Part 74. Akromatik dan Kromatik

135 28 30
                                    

*74.

==> A/n. Isi part ini hanya sekelumit pengetahuan umum tentang kinerja psikologi forensik. Sangat jauh dari sempurna. Mohon bijak dalam membaca dan menyikapi.

==> Beropinilah dengan bijak  dan santun tanpa menjatuhkan satu sama lain. Kita sama-sama belajar di sini. Tidak ada yang lebih  hebat. 🙏🙏

●----------------☆

Terperosok dan tergelincir terlalu jauh dalam sekam membara membuat Ima terlupa. Dan seperti amnesia dengan tata susila, menolak ingat norma-norma yang ada.

Terjatuh dan enggan bangun lagi membuatnya melupa dan ikhlas dalam labirin tanpa daya. Membuncah dalam kealfaan manusia.

Perihal rasa adalah membiarkan apa yang bergelora dalam dada tetap bertahtah. Perihal rindu adalah membiarkan apa yang bergemuruh di kalbu tetap bertumbuh. Membiarkan angan bercumbu dan bersetubuh dengan bayang semu hingga menjadi candu. Menikmati sekaligus mengutuki rasa yang menjadi ambilavensi.

Ima terpejam, dihempaskan pada kenangan yang membuatnya repas. Di sana. Di mana ia mencumbui dosa terlaknat yang dibungkus talbisu iblis dengan sepenggal rasa 'nikmat'.

Kembali terjebak dalam obdigian brown Rizal, beratus jam yang lalu membuat Ima disorientasi. Ketika paradigma bermuara pada libido semata maka nafsulah yang bertahtah. Dan detik itulah Ima merasa begitu inferior.

"Aku mengabadikannya, Sayang." Rizal terkekeh memuakkan. Menunjukkan apa yang barusan ia dan Ima lakukan. Tentang kelabilan secuil iman yang harus amblas dan terjun bebas pada titik nadir. Dan Rizal masih bisa tersenyum jahil melihat Ima menggigil. Mengabadikan? Merekam? Miang Ima meremang, membayangkan  beberapa pose random  yang tak pernah ia sadari membuat afeksi bagi sang kekasih. kebangkitan hasrat duniawi yang tidak siap dengan skenario terdegradasi.

"Medsos itu seperti pisau bermata dua," bisikan lirih Rizal menguar di telinganya, " Ia bisa jadi sumber informasi dan edukasi yang membuat kita jadi lebih pandai. Ada yang untuk cari validasi. Ada yang untuk merendah tapi sesungguhnya meninggi. HUMBLEBRAG bahasa Shasi. Menyombongkan diri secara implisit." desis Rizal dengan kekehan lirih.

"Seperti temanmu Shafira yang selalu update status tahujud, menulis sesuatu pada jam-jam sepertiga malam seperti untuk mengingatkan atau menuliskan bahwa ia orang biasa bukan artis tapi followersnya ribuan. Atau Sultan yang menulis bahwa dia tidak rajin belajar tapi nilainya selalu A+, HUMBLEBRAG." Rizal tersenyum geli, melanjutkan,

"Atau mereka yang terjebak dalam BIAS KOGNITIF  DUNNING-KRUGER EFFECT dengan uforia hijrah, mengubah foto sosmed menjadi blur karena foto bernyawa dilarang,  sering share kutipan-kutipan tausyiah . Teman-temanmu yang sebenarnya tidak terampil agama, menderita superioritas ilusi, keliru dengan tingkat kemampuan mereka hingga merasa kemampuan mereka lebih tinggi dari apa yang sebenarnya mereka pahami. Ketidakmampuan metakognitif untuk mengenali kemampuan mereka sendiri karena EGO mereka. "

Lagi, miang Ima meremang. Bagaimana mungkin Rizal bisa mengetahui semua aktivitas teman-temannya? Atau mengikutinya? Atau justru yang lebih mengerikan. Meng-hack seluruh data Ima?

"Baik pengunggah maupun penikmatnya adalah sama-sama menjadi candu. Kadang jadi dungu, lupa waktu. Menggebu-gebu di dunia semu. Bahkan kadang rela menanggalkan mutu. Menjual sensasi yang jadi adiksi, Itulah sebabnya banyak yang keranjingan like dan komen yang bahkan kita tak mengenal mereka secara nyata. Seperti mabuk vodca kala dipuja-puja. Apakah kau menginginkannya?"

Glek!

Ima menelan ludah dengan susah payah. Medsos? Pisau bermata dua? Apakah Rizal akan mengunggahnya jika Ima tidak ...

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang