𝕻𝖆𝖗𝖙 20. 𝕷𝖚𝖓𝖞𝖆𝖎

174 32 43
                                    

*20.

Karsaku berkelindan dan lunyai
Jumantara gulita
Dan aku sesat dalam jenggala

Dayita
Asaku yang lengkara
Membuatku kian lindap
Terbuai oleh lokananta
Yang menggema entah dari mana

Bayangmu kian niskala
Meski sabitah tetap menyala
Dayita
Aku tetap menjura
Meski kau menuba diatas luka tak berdarah

_Bima Prabaskara_

.
.
***

Glek!!
Raka menelan ludah dengan susah payah. Apa yang telah Raka lakukan pada istrinya? Membawa lara dan amarah yang tak berkesudah. Tatap mata Ajeng yang sayu dan sembab,dengan perut Ajeng yan ...

Apakah Ajeng makan dengan benar? Bagaimana bila darah dagingnya kelaparan karena ulahnya?

Karena sejatinya janin dapat makanan dari ibunya. Termasuk oksigen dan air, semua disalurkan melalui darah ibunya.

"Jadi buah cinta kita, Honey, ada di dalam plasenta atau orang menyebutnya ari-ari. Darah kamu ngalir melalui pembulu darah kapiler.

Trus molekul yang ada dalam darah seperti seperti glukosa, protein, lemak, oksigen dan yang lainnya akan sampai pada buah cinta kita dengan cara gitu. Melalui darah.

Jadi, Honey, apapun yang kamu maem, berisi nutrisi ini mengalir ke tubuh janin melalu tali pusar. Jadi ati-ati ya? Maem apa aja. Di lihat dulu baik gak bagi janin."

Raka terngiang nasehatnya sendiri untuk Ajeng. Apakah Ajeng menurutinya?Semampunya ia berusaha membalas senyum Ajeng. Nyata tatap mata Ajeng ragu dan penuh tanya. Seolah menanti reaksinya.

"Udah maem, Sayang?"

Parau suara Ajeng. Setelah menjawab salam Raka dan mencium takzim tangannya.

Luluh Raka dengan perlakuan Ajeng. Lirih ia jawab sudah sambil ia raih lembut kepala Ajeng ke dalam dadanya.

Tak tertahan lagi, Ajeng terisak lirih. Betapa hangat dan nyamannya dipeluk Raka, betapa damai dalam rengkuhan suami. Setelah seharian ia dirajam selaksa duka dan kebingungan yang berkelindan tidak karuan. Saat inilah ia sadar. Inilah cinta yang benar. Cinta suami. Bukan mantan kekasih.

"Kamu jahat, Kaa..! Bikin aku panik." pekik Ajeng. Masih terisak. Raka tengadah. Berusaha lapang dada. Berusaha melupakan semua. Meski masih ada yang sakit. Di sini. Di relung kalbu terdalam. Tapi harus bisa ia tebas dengan baik. Agar tak menyemak. Dan menutupi mata hatinya dengan amarah yang tak berkesudah. Raka berbisik lirih.

"I'm sorry."

.
.
***

Bima masih di sini, di balkon ini, dengan selaksa perih. Duduk termangu di larung sepi. Dengan kepulan asap rokok setia menemani.

Ia seakan tak peduli walau ia tahu rokok itu mengandung sekitar 7.000 zat kimia, 200 jenis di antaranya bersifat karsiogenik, Yaitu zat yang merusak gen dalam tubuh. Hingga dapat memicu timbulnya terjadinya kanker paru, emfisema dan bronkitis kronik.

Bima terbatuk-batuk. Tapi lagi, ia tak peduli. Tetap menghisap rokoknya perlahan, menghembuskan asapnya, bergulung-gulung.Tak terdefinisikan. Seperti perasaannya kala itu.

Raka sudah pulang. Tapi tak mendatanginya. Hemg!Bima terbahak sendiri. Tentu saja Raka pulang untuk Ajeng. Peduli apa dengan Bima.

Bima tengadah dengan sepasang mata merebak berkaca-kaca. Menatap langit kelam tanpa gemintang. Bima mengerjap-ngerjapkan sepasang matanya yang panas.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang