𝕻𝖆𝖗𝖙 17. 𝕭𝖊𝖗𝖙𝖆𝖒𝖇𝖆𝖙 𝖎𝖑𝖆𝖑𝖆𝖓𝖌

136 33 30
                                    

*17.

*
Bagimu aku hanyalah ilalang jalang
Yang lahir dari rahim obsesi dan kebutaan rasa

Bagimu aku hanyalah ilalang jalang
Yang bertumbuh dalam peluk pilu
Yang rebah dalam putus asa dan frasa buta

Kau tertambat ilalang jalang
Tercabut dari akar, terbuang!

Aku bagimu hanyalah ilalang jalang
Dengan mata nyalang dan batin gamang
Kau terguncang!

Dengan luka yang tetap tersandang
Kau menafikanku agar hilang

Aku,
Bagimu hanyalah ilalang jalang
Dari sebongkah rasamu yang terbuang

_Felicia Anggraini_

[Dari : Koleksi puisi "Ilalang terbuang"~Vega Pratama]


***

Felicia mengesap malty teanya perlahan. Seolah begitu menikamatinya. Minuman pengganti sarapan produk Singapura itu memang faforitnya.

Malt adalah biji sereallia yang sudah di keringkan. Cukup mengeyangkan bagi Felicia.

Felicia tersenyum, memandangi brand teh terkenal itu. Yang memiliki beragam varian.

Kenangan Felicia di hempas pada masa lalu, saat ia menikmatinya bersama Bima, dan Bima memilih almond tea. Varian teh dengan rasa kacang almond.

Saat mereka berdua duduk bersama, menikmati malam di Marina Bay Sand. Negeri singa putih yang memiliki moment tersendiri bagi Felicia, meski hanya semalam bersama Bima di sana. Jika pak Bos tidak di rawat di sebuah rumah sakit besar di sana, tak mungkin mereka bisa bersama selama itu.

Felicia masih ingat dengan baik bagaimana hangat dan nyamannya penthouse saat ia rebah. Padahal Bima hanya di sebelah kamarnya.

Atau ketika ia menggandeng tangan Bima di dalam lift hingga pintu terbuka. Tak ia lepaskan saat melewati zona VIP Marina Bay Sand sambil menunjukkan acces pass.

Bima tak bisa protes dan menghinakan dirinya saat sampai VIP longue. Hingga mereka tetap bergandeng tangan layaknya pasangan. Menikmati makan malam di mana Mr. George dan Reina Akira telah menunggu mereka.

Bima itu cowok yang terlalu lurus bagi Felicia meski kadang merokok dan pernah malang melintang dalam genk motor. Bahkan untuk meneguk seteguk minuman beralkohol rendah saja Bima tak berani.

Sedang apa Bima sekarang? Meringkuk di pojokan kamar melihat Ajeng bermesraan dengan Raka?

Felicia tertawa geli, mengusap foto tua Bima bersamanya dengan putih abu, sebelum ia sentuh layar smart phonenya. Menghubungi Bima.

***

Suara raungan motor membuat Bima tak menyadari getar hand phonenya.

Lagi,
Di sinilah tempatnya bersauh,
Kala galau tak lagi terhalau,
Kala raga berpeluk pilu dan batin dirajam sembilu.

Ragu,
Kadang menghantu,
Kala ia kembali ke dunia abu-abu.

Hanya larikah dari hura hara yang memporak-porandakan jiwa raga?

Sampai kapan?
Bima bisa berdamai dengan kenyataan?

Tak lagi peduli,
Meski getar hand phone mulai ia rasakan gejolaknya di saku celana.Seolah minta segera di jamah.

Bima menutup kaca helm fullfacenya. Sempat tersenyum pada Endru di sisinya.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang