*16.
Ketika kita menganggap seseorang sebagai akar untuk tegar dan bertumbuh, maka ketika akar itu tercabut kita akan tumbang
*
*
Untuk mencintaimu
Saya tak butuh kehadiranmu
Keberadaanmu di hatiku
Sudah cukup bagi sayaUntuk menorehkan langit asa yang memagut
Meski dengan kalut yang tak terenggutSaya menghadapi labirin maut untuk menggengam dirimu dalam taut
Lautan matamu dalam samudra cinta yang menggelora untuk dia
Tak memupus selaksa rasa saya yang membara dan membuncah
Dengan luka tak berdarah
Menikmati dan menggilai
Dalam sanubari
Dalam cinta sejati_Felicia_
(Dari : Koleksi puisi "Mendaki kaki langit"~Vega Pratama)
*
*
*Asap rokok yang bergulung-gulung, galau yang menggunung, luka dan lara yang tak di larung, campur aduk dalam asap putih tipisnya.
Kadang menggelembung. Kadang tipis seperti teriris. Membentuk seni yang di permainkan dan di perankan sanubari yang teratuk pedih.
Tak terperih,
Terpatri,
Mati,
Di sini,
Bima sendiri,
Merenungi dan menangisi,
Sebongkah asa yang sirna, segenggam harap yang musnah,
Punah.Mengapa begitu susah?
Membunuh mati bayang Shasi yang tertawa di atas mahligai?
Menggilai perih yang bertindih-tindih Bima tertawa sendiri.Apa arti?
Menikmati rasa sakit hati?
Mengasihani diri sendiri?Dengan apa Bima luapkan semua benci ini? Berteriak sekerasnya bisa mengurangi?Barangkali ...?
"SHASI KIRANA PUTRIIII ...!!"
*
*
*Jauh,
Di belakang sana Nur hanya mengawasi. Bima yang seakan lupa pada diri sendiri.Berteriak!
Meluapkan rasa yang menggelegak!
Menendangi kerikil-kerikil kecil. Meninjui udara seakan itu bukan hal sia-sia.Begitu hebatkah pengaruh sebuah nama? Shasi kirana putri. Yang kini berstatus nyonya Nufal al fahri?
Perlahan,
Nur mendekati,
Berharap Bima sadar diri. Dan tidak terus menyiksa diri. Di sini Bima seperti orang lupa diri. Di sana mbak Shasi tak mungkin peduli."Baang,"
Lembut,
Nur jamah bahu Bima. Sebuah sentuhan lembut yang mampu membuat Bima terkesiap."Kita pulang yok! Udah mau hujan." ucap Nur hati-hati. Menatap mendung yang bergulung-gulung. Dengan angin dingin yang menguar.
"Pergilah!" usir Bima lirih, tanpa intonasi. Nur menghela nafas.Menatap jaket denim Bima yang di papas angin kencang. Dedaun kering berterbangan.
"Mbak Shasi gak akan suka ini." desis Nur lirih. Seiring dengan gerimis yang luruh satu-satu. Tak cukup deras. Namun cukup membasah.
Bima tertawa hambar. Apa peduli Shasi? Setelah memberikan empati dan simpati, lalu di lepaskan seperti anak di sapih.
"Emang dia peduli?" geletar Bima lirih. Terbahak perih. Menatap manik mata Nur yang seperti menghakimi. Mendung di atas sana kian menggerayangi bumi.
"Baang..jangan gitu Nur sedih tahu." geletar Nur jujur. Ia tidak suka melihat Bima terluka. Ia tidak suka melihat mata Bima tergenang air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than Water
Ficção Científica𖤐⭒๋࣭ ⭑𓍯𓂃⁀➴ Cover by : @PutraRize_ ( author Malaysia ) Fiksi ilmiah & dark romance penuh kejutan dengan diksi indah dan enigma. Full ilmiah. Seperti titik lebur alkali tanah. Berantakan tak beraturan. Atau seperti nyala alkali tanah, dari orange...