakukan selain diam di ruangan sempit berukuran 2x3 itu, ia hanya duduk dipojok ruangan, menekuk kedua kakinya, melipat tangannya dan menenggelamkan kepalanya dibalik lipatan tangan. Olin jelas masih shock dengan perkataan Raline tadi.

Tanpa sadar Olin terus menangis dari tadi, dimulai dari tangisan tenang sampai sekujur tubuhnya bergetar. Olin sekuat tenaga menahan isak tangis keluar dari mulutnya, cewek itu mengigit bibirnya dengan keras dan mencakar lengannya sendiri, tenggorokannya mulai terasa sakit karena menahan suara tangisannya.

"gak, Raka gak harusnya mati!"

"kenapa Raka?"

"kenapa dunia harus sekejam ini sama gue?"

"ke—"

"karena lo kurang bersyukur."

Olin menoleh ke samping kirinya, dimana terdapat sebuah cermin bulat kecil yang kini tepat menghadap ke arahnya. Di sana ia melihat wajahnya sendiri, tapi bukan wajah penuh tangisnya yang ia lihat, melainkan wajahnya yang biasa, dengan tatapan yang datar, tanpa senyum dan tatapan mata yang mengarah lurus padanya.

Tubuh Olin lantas tersentak kaget, ia memegangi wajahnya sendiri yang sayangnya bayangan cermin tersebut tak mengikuti gerakannya, melainkan bayangan tersebut malah tersenyum kepada Olin.

"lo yang buat keadaan jadi rumit, lo yang batu dan gak mau berdamai sama diri sendiri. Sekarang lo nyalahin dunia? Lo yang egois, lo sadar seharusnya lo gak ngelakuin itu."

"kapan lo mau nerima kenyataan? Kenyataan bahwa sekarang dunia gak berputar disekitar lo, kenyataan bahwa sekarang semua mimpi lo hancur. Lo gak bisa nyalahin siapa pun selain diri lo, padahal sudah berulang kalo lo bilang mau berdamai sama masa lalu!"

Tatapan bayangan di dalam cermin itu menajam, Olin merasa oksigen di dalam ruangan menjadi semakin menipis, ia tak dapat menatap ke arah lain selain bayangan tersebut. air matanya terus terusan turun membasahi wajahnya.

"sekali lagi, bukan dunia yang kejam. tapi lo yang menolak sadar!"

Tatapan itu melunak, "banyak yang sayang sama lo, Lin. mereka bersedia buat terus dampingi lo, lo cuman kurang berkaca. Kedepannya, gue harap lo bisa lebih bersyukur dan berdamai dengan masa lalu."

Bayangan tersebut kemudian perlahan-lahan menghilang, tangisnya bukan berhenti, Olin malah semakin menangis dengan kencang, disertai dengan teriakan dan raungan penuh kesakitan. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, ia berkali-kali memukul, mencakar bahkan berteriak sampai rasanya pita suaranya hampir putus.

Tapi perasaan mengganjal itu tak kunjung hilang, belum reda rasa sakit di dadanya, kini otaknya pun terasa penuh dengan kata-kata dari bayangannya sendiri. Beberapa penjaga yang mendengar keributan dari kamar Olin lantas dengan segera mencoba menenangkan cewek tersebut.

Bak orang kerasukan, Olin sangat sulit sekali ditenangkan, cewek mulai memukul-mukul tubuhnya sendiri, terkadang dada dan terkadang kepalanya. Wajahnya begitu kacau, basah oleh air mata. Tak tahan dengan keadaan seperti ini, seorang penjaga memanggilkan perawat dan menyuntikkan Olin obat tidur tepat di leher cewek tersebut.

Hanya perlu waktu beberapa detik sampai akhirnya tubuh Olin menjadi lemah, cewek itu terjatuh ke atas lantai, matanya perlahan menjadi semakin berat sampai akhirnya tertutup rapat.

"How come you never fell for me?"

"I never thought that I could love you."

"even though I'm always there for you?"

"that's not enough, Raka."

***

Cinta itu sederhana. Itu yang Raline pikirkan dulu, hanya perlu bersama dengan orang yang kita sukai, mencurahkan semua yang kita rasakan, dan selalu bersama dengan mereka. Raline tak pernah berpikir jika kehidupan percintaannya bisa jadi serumit ini, sampai akhirnya mereka berada di titik ini.

EX! vers.2 [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang