𝕻𝖆𝖗𝖙 36. 𝕻𝖆𝖗𝖙𝖎𝖙𝖚𝖗 ( 2 )

81 28 37
                                    

*35.
.
.

( A/n. Yang suka baca sambil dengerin musik silakan putar She's gone di atas😊

Isi part ini fiksi ya, tidak berhubungan dengan siapapun di dunia nyata.

Happy reading 😊 ♡♡ )
.

Kafe Sigma
.
.

🎵 She's gone
Out of my life
I was wrong
I'm to blame
I was so untrue
I can't live without her live

In my life
The's just an empty space
All my dreams are lost 🎵

Alunan She's gone dari Steelheart yang di nyanyikan penyanyi kafe terdengar mengalun syahdu saat Farrel dan Nathan masuk.

Mural kafe dengan nuansa monokrom menyambut mereka, tampak elegan meski hanya bernuansa hitam dan putih. Nuansa yang memberi kesan estetik dan artistik. Dengan lampu gantung di dekat mural makin memberi kesan teduh dan syahdu.

Nathan menarik kursi berwarna merah saat Farrel bertanya sambil mengamati panggung di mana seorang pria bernyanyi.

"Bukankah itu mas Rizal?"

Farrel seperti bertanya pada diri sendiri. Menatap pria dengan jaket hoodie hitam, simple dipadukan dengan celana stylish. Suaranya terdengar merdu. Bukankah dia orang kantoran? Mengapa bisa bernyanyi di kafe?

"Mas Rizal? Yang sering datang untuk urusan kantor? Pengganti mbak Fe?"

Nathan bertanya, mengamati pria yang mirip bang Bima itu. Ternyata bisa bernyanyi. Bahkan suaranya amazing.

"Iya, Felicia kan lagi jalani pengobatan," jawab Farrel sambil mengamati Rizal yang selesai bernyanyi. Farrel melambaikan tangannya dengan senyum saat bertemu mata dengan Rizal. Rizal balas melambai dengan senyum. Mendatangi mereka.

"Hai ...! Kalian sering kesini?" Rizal bertanya sambil mengamati Farrel. Pria ganteng dengan kaus polos dengan kemeja lengan pendek tanpa dikancing. Dengan celana jeans robek di bagian lututnya. menampilkan sisi nebel.

Sahabat Bima yang sedang menanti yudisium itu sering Rizal temui di kostan Bima.

"Kadang-kadang saja, Mas," Farrel menjawab dengan senyum. Rizal berdehem sebelum menarik kursi kafe. Basa-basi mereka pesan menu apa. Nathan yang sedang memegang buku menu menyebut beberapa pilihan beverage. Menawari Farrel mau yang mana.

Farrel pun basa-basi mengapa Rizal bisa bernyanyi di kafe.

"Hanya sebagai hobby, " jawab Rizal dengan tawa. Farrel terperangah. Tawa itu sangat mirip Bima. Bagaimana ada dua orang yang begitu mirip meski bukan saudara?

Ketika belum bisa mencerna apa yang bergemuruh di benaknya tiba-tiba,

"Mas ... habis ini giliran kita duet."

Sebuah suara mendayu bak bulu perindu menerpa gendang telinga Farrel. Sesaat, sepersekian detik matanya sempat bersirobok dengan gadis belia itu.

Cantik, memakai rufflued collor blouse. Sytle ala Korea dengan kerah melingkar , menunjukkan kesan feminim dan manis. Dengan atasan warna putih, rok hitam dan sepatu high heels.

Nathan terperangah. Bukannya itu Naina? Teman Nur di SLB? Nathan tahu karena dulu pernah dekat dengan Nur dan sering antar jemput.

"Kalian nikmati sajiannya, aku tinggal dulu."

Pamit Rizal, menggamit jemari Naina. Melangkah bersama. Alunan Ben Seni Cok sevdim, OST Hercai terdengar merdu dari duet mereka.

🎵 Bir istirdyenin kiymeti incisni

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang