𝕻𝖆𝖗𝖙 32. 𝕯𝖎𝖘𝖙𝖔𝖗𝖘𝖎 ( 2 )

92 30 18
                                    

*32.

( A/n. Isi part ini fiksi. Dengan adegan toxic. Tidak untuk di tiru. Bijaklah dalam membaca dan memahami).
.
.
Efek domino dari kabar menikahnya Bima dengan Nur bukan hanya membuat gempar kost-kostan Hijau. Tapi juga perusahaan tempat Bima bekerja. Bahkan di SLB tempat Nur bekerja.

Beramai-ramai mereka yang buta tentang Nur mencari tahu profilnya di media sosial. Dan rata-rata ternganga melihat perbedaan usia.

"Nur, kamu gak kesambet kan? Seorang Kamila Nur laila gitu lho?

Jangan bilang kanu jadi sugar baby dan bang Bima adalah sugar daddy."

Berondong Ima sambil mengguncang kasar bahu Nur. Setumpuk kertas dari murid-murid di kelas tuna grahita sampai nyaris jatuh semua. Tuna grahita adalah orang- orang dengan kemampuan intelektual dan kognitif di bawah rata-rata di bandingkan pada umumnya.

Nur ingin menjawab dengan sebuah dampratan, tapi tidak jadi karena tampak Shasi mendekati mereka. Mereka mengangguk takzim. Di sekolah Nur tidak menyebut Shasi 'mbak', tetapi bu Shasi.

"Gimana, Nur?"

Shasi bertanya saat sudah di hadapan mereka. Cepat-cepat Nur menjawab,

"Siap, Bu Shasi. Ini tadi kami proses pewarnaan menggunakan tehnik blok ( siluet ) dan tehnik spiral.

Media dan bahan yang di gunakan adalah, kertas, pensil dan krayon."

Shasi manggut-manggut sambil memeriksa kertas-kertas di tangan Nur.

Tehnik blok ( siluet ) adalah tehnik menutup objek gambar dengan menggunakan satu warna sehingga menimbulkan kesan siluet ( blok ).

Sedang tehnik spiral adalah pembuatan karya dari bahan berbentuk spiral atau pilihan dengan melingkarkan ke benda sehingga menjadi bentuk yang di inginkan.

"Kami menggunakan metode demontrasi, Bu."

Ima ikut menimpali. Tersenyum menatap perempuan cantik istri dosen yang memakai baju hamil one set warna vany, amat kontras dengan kulit putihnya. Cantik.

Lagi, Shasi manggut-manggut. Metode demontrasi ( metode belajar dengan cara memperagakan ) sesuai untuk anak tuna grahita yang harus di bimbing setiap tahapan dalam menggambar. Hasil karya tuna grahita memiliki ciri khas. Terutama dalam pembuatan garis yang tidak bisa lurus dan pembuatan objek yang diawasi dalam pembuatannya.

Nur dan Ima mengikuti Shasi masuk ke ruangan dengan pintu bertulisan Shasi Kirana Putri, M.Psi.

Psikolog seperti Shasi di sini berperan sebagai pemeriksa kecerdasan dan hal-hal yang berhubungan dengan persepsi, perilaku, dan mengungkap informasi lain yang berkaitan dengan anak, orang tua, dan sekolah.

.
.
***

"Aku bisa mau nikah sama bang Bima itu melalui jalan ta'aruf, Im. Jadi jangan mikir macem-macem." omel Nur saat keluar dari ruangan Shasi, ternyata mbak Shasi bener, Nur harus siap dengan segala resiko yang tumbuh subur menjamur di luar sana.

Bang Bima itu M, Ak. Magister akutansi, sedang Nur hanyalah lulusan D2 Seni rupa.

Untung Nur menuruti mbak Shasi untuk lanjut S1 PLB.

"Ya ampun sewot amat, Nur. Kaget aja. Kanu itu masih dua puluh satu tahun gitu lho, tapi gak apa-apa deh sugar daddy elo tajir melintir."

Goda Ima membuat Nur mengejarnya dengan gemas, mereka berlarian di koridor. Protes bahwa umurnya akan dua puluh dua tahun. Untuk sesaat lupa posisi mereka sebagai apa.

Saat bu Hanifah, kepala sekolah melintas baru mereka berhenti dan mengangguk takzim. Meski masih saling sikut saat memasuki ruang guru.

Mereka tidak masuk ruang guru kelas. Bersebelahan dengan ruang guru kelas adalah ruang guru ketrampilan. Dan mereka masuk kesana. Dalam sekolah luar biasa memang ada guru ketrampilan. Lulusan seni musik, seni rupa, tata boga, dan tehnik busana. Mengajar sesuai bidangnya masing-masing.

🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang