𝕻𝖆𝖗𝖙 33. 𝕻𝖊𝖓𝖌𝖎𝖗𝖎𝖒 𝖕𝖆𝖐𝖊𝖙 𝖒𝖎𝖘𝖙𝖊𝖗𝖎𝖚𝖘

105 30 15
                                    

*33.

( Isi part ini fiksi. Tidak bermaksud menyinggung siapapun dan pihak manapun).

.
.
Darah Farrel mendidih. Benci yang tindih menindih membuatnya lupa diri. Meski banyak yang mengatakan Felicia itu seperti bidadari tapi bagi Farrel tidak lebih dari iblis keji tanpa nurani.

"Dasar perempuan sund*l! Bin*l! Jangan berlagak jadi dewa yang bisa jungkir balikkan kehidupan orang!!"

Pekik Ferrel dengan suara parau saat melihat perempuan cantik itu berdiri kaku di depan pintu IGD. Mendorongnya kasar hingga membentur tembok. Sebenarnya ia paling anti menyakiti perempuan. Tapi membayangkan sahabatnya bertaruh nyawa di dalam sana karena drama roman picisan Felicia membuatnya hilang kendali.

Felicia yang tidak siap hengkang ke belakang membentur tembok itu sesaat hilang kesimbangan karena kaget dan tidak siap. Tapi dengan cepat ia balas dengan mendorong-dorong dada Farrel kasar.

"Kamu pikir aku gil*! Jika aku niat bun*h dia ngapain aku bawa ke IGD?!"

Pekik Felicia keras-keras. Terus mendorong dada Farrel kasar. Farrel terbahak garing. Tersenyum miring. Geleng-geleng kepala.

"Luar biasa personamu, Fe?"

Sepasang mata nanar Felicia berkilauan dalam genangan air mata. Menyahuti lirih,

"Hemg! Persona kamu bilang?"

Felicia mengambil jeda ucapannya. Menatap sengit Nur yang berdiri gemetaran di depan IGD dengan air mata tanpa isak.

"Kamu percaya isak buaya dia?!"

Tunjuk Felicia sambil melangkah panjang-panjang ke arah Nur meski ia tahu Nur tak terisak. Hanya air mata . Tapi baginya itu air mata buaya. Karena air mata itu untuk ketakutan Nur sendiri akan kehilangan Bima.

Felicia menarik kasar tangan Nur hingga terpelanting. Nyaris terbanting.

"Dia yang ingin bun*h Bima! Dia yang ceroboh kasih Bima racun dan kamu bisa nuduh aku?!"

" Jangan sentuh Nur!!"

Pekik Farrel sambil menahan tubuh Nur agar tidak terpelanting jatuh. Rasa bersalah yang membuncah, memaki dan mengutuki kecerobohannya sendiri membuat Nur bungkam tak sanggup berkata-kata. Hanya air mata yang tak berkesudah jawaban riuh bergemuruh di kalbu. Bahkan ocehan sumpah serapah Felicia tak tak di cernanya.

Karena jadi perhatian para penunggu pasien lain dan di tatap penuh teguran, Farrel menyeret Felicia menjauh. Menyusuri selasar, dan berhanti di sudut taman yang sepi. Di balik tanaman rambat yang menjuntai rapi.

Tapi,

Di sudut gelap itu,

Di sisi yang tak siap ia pahami,

Tiba-tiba saja,

Moncong dingin revolver berkaliber 44 mendarat manis di keningnya.

Jantung Farrel seperti lepas. Terhempas. Entah kemana. Ia benar-benar blank saat melihat benda yang seumur hidupnya baru ia lihat secara nyata, bukan di layar kaca atau layar hand phone itu amat dekat dengan hidupnya.

Deg! Deg! Deg!

"Kamu yang memaksaku melakukan ini, Rel!"

Desis Felicia dingin dengan tatap mata bengis. Farrel begidik melihatnya. Keringat dinginnya mulai berjatuhan walau malam itu gerimis tipis membelai.

"F-Fe..Fe..! Te..tenanglah!"

Bisiknya dengan suara gemetar, pun tangannya. Selama ini ia tahu Felicia seperti apa. Tapi jika sampai sejauh ini di luar nalarnya.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang