64. Good News for Them

549 38 1
                                    

"Kak lo udah bangun?" Tanyanya ke Jia yang masih sayup-sayup kesusahan membuka matanya.

"Udahlah kan udah si—lah gue kok pake ginian?" Jia kebingungan untuk sesaat sampai ia teringat ternyata beberapa hari lalu dia tertembak. Toh waktu ia sadar ia tertembak ia pikir sudah diakhirat.

Ternyata masih dibumi tercinta.

Tak lama seorang dokter dan suster masuk karna melihat Jia dari pantauan ruang cctv.

Dokter itu memeriksa untuk sesaat dengan Jaka yang masih tersenyum berseri-seri ketika tahu Kakaknya tersadar.

"Keadaannya sudah membaik, tapi jangan jenguk ramai-ramai karna masih belum pulih total ya. Satu orang saja." Kemudian dokter tersebut meninggalkan Jaka dari sudut ruangan.

Jaka langsung menghampiri Kakaknya dengan senyuman indahnya.

"Jak... Lo disini?" Tanya Jia kemudian menggenggam tangan adiknya.

Jaka mengangguk, "Ada Jaki sama Jio juga."

"Suruh kesini." Pintanya. Rasanya ia sudah sangat rindu sekali dengan ketiga adiknya itu, meskipun jika bertemu kelamaan akhirnya saling bergelut juga.

"Gak boleh sama dokter."

Jia mencibir kesal dan mendesah, "Permintaan terakhir gue deh..." Ucapnya dan membuat Jaka sedikit tegang.

"M—maksud lo?" Tanyanya sedikit takut karna tau maksudnya.

"Ya masa lo ga pah-" Kalimatnya terpotong karna Jaka langsung berlari keluar dan menghampiri kedua adiknya.

Ketika keluar ternyata sudah tidak ada dokter maupun suster yang tadi, hanya ada Jaki dan Jio yang sedang berpelukan bahagia ketika mengetahui Kakaknya sudah sadar.

"Bang aku mau liat Kakak dong." Pinta Jio ke Jaka.

"Gue dulu dong Jak." Pinta Jaki sambil nyengir dengan seluruh gigi.

Jaka menahan nafasnya untuk sesaat, "Kita bertiga masuk aja!"

Jaki dan Jio kebingungan sebab tadi kata dokternya barusan suruh sendiri-sendiri.

"Permintaan terakhir katanya."

Tak ada yang membalas kalimat Jaka, mereka berdua langsung mendobrak pintu masuk dengan wajah sangat memerah.

Tak usah ditanyakan apakah Jio ingin menangis atau tidak. Jelas anak yang dinobatkan tercengeng kedua setelah Kakaknya itu sudah meneteskan satu air mata.

Jaki lari paling cepat dan langsung memegang tangan Jia dengan sungguh erat dan meletakaannya dikenignya, "Kak maafin gue kalo selama ini buat susah, Kak gue sayang banget sama lo, lo sakit banget ya sampe gak kuat kaya gini?" Tanyanya dengan sangat cepat.

Sementara Jio sudah tak berkutik lagi, ia memegangi baju Jaki sambil meneteskan deraian air mata.

Jaka yang dinobatkan pria tanpa air mata dirumah karna sangking jarangnya menangis pun sekarang matanya mulai merah dan berlinangan.

Tangan kanan Jia kemudian mengelus puncak kepala Jaki yang sepertinya anak itu mulai meneteskan air mata sebab tangan kiri Jia terasa basah.

"Ini kenapa pada sedih-sedih gini sih?" Tanyanya kemudian mengelus pipi Jaki perlahan, benar adiknya sudah banjir air mata.

Selanjutnya Jio mendekati Jia dan meletakan tangannya di kaki Jia sambil sesegukan.

"Kak maafin Adek juga..." Jio dengan segala usahanya agar bisa berbicara sambil menangis, sebab dia adalah tipe yang tidak bisa bicara jika sedang menangis.

"Iya maafin Kakak juga." Setelah Jia bilang seperti itu Jaka ikut mendekat dan benar-benar dengan wajah yang sudah sangat basah.

"Kak maafin gue ya gara-gara gue lo jadi kaya gini Kak."

Jia mengangguk perlahan dan mengacungkan jempol satu-satu ke adiknya.

"Semoga lo masuk surga Kak, tapi pasti lo masuk kok kan lo orang baik." Jaki akhirny mencium tangan Jia dan ikut berdiri disebelah yang lain.

"KOK GUE KAYA ORANG MAU MATI DEH?"

"Hiks..." Kali ini suara tangis Jaka yang sangat besar hingga mengeluarkan suara.

"Maksudnya kenapa kalian bertiga nganggep Kakak kaya orang mau mati?"

Jaki memasang wajah bingung dan menjelaskan, "Kan tadi lo minta kesini itu permintaan terakhir kan?" Tanyanya kemudian menyingsring ingusnya dibaju.

Kemudian tak lama Jia tertawa begitu menggelegar hingga membuat mereka bertiga diam sejenak.

"Kalian kenapa sih ya Allah, tadi tuh Kakak bilang gitu karna kalian dibiarin masuk, masa gak ngerti sih?"

Dia pun menatap satu-satu adiknya, "Bukan berarti beneran permintaan terakhir. Kakak juga ngerasa sehat banget cuma agak sakit aja sedikit diperut tapi gak ada rasa sakit ditubuh lain gitu loh."

Mereka bertiga kemudian mulai terdiam, dan kemudian diawali Jio yang mulai mengeluarkan suara tertawa.

Dilanjuti oleh Jaka yang tertawa sembari terus menghisap ingusnya.

Sementara Jaki memasang wajah sebal kemudian mendoro bahu Kakaknya pelan.

"Baru bangun udah bikin emosi, ngajak berantem?"

Jia semakin tertawa melihat ekspresi wajah Jaki, kemudian tawa itu semakin menyambar ke Jaki sehingga anak itu tak berhenti tertawa bahagia.

Kemudian Jio menaiki ranjang dan tiduran disebelah Jia untuk mencium Kakaknya, sementara Jaki duduk didekat Jio dan Jaka disebelah Kakaknya.

Mereka masih belum bisa berpelukan seluruh tubuh karna perut Jia yang masih tidak memungkinkan untuk dipeluk.

Tapi mereka masih bisa merasakan berpelukan dibagian lengan hingga kepala.

Semuanya bersyukur akhirnya Jia terbangun.

Hari ini adalah hari untuk memulai kehidupan seperti dulu lagi, hari ini merupakan hari kebahagiaan yang patut ditulis dalam sejarah mereka lagi.

J Sibling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang