𝕻𝖆𝖗𝖙 90. 𝕻𝖆𝖓𝖈𝖆 𝖐𝖑𝖊𝖘𝖆 ( 2 )

132 27 38
                                    

*2.

Note : Adegan toxic, tidak untuk ditiru! Hanya sebagai warning agar semakin berhati-hati dalam menggunakan media sosial apa pun. Tidak bermaksud meremehkan, merendahkan aplikasi tertentu. Murni untuk pengetahuan.

IT tidak dijabarkan secara detail untuk menghindari penyalahgunaan. Kami tidak bertanggungjawab atas interaksi antar followers di belakang kami yang melakukan apa pun — berhubungan dengan IT. — atau hubungan apa pun.  Bijaklah dalam membaca, berkomentar dan menyikapi!

⁔⁔⁔⁔⁔⁔⁔⁔⁔

"Kenapa kamu posting pertemuan kita di media sosial?" tanya Gunadi lirih dan datar, Inka tertunduk. Memilin ujung blazer navynya. Meski tak ada tekanan amarah dalam tanya lelaki itu tapi lirih dan datarnya justru ibarat magma yang menggelegak dan siap menenggelamkannya dalam gelegak panasnya.

"Kamu tahu, Inka? Jika apa yang kamu lakukan bisa menjadi jalan terbongkarnya semua?" Masih dengan nada datar, tapi ada getar amarah di sana. Inka melihat tangan bosnya itu mencengram tepi meja. Inka kian tertunduk.

"Saya menunggu jawaban kamu, Inka? Mengapa kamu lakukan?"

Diam. Tak ada jawaban. Hanya suara AC yang menggerung. Jam dinding yang berdetak. Dinginnya AC seolah melebihi kutub. Entah karena hujan di luar sana. Atau karena aura kemarahan dalam diri Gunadi Wijaya yang seolah membekukan segalanya. Beku dalam didih. Seperti letusan-letusan pegunungan vulkanik dalam laut. Tidak ada yang mustahil, dalam dinginnya air laut ada semburan api yang menggelegak dan tidak padam. Seperti yang tertuang dalam QS. AT-TUR : 1 - 6 . Mengapa Gunadi Wijaya yang tahu isi kitab suci tidak memahami kebenaran sesederhana ini? Bahwa yang ia lakukan adalah salah? Mengapa menyalahkan Inka saja? Inka membatin dan protes dalam hati. Tak terucap untuk sekedar membela diri.

Satu menit ...
Gunadi mengembus napas kasar. 

Dua menit ...
Gunadi mencoba tetap bersabar. Dan menahan perilaku kasar.

Tiga menit ...

"JAWAAABB!!"

Akhirnya ia berteriak sambil membanting pot keramik berisi spider plant yang ada di meja. Suara keramik pecah memekakkan telinga. Inka terpejam rapat, spontan menjawab dengan cepat .

"Tapi saya sudah hapus, Pak. Saya juga tidak menyertakan nama bapak, foto bapak atau pun lokasi," Inka membela diri.

"Kamu kira jejak digitalnya gak ada meski kamu hapus? Kamu pikir mereka gak punya tools untuk lacak semua? Kamu meremehkan digital forensik negara kita?"

"Lha kan kemarin diserang ransomware, Pak," tanggap Inka polos. Gunadi tertawa tanpa suara.

"Kamu pikir hanya negara kita yang pernah diserang? Sekelas Amerika saja pernah kebobolan. 150 negara dengan 200. 000 komputer pernah diacak-acak," Inka hanya O panjang. Ransomware wannaCry adalah perangkat lunak jahat yang menarget pengguna operator windows, untuk mengunci data korbannya, untuk kemudian menunutut sejumlah uang pada korbannya.

ini adalah sejenis worm yang mampu menyebarkan dirinya ke beberapa komputer dalam satu jaringan. Cara kerjanya dengan menggunakan kerentanan  sistem operasi pada windows untuk berpindah dari komputer yang satu ke komputer yang lain dan menginstal dirinya secara otomatis. Virus ini bisa mengeksploitasi sistem operasi windows.

"Ma ... maafkan saya, Pak," Inka hanya mampu ucapkan itu. Gunadi Wijaya tertawa sarkas. Hegh! Maaf! Semudah itukah semua bisa berakhir? Semua sudah kepalang tanggung. Andra Lazuardi. Psikologi forensik itu benar-benar tidak takut apa pun. Tidak jera setelah matanya dibikin cidera. Dia benar-benar menantang bos besarnya karena berani ungkap ini.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang