50. Benar-benar Menyebalkan

358 33 0
                                    

Tiga bulan kemudian~

Tim sepak bola sekolah Jio kehilangan kemenangan dengan selisih poin 1, semua tim-nya langsung menatap Jio sebal. Mereka kalah karna ketika mengoper bola ke Jio anak itu malah bengong bukannya siap siaga.

Namun kasiannya wajah Jio kegebok bola cukup kencang hingga ada membuat bekas baret dan mengeluarkan sedikit darah.

Pertandingan sudah selesai, Jio sedang mengelapi lukanya sendiri dengan tisu. Kemudian tak lama ketua timnya menghampirinya dengan pemain yang lain.

"Lo tuh mikirin apa sih?" Tanyanya dengan wajah merah dan keringat bercucuran.

"Lo yang bawa kita sampe sini tapi lo juga yang jatohin." Sambungnya dengan nafas terengah-engah.

Itu Natha anak kelas 9, ketua ekskul sepak bola sekolah, sebenarnya dia memang ketua yang baik dan selalu memberi semangat ke rekan timnya. Namun kali ini dia merasa kesal dengan Jio, setelah tangan anak itu patah dan berita Mamanya tersebar, kemampuan sepak bola Jio semakin menurun.

"Gue kan udah bilang gabisa ikut, lo nya aja maksain banget, giliran kalah kaya gini nyesel kan." Jawab Jio dengan menatap Natha tak kalah kesal. Dia sudah bilang sebelumnya kalo dia gak mau ikut.

Semenjak tangannya patah ada anak baru dikelasnya yang jadi pengganti Jio sementara di ekskul sepak bola. Sekarang anak itu ikut dan dijadikan pemain cadangan.

"Ya gak gitu dong. Gue tau lo lagi banyak masalah, tapi semua yang ada disini juga punya masalah, bukan lu doang. Bisa kan lo ga bawa-bawa masalah lo kelapangan. Dulu motto lu mau jadi pemain internasional, tapi ada masalah gitu aja lo bawa ke lapangan."

Jio menatap Natha serius dan mendengar seluruh penjelasan Natha sembari mengompres bekas gebokan bola dengan air dingin yang ia beli.

"Lo udah gak ikut latihan dua bulan karna tangan lo patah, seharusnya sekarang lo kejar tuh skill-skill yang ketinggalan bukan malah bengong di tengah lapangan. Lo harus profesional, Kita ini tim, lo jangan egois mikirin lo sendiri doang. Lo harusnya tau kalo kalah satu ya kalah semua, kalo menang satu ya menang semua. Lo terserah deh mau mikirin masalah lo dimana aja kapan aja, tapi plis kalo dilapangan lo lupain dulu sebentar aja bisa kan?"

Jio memalingkan pandangan kesal meskipun kemudian dia—sangat menyesali perbuatannya. Seharusnya dia tidak mengecewakan Natha karna dia telah terpilih sebagai satu-satunya tim inti dari kelas 7, tapi sekarang semuanya menjadi kacau.

"Maafin gue Bang, dan yang lain-lain juga maafin gue..." Beruntungnya dengan cepat permintaan maaf itu diterima oleh seluruh timnya, lagipula memang ini pertama kalinya Jio bermain tidak becus seperti ini. Makanya semua timnya menjadi kaget atas perubahan drastis Jio.

"Semangat Cil," Natha menepuk-nepuk lengan kanan Jio memberi semangat, tak lupa memberi kata 'Cil' yang maksudnya bocil. Karna di tim inti Jio yang paling muda, selain itu juga dari muka dan perilakunya memang masih kaya anak kecil.

"Semoga masalah lu cepet kelar ya." Sambung Natha dan berhendak pergi menyusul yang lain.

Jio mengangguk dan tersenyum tipis, "Makasi semua."

Jio menghembuskan nafas panjang dan terasa berat, ini harusnya menjadi pertandingan yang penting tentunya, namun karna dirinya semua jadi terkena masalah. Masih baik dia memiliki ketua kaya Natha yang bisa ngertiin.

Semua temannya sudah pulang kecuali, Altezza. Altezza itu merupakan anak baru dikelasnya, ia baru masuk pas kemarin semester 2. Jio belum terlalu akrab dengannya sebab belakangan ini dia sedang malas bersosialisasi. Setahunya sih Altezza itu cukup pintar dan ya cukup jago juga main bolanya.

Ah satu lagi coach nya juga belum pulang, coachnya sekarang sedang berjalan kearahnya.

Pelatihnya itu kemudian duduk disebelahnya, "Jio coach mau minta maaf."

Jio menoleh dan mengernyitkan alisnya heran, "Maaf kenapa coach?"

Pelatihnya itu berdehem, "Maaf coach harus ngeluarin kamu dari tim inti."

Kalimat itu membuat Jio kesulitan menelan salivanya sendiri. Tidak, tolong, jangan keluarkan aku dari sini, pikirnya.

Pelatih tersebut memegang pundak Jio, "Bukan berarti kamu gak bagus mainnya, tapi pertandingan sudah didepan mata dan kamu masih tertinggal banyak pelajaran."

"Dan mungkin ini juga ngebantu kamu biar ngga nambahin beban pikiran kamu. Kamu lebih baik istirahat dulu untuk sementara, nanti pas kelas delapan kamu insyaallah coach masukin tim inti lagi kalo mainnya keren kaya biasanya."

Jio mengangguk pasrah menerima kenyataan.

Satu persatu dunianya mulai hancur. 

Mulai dari hubungan saudaranya yang kian menjauh, prestasi dikelas menurun, ketidak tahuannya akan dimana Mamanya dikurung dalam penjara, dan juga sekaran—ia dikeluarkan dari tim inti sepak bola. Mungkin besok akan bertambah.

"Coach pengganti aku siapa ya?" Tanyanya yang menghentikan langkah sang pelatih yang hendak ingin pulang.

"Oh iya, temen kamu, Altezza." Pelatih itu langsung melanjutkan perjalanannya lagi.

Jio refleks lagsung melihat anak itu dengan tatapan berapi-api. Lagi-lagi si anak baru itu, ini menyebalkan. Anak baru itu benar-benar...

...benar-benar menyebalkan.

Pertama, dihari pertamanya pindah dia tak sengaja menabrak tangan Jio yang kondisinya belum sembuh total. Kedua, dia sekarang dijadikan jadi bagian geng pertemanan futsal kelasnya oleh anggota yang lain padahal Jio belum mengakrabkan diri. Ketiga, dia suka kepo tentang Jio, kaya nanya-nanya sesuatu. keempat, dia akrab banget sama Vanilla, bukannya Jio cemburu tapi Vanilla satu-satunya teman perempuan yang paling dekat dengannya, dan si Altezza itu merebutnya juga. Dan yang terakhir—anak itu mengambil bagian terpenting dalam hidupnya disekolah.

Sudah cukup muak melihat wajah Altezza yang orang-orang bilang mukanya menawan kaya pangeran.

Ia meminum sisa air dingin yang sudah tidak dingin lagi karna sedari tadi hanya ia tempelkan disudut pelipisnya yang mulai membiru. Setelah itu ia mengganti bajunya dengan kaos dan memasukan sepatunya ke tas dan menukarnya dengan sendal yang ia bawa.

Ketika hendak berjalan pulang, si kaya pangeran kodok itu tiba-tiba memegang bahunya.

"Lo mau pulang bareng?" Tanyanya.

Jio melirik dan menyipitkan matanya, "Gak apaan sih."

"Gausah pegang-pegang kita gak kenal." Sambungnya ketus kemudian berjalan cepat ke luar lapangan pertandingan."

Jio sudah menjauh, sementara Altezza berteriak keras hingga anak itu berhenti.

"GUE TAU MAMA LO DIMANA."

Jio menghentikan langkahnya dan menatapnya lama dengan tatapan sangat serius seolah minta penjelasan.

Anak itu buru-buru berlari menghampiri Jio, "Gue bisa kasih tau tapi lo harus kerumah gue."

Bola mata Jio berputar malas tidak percaya, "Boong ga lu?"

"Friends not lie."

"I'm not your friends." Jawab Jio dengan melipat tangannya.

Altezza kemudian sok akrab merangkul bahu Jio, "Now, we are friends!"

J Sibling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang