𝕻𝖆𝖗𝖙 39. ( 𝕬𝖐𝖍𝖎𝖗 𝖉𝖆𝖗𝖎 ) 𝕿𝖊𝖗𝖔𝖗 𝖉𝖎 𝕭𝖚𝖘 𝕻𝖊𝖓𝖌𝖆𝖓𝖙𝖎𝖓 (

134 29 33
                                    

*39.
.
.

( A/n.

1/ Isi part ini fiksi. Tidak berhubungan dengan siapapun dan apapun di dunia nyata. MURNI UNTUK KESERUAN.

Tidak di sertai penjelasan detail tentang bom karena ada aturan kepenulisan di Wp DAN UNTUK MENGHINDARI MISPERSEPSI story ini, mohon di maklumi jika tak sesuai ekspetasi🙏

2/ Di bagian bawah terdapat unsur dewasa 21+. Sudah berusaha di perhalus tata bahasanya. Untuk yang di bawah umur skip saja. Tidak untuk di contoh.

Happy reading😊🙏)

.
.

"Hey, control yourself, Girl ! This is not time to get angry!" teriak George sambil pegang kemudi. Mengatakan agar Felicia mengendalikan diri, dan ini bukan saatnya marah. Ia membawa belasan nyawa teman-temannya yang sudah dalam bahaya. Jangan sampai tambah parah dengan pertengkaran teman-temannya.

"Dia selalu nuduh aku, George! Dia selalu berburuk sangka sama aku!" Felicia memekik sambil mengacung-acungkan pistolnya. Tanpa melihat belasan pasang mata menatap tegang dan ketakutan.

"Karena orang dengan sakit mental sepertimu bisa melakukan apapun, Fee! Habisi kami semua sekarang!" teriak Farrel keras-keras membuat moncong pistol kembali mendarat di keningnya. Farrel sudah tak peduli. Toh mereka semua akan mati. Riuh akan pekikan dan jerit ketakutan kembali menguar. Di tengah sengal napas pak Gino yang berusaha di tolong Raka.

"Ooh ... Come on, just drop it! I don't want hear that!" George menyahuti meminta menghentikan, ia tak ingin mendengarnya.

"Try to loosen up, Fe," Bima mencoba menenangkan Felicia, melolos pistol di jemari Felicia yang tergenggam erat. Amat dekat dengan dahi Farrel. Mencoba meyakinkan diri bahwa orang yang pernah sangat mencintainya ini tak mungkin akan menyakitinya. Nur dan Anggun menatap tegang. Pun semua.

"It's okay, don't worry. Just take a breath," bisik Bima lirih. Mengatakan tidak apa-apa. Jangan khawatir. Tarik napas saja. Ia tahu Felicia panik. Dan terpancing sikap Farrel hingga atraktif.

Semua menghela napas lega saat Felicia mau menurunkan pistolnya. Entah apa yang membuat wanita cantik menakutkan itu mengangguk-angguk saat Bima berbisik lirih.

"Kita akan cari CCTVnya agar pelaku gak tahu aktivitas kita. GEGANA sedang bergerak kemari," ucap Rizal sambil tersuruk-suruk mendekati teman-temannya. Semua mata tertuju padanya. Yang bertemu William dari arah berlawanan. Tak ada yang berani mendekati toilet. Hanya mengawasi dari jauh. Meski mereka yakin itu bom bukan dengan pemicu gerak. Karena saat jatuh dari pot tidak apa-apa.

Bima dan Rizal bergerak mencari di langit-langit kabin bus. Semua tegang mengawasi.

"Apa mungkin di situ, Bi," bisik Rizal sambil menujuk bagian tengah langit-langit bus. Berbentuk seperti jaring besar yang membentang. Itu adalah inlet bagian dari AC bus. Berfungsi sebagai sirkulasi udara di kabin bus. Bima menggeleng. Tidak menemukan benda apapun.

"Ayo! Bantu cari di jok, dashboard, " teriak Bima, ingin teman-temannya terlibat dan bersatu. Meski satu di otak mereka bagaimana mungkin bisa ada bom di bus? Siapa yang membawanya? Dan dengan motif apa?

"Hanya ada dashboard camera, Bang," ucap Nathan yang menemukan benda mirip CCTV itu. Pak Gino yang kondisinya membaik lirih menjelaskan itu asli milik PO. Peranti dashcam menggunakan listrik dari colokan lighter yang menghasilkan daya 12V. Hanya bekerja selama mesin bus menyala, akan merekam secara otomatis. Dan berhenti ketika bus berhenti.

"Mungkin dia bohong dan cuma ingin menakuti kita," ucap Felicia dengan tatap tajam. Dia akan habisi pelaku itu jika ketemu. Yang membuat ia jadi tertuduh dan di curigai.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang