𝕻𝖆𝖗𝖙 46. 𝕻𝖚𝖎𝖘𝖎 𝖉𝖎 𝕭𝖚𝖐𝖚 𝕳𝖆𝖗𝖎𝖆𝖓 𝕬𝖞𝖆𝖍

128 28 12
                                    

*46.

( A/n. Jangan mengambil sebagian / seluruh isi, narasi, puisi, adegan dalam part ini tanpa izin.

Mari saling menghargai dan bertumbuh bersama 🙏)


Dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya Nawang mulai membersihkan gudang. Entah mengapa sejak beberapa warga memergoki perempuan misterius yang sering ke makam ayah ia menjadi penasaran. Siapa perempuan itu? Pernah ia meminta penjaga makam memberitahu jika perempuan misterius itu datang. Sayang, saat itu terjadi dan ia dihubungi perempuan itu sudah pergi. Nawang kurang cepat.

"Mau nyari apa tho, Mbak?" bu Parni yang ikut berjibaku tak mengerti. Ia membersihkan gudang ini per minggu. Itupun tak pernah mengubah posisi barang-barangnya. Hanya membersihkan debunya, menyapu dan mengepal.

"Bu Parni tinggalkan saya, kerjakan yang lain. Saya bisa sendiri," tanggap Nawang sambil membuka lemari jati tua dengan pintu kupu tarung. Di sini semua baju dan barang masa kecil mereka diletakkan.

'Bu Parni ...!" Dari luar terdengar teriakan mbak Ajeng. Akhirnya Nawang punya alasan untuk mengusir halus ART itu. Bu Parni mengiyakan sambil bergegas keluar.

"Ngeeekk ...!" Derita pintu kupu tarung dengan gagang berbentuk gelang terdengar menyayat saat Nawang buka. Dari bias cahaya jendela tampak jelas baju-baju yang tertata rapi. Mulai milik ayah, bunda, mas Bima, mas Galuh, mas Raka, Nawang dan yang paling bawah milik Anggun.

Nawang jinjit untuk mengambil sesuatu yang ada diselipkan tumpukan baju-baju ayah.

Tanpa ragu Nawang menarik buku lusuh bersampul kulit warna coklat. Buku ini ia temukan kali pertama mengemas barang-barang ayah. Buku harian ayah. Sudah ada beberapa lembar yang ia tandai dengan lipatan. Puisi-puisi misterius yang entah di tujukan pada siapa? Teruntuk bunda? Tapi inisialnya beda. Inisialnya K, harusnya H karena nama bunda mereka Hania Rahayu.

Nawang menutup kembali pintu lemari tua itu. Membawa buku itu keluar. Ia akan berusaha menerjemahkan puisi dengan bahasa tinggi itu.


Di atas ranjang Nawang membuka buku itu dan mulai mencari di google.

Nabastala jelampah gemintang
Indurasmi tersenyum sadrah
Ambilaven dan andam karam
Tatkala anila ayut dengan arumi arunika

Maka bagaskara baswara
Cumbana tubuh dahayu
Aku luruh
Lalu ligar
Dalam mangata

Teruntuk : K di mega megar

[ Puisi by : Gandhi Fusena ]

Nabastala ; langit

Jelampah ; bergelimpang, tergolek, terkapar

Berarti baris pertama mungkin langit tergolek gemintang

Indurasmi ; sinar rembulan
Sadrah ; berserah, pasrah

Berarti baris kedua mungkin rembulan tersenyum pasrah.

Jika dirangkai langit tergolek gemintang
Sinar rembulan tersenyum pasrah.

Lalu diksi selanjutnya,
Ambivalen ; mencintai dan membenci pada orang yang sama.

Andam karam ; lenyap
Anila ; angin
Ayut; bersetubuh
Arumi ; harum
Arunika; fajar

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang