𝕻𝖆𝖗𝖙 84. 𝕿𝖎𝖙𝖎𝖐 𝕯𝖎𝖉𝖎𝖍

189 29 53
                                    

*84.

𖤐⭒๋࣭ ⭑𓍯𓂃⁀➴

Penasaran itu seperti benalu, bertumbuh dan merayu untuk terus merengkuh, mengoyak yang tak terlacak, menguak yang diam tak berdetak.

Dengung AC masih menggerung. Beruntung ruangan ini tidak menggunakan bohlam lampu yang bekerja dengan cara menyalurkan arus listrik melalui filamen, memanas dan menghasilkan cahaya. Mereka seolah lupa dengan temuan Thomas Alva Edison, sang penemu bohlam. Karena bohlam dianggap kurang efisien. Ruangan ini menggunakan lampu LED --- mengubah energi listrik menjadi energi cahaya ( transduser --- tidak memerlukan warm up ). Warna cool dayligh yang putih kebiruan memberi kesan agar tetap waspada dan produktif untuk bekerja. Sama dengan cool white, sekitar 5.000 - 6.500 kevin.

( Satuan kevin merupakan penentu suhu pada sinar atau cahaya ). Semakin kecil semakin hangat. Semakin tinggi semakin dingin.

Lanskap kota masih bertabur spektrum cahaya. Pergantian tahun yang selalu dirayakan dengan meriah. Seolah hari terakhir merenda suka cita. Seakan kebahagiaan akan berkesudah. Berpuas diri bermain kembang api. Semburat cahaya keperakan yang dihasilkan Ti ( titanium ) memukau mata. Sekian nanodetik kemudian Ba ( barium ) menghasilkan warna hijau di langit gulita dengan dentuman pongahnya memekakkan telinga. Cu ( tembaga ) melahirkan warna biru, kemudian Na ( natrium ) memberikan warna kuning. Dan warna putih terang dari Mg ( magnesium ).

Netra dua lelaki tampan itu fokus pada layar yang melakukan scanning. Seolah terpisah dari ingar bingar di luar sana. Seakan dalam dunia yang berbeda. Mereka masih melototi layar seiring dengan dentuman dan spektrum cahaya merah dari Sr ( stronsium ) di cakrawala gulita. Hingga status good nyaris membuat mereka berteriak kegirangan, Andra meninju udara sambil berteriak yes --- yes. Dengan cepat ia pilih file yang ingin ia kembalikan, meng-klik kanan dan memilih save to, menyimpannya , menunggu sistem bekerja ----

"Bagaimana? Bisa dibuka?" Dirga ikut tegang saat Andra membuka file itu, dan yang terpampang di layar adalah ----

"Perbesar dan perjelas, Ndra!" titah Dirga, Andra menurut --- memperbesar tampilan dan --- sebuah VW kodok warna kuning meluncur deras di tengah hujan, menabrak seorang pemuda berjas hujan dan naik sepeda gunung, sempat terpental dari sepeda, bersimbah darah, mereka menahan napas. Saling pandang dan memangkas jarak keduanya. Pikiran mereka sama ketika plat nomor mobilnya ---

Dirga dengan cepat mengetik nomor plat itu dan melakukan pencarian pada web SamSat. Saat sudah terdeteksi ia menunjukkannya pada Andra. Andra meraup wajahnya dengan kedua tangan. Melipat tangannya pada dada. Bersandar di kursi. Hanya suara AC yang menggerung. Sudah ia duga, tak semudah membalik telapak tangan. Tak semudah seperti di film-film atau pun novel petualangan kacangan.

"Kita akan lacak pemilik plat nomor ini? Ada nomor telfonnya. Atau kita datangi saja?" Dirga memberi opsi dengan antusias. Andra menggeleng. Otaknya sibuk memroses data yang tersimpan di database. Isna --- mungkin jawabannya. Karena Isna sekarang tinggal bersama sosok kuat yang seolah kebal hukum ini. Dan amazingnya Gunadi dulunya menjadi peneliti LIPI sebelum pindah bekerja di ----

"Kita pulang, Ga." Andra berucap sambil meraih tetikusnya. Mematikan laptopnya. Dirga hanya mengendikkan bahunya. Tahu bahwa sepupunya itu akan bergerak diam-diam. Karena tahu pasti tak ada gunanya bergerak terang-terangan.

Mereka mematri langkah menapaki ubin bermotif geometris meninggalkan kantor Andra.

Andra tersenyum saat gawainya menyala. Sebuah notif membuatnya merasa terjebak dalam udara penuh wewangi bunga. Bukan jerebu yang bertuba.

𓆩♡𓆪 hati- hati, jalanan pasti macet. Gerimis. Jangan lupa pakai jaket.

Untaian kalimat diawali dengan simbul heart bersayap. Dari Isna. Entah sadar atau tidak tapi hal-hal kecil yang Isna beri adalah suplay energi.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang