Suasana siang hari sedang mencapai titik terpanasnya, selain udara yang panas Jia juga merasakan panas diseluruh tubuhnya, bukan karna sakit melainkan karna emosi.
Dia memutuskan untuk membeli minuman bersoda dan meminumnya seperti yang di iklan. Tiba-tiba ia merasakan kram diperutnya, dia ingat dia belum sarapan, perutnya pasti sedikit kaget.
Ia meneguk minuman tersebut hingga tetes terakhir dengan cepat, ia masih kesal dengan Jaki, nambah-nambahin beban ppikiran aja kenapa sih.
Motor kembali ia nyalakan, kemudian ia menjalankan dengan kecepatan penuh, dia mengambil jalan mana saja yang penting tidak kerumah, tidak kembali ke kampus juga karna dia bisa membawa emosi buruk ke temannya.
Ia memilih untuk berjalan-jalan saja. Melampiaskan emosinya sejak sebulan ini. Sebulan yang menyebalkan, dia hampir tidak pernah bahagia belakangan ini.
Kepalanya pusing memikirkan hal-hal yang tak seharusnya, dijalanan ia tidak memperhatikan rambu lalu lintas ataupun kendaraan disekitarnya. Yang dipikirkan hanya pikiran liarnya sendiri.
Itulah kenapa Jeffrey selalu menemani bocah ini ketika mencari adiknya, karna Jeffrey melihat Jia seperti orang yang sedang pusing ditagih pinjol.
Lampu merah ia lewati begitu saja karna ia—tidak melihatnya, ia menerobos begitu saja sampai ia mendengar suara sirine dari motor polisi dan mengikutinya dengan cepat. Ia semakin mengebut dan membelokan ke arah yang salah, ini jalan satu arah yang sangat panjang, polisi itu saja sampai tidak ingin mengejar Jia lagi.
Jia membahayakan dirinya sendiri sebenarnya, ia tidak memakai helm dan mengebut pula. Ia tidak tau harus kemana sekarang, ia sudah keluar dari jalanan satu arah namun ia tidak tahu ini dimana, semuanya terasa—sangat asing.
Dijalanan ia hanya melampiaskan kemarahannya.
"Shhh." Perut itu keram lagi, dia terakhir terkena penyakit maag sepertinya sekitar kelas 8 SMP, ah sayang sekali sepertinya penyakit itu rindu pada dirinya.
Akhirnya ia memutuskan untuk memberhentikan motornya didepan warteg yang terlihat sangat ramai, mungkin makanannya enak pikirnya.
Ia masuk dan melihat cukup ramai orang, namun mereka sepertinya saling kenal karna mereka sedang berbicara bersama.
Ia menunjuk ayam goreng dan bakwan untuk ia makan, kemudian ia duduk dan melihat jam diponselnya.
"Gila! Masa gue hampir tiga jam dijalan?" Sembari melongo tak percaya, karna dia pikir hanya setengah jam. Mungkin semua terasa sebentar ketika melakukan hal dengan emosi.
Mukanya pasti sudah penuh dengan polusi udara, ah pulang-pulang ia harus maskeran dan melakukan treatment wajah.
"Bu, cuci tangan dimana ya?"
"Didepan neng, terus ke sebelah kanan." Jia mengangguk dan berdiri untuk kedepan.
Beberapa orang melihat kearahnya ketika ia melewati orang tersebut, ia sontak membuat kontak mata sebentar dan mengamati, penampilan mereka mirip anak jalanan atau preman.
Ia mencuci tangan lalu mencuci mukanya juga dengan air agar menghilangkan debu-debu dari jalanan, namun ketika ia mengeringkan wajahnya dengan tangannya sendiri Ia melihat sesuatu diseberang.
Ia melihat—
"Jaka?" Tanyanya pada diri sendiri yang masih belum percaya dengan apa yang ia lihat.
Ia mengucek-ucek matanya bebrapa kali untuk memastikan bahwa itu Jaka. Ia memicingkan matanya, masih tak bisa menerima kenyataan apa yang ia lihat.
Seharusnya ia senang bisa melihat adiknya ternyata masih hidup. Tapi perasaan ini berubah menjadi kekecewaan.
Jaka mabuk, ia bisa melihat tangan kanannya memegang minuman beralkohol, diatas paha Jaka juga diduduki oleh perempuan penampilan sangat terbuka.
Dan mereka—berciuman...
Jia menganga tak percaya, rahangnya menegang, matanya bergetar dan berlinangan air mata, hatinya sakit melihatnya, kakinya juga mulai lemas.
Ditambah adegan selanjutnya cewek itu memberikan rokok dari mulutnya ke mulut Jaka.
Itu bukan Jaka!
Pertama Jaka tak merokok apalagi minum minuman beralkohol, dan dia—tidak mungkin berciuman dengan wanita seperti itu kan? Jelas mantannya tidak ada yang berpenampilan dan seliar anak itu. Perempuan itu bertato di lengan, paha, serta lehernya, dengan banyak tindikan di telinga.
Entahlah Jaka pernah melakukan hal yang diatas sebelumnya atau memang tidak pernah, namun Jia bisa melihat tingkah lakunya aneh.
Mereka tinggal bersama setiap harinya selama bertahun-tahun. Jelas itu bukan Jaka yang dirumah, mungkin Jaka memang suka bandel terkadang seperti mengikuti balap motor liar, atau tawuran sekolah, namun hanya sebatas itu. Tidak seperti sekarang... bahkan raut wajahnya aneh.
Setetes air mata kecewa mengalir begitu saja di pipi Jia. Kenapa dia harus kabur dari rumah dan pergi ke tempat aneh kaya gini sih. Jadi selama satu bulan dia disini? Selama itu juga mungkin dia merokok, mabuk, dan berpacaran dengan cewek itu.
Bagaimana kalau dia narkoba juga? Atau bersetubuh dengan cewek itu?
Itu pergaulan yang tidak baik, Jia tidak sok tahu tapi dia bis amelihat dengan mata kepalanya sendiri.
Badannya bergetar ketakutan, dadanya sesak menahan tangis. Ia masuk kembali ke warteg dan memberikan uang dan langsung pergi meninggalkan area itu, lagi-lagi ia tidak makan.
Ia memilih pulang, ia ingin menangis dikamar. Boro-boro ia ingin menghampiri Jaka dan menanyakan kabarnya, melihatnya saja sudah membuat sakit hati.
Ia menggunakan kacamata hitam yang ada dikerah bajunya dan mengeluarkan air mata yang berlimpah. Seharusnya ia mengejar Jaka dihari pertama kabur, pasti adiknya tidak akan sampai sini kan.
Ia menyesal sungguh, dan juga kecewa dengan Jaka. Atau mungkin saja Jaka seperti itu karna sudah merasa tak kuat dengan perilaku saudaranya. Mungkinkah dia sesakit itu hingga harus melampiaskannya dengan melakukan hal-hal buruk.
Entahlah kapan lagi ia akan mengunjungi tempat itu, ia mungkin akan trauma untuk beberapa hari kedepan, atau mungkin dia juga tidak akan mengunjungi Jaka lagi dan benar-benar melepaskan Jaka dengan keluarga barunya.
"Jaka maafin gue..."
KAMU SEDANG MEMBACA
J Sibling's
FanfictionKisah keseharian empat bersaudara, yaitu Jia si cantik sebagai anak pertama, kemudian si kembar yang paling menyebalkan yaitu Jaka dan Jaki, dan terakhir ada anak paling menggemaskan yaitu Jio.