*POV Roseanne
Roseanne Austine. Itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku tepat Ketika aku lahir kedunia ini. Aku adalah putri sekaligus anak bungsu dari kediaman dukedom Austine dari kerajaan Levant.
Dukedom Austine adalah satu dari dua dukedom yang ada di kerajaan Levant selain dukedom Arche. Ayahku sendiri yang bernama Morris Austine adalah duke yang dikenal baik hati dan ramah kepada setiap orang, berbanding terbalik dengan kepala keluarga dukedom Arche yang katanya tegas dan dingin.
Aku juga memiliki seorang kakak laki bernama Clinton Austine. Sedari dulu keluarga kami terlihat bahagia dengan masing-masing anggota keluarga memiliki rasa kasih sayang serta kekeluargaan yang tinggi untuk satu sama lain. Namun yang tidak mereka ketahui, keluarga ini dibangun atas dasar supremasi pria dimana anggota keluarga wanita nya hanyalah 'alat' yang mereka gunakan untuk kepentingan mereka.
Saat aku berumur 5 tahun, aku mulai menemukan suatu kegiatan yang ku suka yaitu berkuda. Memang benar bagi seorang wanita berkuda adalah hal yang tabu dan terlalu aneh untuk dilakukan. Bagaimanapun seorang wanita harusnya lebih suka merias diri mereka atau menjahit dan melukis, intinya seorang wanita harus selalu menggambarkan keindahan, kehalusan, dan kelembutan.
"Papa, aku ingin belajar berkuda!" pintaku pada ayah dengan polosnya saat aku masih berumur 5 tahun.
"APA!" Untuk pertama kalinya ayahku membentakku dengan kencang seperti itu. "Tidak ada wanita di kerajaan ini yang berkuda, dan itu termasuk kau Roseanne," ujarnya.
"Tapi aku ingin berlatih berkuda papa," pintaku memohon dengan nada sedih.
"Tidak! Besok jadwal etika, melukis, dan menjahitmu akan dimulai. Jadi bersiaplah dan jangan membantah omongan seorang laki-laki!" titah ayah yang hanya bisa ku iyakan. Bagaimanapun saat itu aku baru berumur 5 tahun.
Setelah gagal meminta berlatih berkuda pada ayah, aku kembali ke kamarku untuk tidur sebab jam juga sudah menunjukkan pukul 1 siang dimana ini adalah jadwalku untuk tidur siang.
Mengenai jam latihan dan belajarku itu, ah itu memang hal yang sudah diatur oleh ayahku agar aku bisa menjadi wanita yang berbudi saat dewasa nanti. Yang tidak aku ketahui pada saat itu adalah gadis bangsawan lain baru memulai pelatihan kebangsawanan mereka pada umur 10 tahun, yang berarti aku memulainya 5 tahun lebih dulu. Namun aku tidak menolak, ah mungkin lebih tepatnya tidak bisa menolak perintah ayahku.
Singkat cerita, ayahku mendengar kabar bahwa grand duke mencari seorang anak bangsawan untuk dijadikan teman bermain dari cucunya yang baru kehilangan kedua orang tuanya, yaitu Leon Granbell. Dengan cepat ayahku langsung mendatangi grand duke untuk meminta izin agar aku bisa menjadi teman bermainnya dan yang pasti disetujui oleh grand duke itu sendiri mengingat reputasi keluargaku.
Awalnya aku menolak dengan alasan aku takut dan ibuku juga membela ku dan mengatakan bahwa aku terlalu kecil untuk bisa menjadi teman bermain Leon yang umurnya 3 tahun lebih tua dariku. Dan lagi, dia adalah seorang laki-laki sedangkan aku perempuan. Bukankah akan lebih menyenangkan bermain dengan teman se jenis mu?
Namun setelah membujukku dengan berbagai cara akhirnya aku menerimanya asalkan aku bisa berlatih kuda dan ia menyetujuinya. Sebenarnya ayah juga sudah sering membentakku agar aku mengikuti perkataannya, namun aku yang masih kecil saat itu tentu saja tetap menolak sambil menangis keras. Memang akhir-akhir ini ayah sering memarahiku jika aku melakukan kesalahan seperti berlarian di sekitar kastil ataupun tertawa terbahak-bahak. Dia berkata bahwa seorang gadis tidak boleh seperti itu.
.
Hari ini adalah hari pertemuan pertamaku dengan Leon. Jujur saja ia cukup tampan di umurnya yang bahkan belum menginjak 10 tahun. Pertemuan pertama kami terkesan benar-benar canggung sebab tidak ada diantara kita yang bisa memulai percakapan lebih dulu, hingga semakin lama kita semakin akrab sebab baik aku dan Leon sama-sama menyukai berkuda.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEARTLESS ANTAGONIST
Fantasy"Lagipula, gadis sepertimu...." "Benar-benar membuatku muak," seraya mengucapkan kata terakhir tersebut ia langung mengayunkan pedangnya kearah si gadis yang sudah terlihat tidak memiliki hasrat untuk hidup. Slashhh... Dengan sekali tebasan, kepala...