*56.
♡
♡" Jì zhù gãi jì zhù de, wàng jì găi wàng jì dè. Găì biàn nèng găi biàn de, jiē shòu bù nèng găi biàn de, ingat yang perlu diingat, lupa dengan apa yang harus dilupakan, mengubah apa yang yang bisa diubah dan menerima apa yang tidak dapat diubah." Rizal menelan ludah mendengar tutur Henry dalam bahasa China. Setelah ia curhat sulit melupakan masa lalu keluarganya.
Dibesarkan oleh tante Zehra Azra keturunan Tionghoa-Turky membuat Henry cukup fasih berbahasa Tionghoa. Istri om Gunawan Wijaya memang Tionghoa. Sangat disayangi nenek Aima. Nenek yang selama ini merawat Rizal dan Naina. Nenek Aima adalah ibu dari bunda Rizal dan Naina; ibu Khalisa. Kakak om Gunawan Wijaya.
Ia tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan dirinya akhir-akhir ini. Ia merasa aneh saja. Tiba-tiba lupa dengan beberapa kejadian yang bahkan baru terjadi. Naina yang selalu menyarankan agar ia konsultasi psikolog atau psikiater. Tapi apakah diperlukan? Jika sendiri tidak merasa sakit?
" Mas tiba-tiba tidak ingat kapan pulang ke rumah? Sedang terakhir mas bersama Ima? Mas pikir itu normal?" Rizal masih teringat ngototnya Naina.
"Mas tahu siapa yang minta agar aku membawa Nur ke rumah? Kamu mas," Naina ngotot saat itu. Rizal yang menyuruh? Kapan? Untuk apa?
Naina saat itu tak menjawab. Hanya memintanya konsultasi pada Shasi Kirana Putri, M.Psi.
Dan sorot mata Bima yang tidak ramah dan hangat seperti biasanya membuatnya semakin meyakini kata-kata Naina. Mungkinkah ia melakukan sesuatu yang membuat Bima marah? Dan Ia lupa? Entahlah.
"Di minum, Mas," sebuah ucapan lembut membuat Rizal menoleh. Nawang. Calon istri Henry. Menyuguhkan Tieguanyin. Sekilas seperti teh Jepang. Merupakan ragam teh oolong. Merupakan teh yang diolah melalui proses fermentasi. Berwarna jernih kekuningan. Rizal menyukai cita rasanya yang semula pahit lalu menjadi manis seperti madu. Mungkin karena Nawang menambahkan madu.
" Kàm-siã," Rizal mengucap terima kasih dalam bahasa Hakkien.
"xiè xiè," Henry juga mengucapkan terima kasih dalam kalimat standar. Ini untuk situasi formal maupun informal. Nawang tertawa.
Menyuguhkan pula sepiring latiao, snack China yang terbuat dari tahu sutra. Nawang belajar membuatnya dari mama Henry.
"Sering main, Na?" Rizal basa-basi sambil menyantap latiao. Berusaha melupakan kejadian demi kejadian yang baginya anomali.
"Lumayan. Jika dari kampus dan tidak ada tugas," jawab Nawang dengan senyum. Mengamati Henry yang menyantap snack buatannya dengan lahap. Meski pedas.
Ah, tiba-tiba Nawang ingat mas Bima yang tidak suka pedas.
"Hen," tiba-tiba Rizal bertanya dan mengambil jeda. Henry mengiyakan sebelum menyeruput Tieguanyin. Menikmati sore yang indah di halaman belakang. Di temani calon istri. Sambil menatap aneka anggrek koleksi mama dalam vertikal garden. Yang paling mencolok adalah White Egret Orchid. Salah satu anggrek tercantik dengan bentuk seperti burung yang mengepakkan sayap untuk terbang. Berwarna putih. Nenek Aima mendapatkannya dari nenek Bestari. Dua sesepuh dalam keluarga Henry dari pihak papa.
Henry nikmati gemericik air yang jatuh dari pancuran. Aroma aneka bunga, berbaur aroma petrikor. Sebuah kolaborasi yang menenangkan.
"Apakah beda kepribadian ganda dan alter ego?" Rizal memberanikan diri bertanya. Karena selama ini ia hanya tahu dari artikel yang di tunjukkan Naina.
"Tumben tanya gitu, Mas?" Henry balik bertanya. Rizal hanya tertawa, menjawab ingin tahu saja. Henry itu dokter. Tentu jawabannya lebih akurat dari pada artikel-artikel yang ia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than Water
Ficção Científica𖤐⭒๋࣭ ⭑𓍯𓂃⁀➴ Cover by : @PutraRize_ ( author Malaysia ) Fiksi ilmiah & dark romance penuh kejutan dengan diksi indah dan enigma. Full ilmiah. Seperti titik lebur alkali tanah. Berantakan tak beraturan. Atau seperti nyala alkali tanah, dari orange...