𝕻𝖆𝖗𝖙 29. 𝕰𝖝𝖈𝖔𝖗𝖈𝖎𝖘𝖒

152 30 33
                                    

*29.

Bima Prabaskara

.
.
Aku mabuk dalam tubuh molek Felicia, seperti tenggelam dalam lautan wisky yang mengajak nurani mati. Tenggelam dalam riak-riak yang menggelegak.

Menggelora, Felicia mendekapku erat. Aroma tubuh mewangi yang mematikan iman dalam diri. Terjejali sepasang lemak di dada Felicia yang mengayunku dalam cumbu.

Lagi,
Aku terkapar di jok mobil. Denyut nadi, napas,
keringat, panas, berbaur dan absurd.

Surai Felicia yang jatuh di wajah membuatku buta. Terdistraksi dan terdegradasi moral ini. Dalam rumbai-rumbai syurgawi yang tiba-tiba jadi adiksi. Aku terayun-ayun. Terulur tanpa sadar bilur membiru di beberapa bagian tubuh adalah tato syetan yang ingin meninggalkan belang.

Entah di mana dan kapan terakhir kuingat. Yang jelas sayup-sayup ada lantunan istiqfar keras. Suara dobrakan. Gebrakan! Ada getaran yang kian menghebat. Tapi bukan dari tubuh Felicia yang bergoyang. Sebelum aku di hempaskan! Di hentakkan! Entah kemana!

.
.
***

Apa yang aku ingat?
Seperti tersengat!
Ribuan lebah yang menggaung! Bingung yang menggunung.Ada yang mendengung.

Belasan orang berbaju putih-putih. Aku seperti di jungkir balik. Kadang tanpa sadar mengikik.

Mencabik. Mencekik. Bahkan seperti kuda meringkik. Membabat semua yang ku anggap menghambat. Barisan putih-putih. Dengan dengungan ayat-ayat suci. Yang seolah menyayat-nyayat diri.

Aku mengerang. Aku meradang. Menendang. Seperti tak bisa mengontrol apapun juga.

Yang aku ingat aku seperti tersedot. Berkelejot.

Dan kepalaku? Dan kepalakuuu?
Seperti ditusuk-tusuk besi membara..

Aaaaahhhh..!?

Aku tak kuat!
Inikah sekarat?
Inikah batas dilimbas dunia akhirat?
Aku tak tahan!
Saat sepasang tangan bersarung hitam menghunjam tengah kepala. Rasanya nyawa seperti dicabut dari raga. Di tebas puluhan pedang bertuba! Membuncah rasa sakitnya. Lebih dari selaksa. Dengan teriakan sang pemilik tangan bersarung hitam. Seperti mencabut sesuatu dari ubun-ubunku.

"Keluaaarr! Allohu Akbaaarr!"

Hujan keringat dingin membanjiri sekujur tubuh ini. Menghadirkan gigil yang tak dapat ku terjemah. Seperti di guyur es di kutub beku.

Lalu?
Ada yang bergolak di perutku. Seperti di goncang-goncang. Seperti diaduk-aduk hebat. Dan aku terjungkal-jungkal. Di rajam mual hebat, kian menghebat!

.
.
***

Author

.
.
"Hooeekk!"

Isi lambung yang keluar secara paksa keluar dari mulut Bima menyembur kuat. Rangsangan dari pusat muntah yang di lanjutkan ke diafragma atau suatu sekat antara dada dan perut, otot-otot lambung itu membuat Bima terjungkal dengan tubuh kuyup keringat dingin.

Lantunan ayat-ayat ruqyah dari quranic Healing yang menggema seperti mencabik-cabik batin Nur. Dalam pelukan Shasi ia seperti bayi tidak berdaya yang harus tetap punya daya untuk menyaksikan semua. Panggung pesakitan yang akan membuat "sakit"Bima tak lagi menjangkit. Tapi menyaksikan yang sangat ia cintai sakit adalah lebih sakit. Andai posisi dapat di tukar ia ingin di sana. Menggantikan Bima.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang