𝕻𝖆𝖗𝖙 40. 𝕳𝖔𝖓𝖊𝖞 𝕸𝖔𝖔𝖓 ( 1 )

149 29 23
                                    

*40.


"Aku takut, Bang," bisik Nur yang masih rebah di dada Bima. Hal yang tak dapat ia hindari adalah pulang ke rumah Bima. Mencoba beradaptasi dengan keluarga Bima. Adik-adik Bima. Yang jelas umur dan posisinya di atas Nur. Selain Anggun yang masih SMA tentunya.

Ada Raka yang dokter. Ada Nawang yang calon apoteker. Ada Ajeng yang usianya di atasnya. Dari cara Ajeng dan Nawang memperlakukannya di babak awal saja ia sudah ...

"Manggilnya Nur aja ya, biar enak toh usia kamu di bawahku," sebuah babak awal yang membuat nyali Nur ciut. Sudah ia duga. Ajeng tak seramah Anggun. Kala itu Nur hanya nyengir. Mengangguk polos. Bisa apalagi selain itu? Masak ia mau maksa manggil kak, mbak, atau neng atas nama penghargaan?

"Takut apa?" lirih Bima bertanya sambil menatap mata belok istrinya. Mata hazel itu mengerjap malu dengan pipi ranum tersipu. Bima tertawa melihatnya. Masih saja salting saat ia tatap walau sudah syah.

"Takut gak bisa bawa diri trus malu-maluin abang," Nur menjawab polos. Selama ini Nur sudah mati-matian berusaha berubah demi Bima.
Dan Bima tahu itu.

"Dengerin abang, Sayang," bisik Bima lirih sembari ia perbaiki posisi istrinya agar lebih nyaman. Sebuah kecupan lembut mendarat di pucuk kepalanya. Rasanya begitu hangat dan nyaman. Seperti menjalar dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pelan. Namun pasti. Nur terpejam menikmati dengan damai.

"Ada hal-hal yang di luar kendali kita, Sayang, Dan kita harus bisa mengatasinya ," lirih Bima mulai," Misal rasa haus mendorong kita cari minuman, ngantuk mendorong kita untuk tidur. Rasa penasaran, mendorong kita pengen cari tahu kebenaran.

Jadi sebenarnya kita bergerak otomatis sesuai dengan reseptor kita." Nur mendengarkan dengan seksama. Benar juga. Nur jadi gini reseptornya di remehin kan? Karena banyak yang anggap bocil?

"Kamu pernah lihat drakor Romantic Doctor?" lirih Bima bertanya. Nur mengangguk cepat sambil nyengir. Meski belum paham. Apa hubungannya? Lalu Bima bertanya hal apa yang paling Nur ingat dari drakor itu.

"Tentang Cha Eun Jae yang mual tiap kali di kamar mayat dan operasi bedah. " jawab Nur jujur. Apa hubungannya sama reseptor?

"Jelas ada, Sayang," jelas Bima kalem. "Rasa mual dia hanyalah gangguan pencernaan karena tekanan psikis. Karena pengen kasih yang terbaik tapi dalam kondisi tertekan. Kayak kamu yang sakit punggung tadi. Jadi secara fisiologis tubuh akan memberi perlindungan karena merasa tertekan atau menganggap itu sebagai bahaya. Itulah sebabnya responnya mual dan muntah, sakit punggung atau yang lain."

Nur tertawa manis. Menatap Bima penuh cinta. Lengannya makin bergelayut di leher Bima. Istri bukannya meladeni suami malah di pijiti.

Punggung Nur tadi sakit banget sampai sulit aktivitas. Jadilah di kompres air hangat. Di urut sama krim pereda nyeri. Nyamaan sekali rasanya. Ternyata bang Bima bisa mijit. Kejutan. Dan sekarang di ceramahi. Tapi Nur nikmati.

"Dia kan sebenarnya gak pengen jadi dokter. Tapi pengen jadi pemain biola.

Keinginan orang tuanya yang ingin ia jadi dokter. Dia berjuang untuk bisa masuk fak. Kedokteran."

Iya. Cha Eun Jae keluarganya semua dokter. Dia di remehin sama karena rata-rata dokter bedah kardiologi seniornya cowok. Apalagi ia sering mual muntah jika masuk kamar mayat atau operasi bedah.

"Jadi gitu ya, karena ati dan tuntutan gak singkron. Tuntutan pengen ngasih yang terbaik. Tapi ati kagak mau,"

Nur menyimpulkan sendiri. Bima mengangguk.

""Yup!" tanggap Bima. Memeluk istrinya lembut dan hangat. Ia suka aroma tubuhnya. Wangi yang segar.

"Jadi dia kayak gitu karena gak jadi dirinya sendiri. Selalu menjadikan orang lain sebagai validasi bagi diri kita, jadi'in anggapan orang, kata orang sebagai tolak ukur kesuksesan kita. Yang jelas-jelas berarti kita sudah menjebak diri kita sendiri untuk stress dan dipresi."

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang