29. Jadi Abang

477 49 0
                                    

Tangisan Ciara kian mereda, sedari tadi Jio hanya mengelus-elus tubuhnya pelan. Dia enggan mengeluarkan suara, sampai akhirnya ia menemukan bangku panjang ditepi jalan yang sepi.

Masa bodo dengan futsal, lagi pula sekarang sudah ada 2 pemain cadangan. Jadi semenjak Jio sering latihan LCC temannya inisiatif nyeleksi anak dikelas yang jago futsalnya.

Jio kemudian menurunkan Ciara dibangku panjang tersebut. Berniat untuk sekedar istirahat dan memperhatikan wajah imu adiknya. Ternyata menggendong Ciara sedikit berat ya.

Ciara akhirnya membuka mulut, ia mulai berbicara ke Abangnya.

"Abang kenapa ga pernah ke rumah? Kenapa selalu Kakak sama Abang kembar aja yang kerumah? Emang Cia jahat ya makanya Abang gak pernah mau kerumah?"

Deretan pertanyaan pun keluar dari mulut bocah 3 tahun begitu saja dengan sedikit tetesan air mata. Jio hanya memandangi wajah adiknya dengan tatapan iba dan bersalah. Rasa bersalah mulai menghinggapi tubuh Jio.

Tatapan itu ia ubah jadi senyuman indah nan menenangkan ciri khasnya, dan tangan besar itu mulai berjalan merapihkan rambut adiknya.

Mata Ciara hanya mengikuti kemana perginya tangan Jio, ini pertama kali baginya berinteraksi dengan Jio. Ia mulai mendapatkan ingatan tentang orang-orang ketika usia dua tahun. Ia pun mengetahui Jio sebagai Abangnya sebab diberi tahu oleh kedua orang tuanya.

Namun sayang, sang Abang sepertinya membencinya, bahkan di usia 3 tahun ini ia terus mengingat Jio sebagai Abang yang tidak menyayanginya. Malah sebaliknya, ia—selalu menunggu kedatangan Jio.

Jio pun memeluk adiknya yang berdiri di kursi, tinggi mereka menjadi sejajar. Ia usap rambut adik nya perlahan.

Pelukan tersebut membuat Ciara hangat, rasa yang ingin ia rasakan sejak ia mengenali Abangnya selama ini terbalaskan.

Ketika memeluk adiknya justru Jio merasa seluruh dosa kejahatan yang pernah ia pikirkan tentang Adiknya malah semkin bertambah banyak. Sungguh tolol pikirannya dulu. Selalu berperingkat dikelas namun tidak berperingkat di bidang kemanusiaan.

Hey bukan kah dia hanyalah anak kecil dengan hati yang selembut kapas? Kenapa dia Pernah berdoa agar anak itu mati saja ketika lahir.

Sekarang Jio sedang merasakan jadi pria terberengsek di dunia.

"Cia maafin Abang ya gak pernah main kerumah. Bukan, bukan karna Cia nakal. Cia anak baik! Cuma—Abang belakangan ini lagi sibuk aja. Abang janji kapan-kapan main kerumah Cia."

Sungguh ia terpaksa berbohong karna jika berkata yang sebenarnya mental kecil batita dihadapannya ini akan rusak.

Omongan ia akan kerumah Ciara tentu ia janji, perihal bertemu ibu tiri yang ia benci urusan belakangan. Sekarang Jio harus menebus kesalahan-kesalahan yang ia perbuat selama ini.

"Janji ya Abang?" Ciara pun menghadapkan tubuhnya ke Jio dengan jari kelingking yang ia berikan.

Jio tersenyum gemas kemudian ia eratkan jari kelingking nya ke jari mungil Ciara.

"Janji!"

Ia cubit pipi Ciara, gemas sekali rasanya.

Jio mengeluarkan permen yang ia bawa tadi, kemudian ia berikan ke adiknya tersebut.

Ciara senang bukan main, ia suka permen. Lalu bibir mungil itu melayang dan mendarat di pipi Abang nya.

"Aku sayang Abang," Ucap nya singkat kemudian mengemut permen dan melemparkan tatapan manis ke Jio.

Jantung Jio berdegup kencang ketika dicium, sungguh ia senang bukan main. Senang karna—adiknya sepertinya sangat menyayanginya.

Ia pun melebarkan tangan lagi dan menggendong Ciara sampai ke tempat futsal.

J Sibling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang