Part 77. Mortuary Cabinet

147 28 68
                                    

*77.

>---------->

♡ Terima kasih masih setia dengan Dayita. Kalian luar biasa ♡

Mari yang ingin tahu dampak dibesarkan dalam  keluarga penuh konflik. 🙏

>------------>

Gerbang mawar dari kampus terlihat jelas meski sejauh lima puluh meter dari tempat Nataly. Semak berjenis climbing rose dari genus rosa itu tampak indah merambat dan memesona mata. Warna merah dan putih dari bunganya yang saling bertaut seperti bendera negeri ini. Riuh beberapa kelompok  mahasiswa yang sedang promosi acara tampak hilir mudik.

Nataly hanya menerima brosur yang disodorkan beberapa mahasiswa yang   berpromo ria dengan senyum setipis kertas.

Entah itu acara jurusan, atau fakuktas. Ataupun unit kegiatan mahasiswa. Semua seolah berlomba tak mau kalah dalam promo. Bahkan di pinggir-pinggir jalan dan trotoar menjamur menyebarkan brosur.

Namun, keriuhan itu tak berarti apapun bagi Nataly yang memburu tiap detik agar dapat mengejar Nur. Tapi ...

Sh*t!!
Nataly mengumpat keras sambil menendang kaleng minuman bersoda saat mendapati Nur yang ia kejar sudah menghilang bersama Nathan. Tampak Nur nangkring manis diboncengan motor Nathan. Melaju kencang di atas ramainya aspal hitam. Hal apakah yang membuat Nur percaya dan mau dibonceng Nathan? Nataly coba hubungi dengan hand phonenya tapi tak diangkat. Tak hilang harapan Nataly segera menghubungi Bima.

Tut ... tut .. tut ...

Ck, kenapa pada sulit dihubungi sih. William, iya. Nataly akan hubungi William saja. Apakah William masih bersama Isna? Entah mengapa perasaan tidak nyaman itu merancapi kalbunya. Seolah sepenggal nama Isna menjadi begitu penting baginya. Cewek yang sepertinya kalem. Cewek yang ia kenal saat diajak William ke Bromo. Cewek yang sepertinya biasa-biasa saja. Namun, benarkah William mau dekat dengan cewek yang terkesan biasa saja? Impossible. Pasti ada yang istimewa dari dia.

"Ta, tumben sendirian?" Nataly menelengkan kepalanya saat terdengar sebuah pertanyaan. Ima, remaja yang beranjak dewasa itu tampak memesona dengan vintage fashion style, memadukan warna-warna lembut dan kalem dengan motif tartan. Celana motif kotak-kotak ala Skotlandia,  dipadukan dengan sweater rajut warna maroon. Tampak baru keluar dari ATM center tak jauh dari gerbang. Pintu box kaca Anjungan Tunai Mandiri yang pertama kali digunakan bank Hong kong dan dan bank Niaga itu bergoyang saat Ima menyembul keluar. Dua orang lain setelah Ima bergegas masuk.

"Hai," Nataly menanggapi dengan cengiran kuda, ikut nimbrung membaca baleho  gedhe di sisi kiri  mesin ATM. Berisi promo diskusi ilmiah anak prodi Psikologi Forensik. Dan promo webinar anak fak.  Psikologi. Dengan tema ;  Dampak dibesarkan dalam keluarga penuh konflik.

"Tertarik?" Nataly bertanya datar, kedekatan Ima dengan Rizal membuatnya bersikap mode siaga, ia lirik Ima di sebelahnya, hanya fokus pada poster dengan senyum. Nataly tatap lagi tema diskusi ilmiah: restorative justice dan viktimologi. Restorative justice sederhananya adalah sebuah upaya penyelesaian hukum dengan cara kesepakatan bersama. Viktimologi adalah sederhananya adalah ilmu yang mempelajari tentang korban termasuk hubungan korban dengan pelaku serta interaksi antara korban dan sistem peradilan. Yaitu polisi, pengadilan, dan hubungan antara pihak-pihak terkait.

"Oh ya, Rizal gimana?" Nataly bertanya, terceplos begitu saja, mungkin karena penasaran.

"Alhamdulillah lebih baik, apalagi sekarang kan tinggal dengan bang Bima, sama kak Nai juga." Ima menjawab lugas dan jelas.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang