63. Surat Curhat

516 41 0
                                    

Setelah kejadian buruk yang menimpa mereka. Masing-masing dari mereka mulai menjalani kehidupan sehari-harinya lagi. Sementara Jaka, Jaki, dan Jio terus bolak-balik dari Jakarta ke Banten karna kondisi Jia yang masih harus dirawat di rumah sakit disana.

Sekarang sedang jam besuk, meskipun mereka hanya bisa melihat Kakaknya terbaring lemah dirumah sakit tapi mereka tetap konsisten menjenguknya. Dan berharap Kakaknya segera tersadar dari komanya.

Dua belas hari tak terasa telah berlalu dengan sangat cepat dan begitu berliku. Dalam waktu dua belas hari mereka mampu mendapatkan begitu banyak masalah yang bertubi-tubi.

Namun dibalik seluruh masalah buruk itu, ada satu hal baik yang datang dan menutupi seluruh masalah itu.

Jaka pulang.

Dua kata namun sangat berarti, tak dapat dipungkiri betapa canggungnya Jaki dan Jio harus satu atap lagi dengan Jaka setelah insiden Jaka kabur dari rumah sampai hampir empat bulan, tapi perlahan mereka semakin membaik setelah beberapa kejadian yang membuat mereka banjir air mata.

Beruntungnya juga Jaka tak terlibat hukuman sebab dia benar-benar hanya menjadi petinju bayaran disana. Entah karna mereka kasian atau ada orang dalam yang membantu, tapi Jaka benar-benar dibebaskan.

Seperti biasa mereka bertiga selalu mengunjungi Kakaknya ketika pulang sekolah, namun hanya Jaki dan Jio yang bersekolah karna Jaka sudah tak masuk selama berbulan-bulan, jadi sekolah memutuskan untuk tidak melanjutkan Jaka ke perguruan tinggi.

Ketika tahun ajaran baru Jaka akan sekelas lagi dengan kembarannya.




Suasana rumah sakit sama seperti biasa, selalu sunyi dan menyajikan hawa tak menyenangkan. Entahlah kenapa bisa begitu tapi mereka bertiga selalu merasa seperti itu.

Jio selalu masuk ke ruang Jia paling pertama karna dia yang terlihat paling merindukan Kakaknya meskipun Jaka dan Jaki sama rindunya, tapi ini bungsu harus di dahulukan.

Seperti biasa dia selalu menuliskan surat untuk Kakaknya setiap hari dan ia akan bacakan ketika menjenguknya sembari memegangi tangan Kakaknya yang dingin.

Awalnya hanya Jio yang menulis surat, sampai dua hari berjalan para temannya Jia mulai menuliskan surat juga untuk Jia. Mungkin Jia tak akan mendengarnya, namun ketika dia sudah sadar dia pasti akan membacakannya kan? Dan akan tahu betapa banyak orang yang menyayanginya dan menunggunya tersadar dari tidurnya.

"...terus tadi Adek dapet nilai ulangan pjok seratus, dan sisanya juga diatas sembilan puluh semua, kecuali nilai bahasa indonesia Adek dapet empat puluh. Lagian opsinya bisa buat dijawab semua kan Adek jadi bingung eh dapet empat puluh? Ya bukan salah Adek jugalah." Jio mengakhiri ceritanya dengan senyuman pahit, sebenarnya dia sangat sedih tapi setidaknya ia bisa melihat Kakaknya dengan dekat.

"Kak ayo bangun aku kangen banget dipeluk kamu." Ia menutup surat itu dan meletakannya dikotak yang berisi surat dari kerabat lainnya.

Deringan ponselnya sudah berbunyi yang bertanda Jaka sudah menelfoninya dan menyuruhnya keluar untuk bergantian.

Sebelum meninggalkan Kakaknya ia mencium kening Kakaknya, dan berharap Kakaknya segera bangun agar mereka bisa bersama lagi.

Ketika Kakaknya koma, setiap hari rasanya Jio ingin menangis ketika melewati kamar Kakaknya begitu saja. Tapi dia sudah mulai belajar untuk kuat dan bertabah, setiap hari ia kirimkan doa ke Kakaknya, sampai sekarang ia selalu bangun ketika adzan subuh hanya untuk mendoakan Kakaknya.

Ia keluar kemudian dipeluk hangat oleh Jaki dan bergantian dengan Abangnya yang akhirnya pulang kerumah. Jujur saja dia ternyata rindu dengan Abangnya yang itu, beberapa hari yang lalu ia hkm—menangis dipelukan Jaka, sama Jaki juga menangis karna suatu hal. Mereka bertiga menjadi emosional karna sesuatu.

J Sibling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang