60. Here We Go!

402 40 0
                                    

Motor Jia terparkir didepan markas penjualan barang ilegal. Ia datang lebih awal karna untuk melihat adiknya itu bertarung.

Sejujurnya ia takut jika rencananya tidak berhasil, atau apa yang ia prediksi jauh lebih menyeramkan daripada yang ia kira. Tapi dia tidak ingin membuang banyak waktu lagi, ia harus bertekad mengorbankan seluruh keberaniannya.

Didepan pagar besi yang sangat kokoh ia memencet bel dan menunjukan bukti kearah cctv serta membuka slayer diwajahnya untuk menunjukan bahwa ia adalah salah satu pembeli.

Gerbang itu pun dibukakan perlahan dan keluar dua orang pria dengan pistol kecil dibelakang tangannya untuk memastikan bahwa dia datang sendirian. Jia menutup wajahnya kembali dengan slayernya dan menelan salivanya dengan susah payah, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan ketakutan ini.

Kemudian mereka berdua mengarahkan Jia ke area belakang dimana itu adalah tempat para petinju liar siap bertarung. Jia kemudian mengeluarkan uang untuk menonton Jaka. Ia sengaja memesan senjata yang bisa diambil hari ini dan juga di jam-jam segini.

Ia memasuki ruangan yang sudah sangat penuh oleh penonton yang mengitari ring tinju itu, sepertinya kali ini ia berpakaian yang paling sopan diantara semuanya, sebab ia memakai baju dan celana yang panjang, berbeda dengan perempuan disini yang berpakaian sangatlah terbuka. Belum lagi perempuan penyemangat petinju yang hanya mengenakan pakaian dalam.

Tak lama matanya menangkap sesosok perempuan yang waktu itu ia lihat berada dipangkuan Jaka. Matanya terus mengikuti kemana perempuan itu pergi dan benar saja ia pergi ke arah Jaka yang mana ia sedang memberi semangat dengan memberi ciuman dimulutnya.

Sekarang giliran Jaka yang bertanding, seluruh sorak sorai mulai menyemangati idolanya masing-masing, misuh-misuh juga ia mendengar bahwa wajah Jaka setampan pangeran.

Ting! Ting!

Suara pertanda permainan dimulai. Adiknya hanya mengenakan celana pendek serta sarung tinju untuk memukul musuhnya, sejauh mata memandang Jia sedikit bersyukur karna Adiknya tidak memiliki tato. Semoga—memang ia tidak menggunakan tato.

Matanya terus berfokus hanya pada Jaka, ia sudah tak sabar menunggu pertandingannya selesai karna ingin menghampiri Jaka meski dia tidak tahu akan semudah itu atau tidak.

Namun tak disangka ketika Jaka bertanding ia tak sengaja melihat samar-samar sepasang mata indah milik Kakaknya, dengan kain slayer yang ia tahu betul itu milik Kakaknya dari sang Ayah. Tapi karna matanya minus, ia harus memicingkan dengan susah payah meskipun tetap saja terlihat buram.

Empat mata itu sempat terkunci hingga Jia memberi lambaian tangan ringan ke Jaka sampai kemudian wajah Jaka dipukul keras hingga tersungkur dilantai. Benturan kepalanya dengan lantai langsung menyadarkan Jaka bahwa itu Kakaknya, ia sangat yakin seratus persen.

Ia berdiri kembali dengan semangat yang berapi-api kemudian memukuli lawannya habis-habisan hingga lawannya itu tidak dapat bergerak lagi.

Jaka menang.

Jia kemudian langsung pergi ketempat tadi Jaka sedang duduk menunggu gilirannya namun ditahan cepat oleh lelaki besar dan berotot.

"Minggir gue mau ketemu dia." Perintahnya sok seperti orang yang paling berani di dunia, padahal aslinya ia takut badannya akan dibuat remuk dalam sekejap.

"Gabisa." Ucap lelaki itu menghalangi tubuh Jia yang mulai melemparkan tatapan tajam.

"Minggir gue ada urusan sama dia." Sanggahnya lagi dengan eskpresi sok menantang dan menunjuk ke arah Jaka.

"GA-BI-SA." Tolak lelaki tersebut penuh penekanan.

Tadinya Jia hendak berkutik lagi namun ada suara pembelaan dari belakang sana.

J Sibling'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang