𝕻𝖆𝖗𝖙 13. 𝕸𝖊𝖓𝖙𝖆𝖗𝖎

247 34 41
                                    

*13.

Belajar tersulit adalah menyalahkan diri sendiri
Karena menyalahkan orang lain tak perlu belajar

*
*
*
Aku adalah mentari
Yang selalu berusaha menyinarimu
Yang selalu berusaha menghangatkanmu

Katamu aku membakar
Cahayaku tak selembut bulan
Katamu rasamu terlanjur mengakar
Tanpa ikrar
Tanpa pudar
Tetap berpendar

Aku adalah mentari
Yang rebah
Mengira dirimu adalah rumah
Tempat bernaung segala resah
Akankah jadi nyata?
Ataukah hanya mimpi semata

_Kamila Nur Laila_

*
*
*

Nur ternganga saat sebuah motor sport mendekatinya, ia sangat mengenal sosok yang memakai helm fullface itu.Bang Bima? Ngapain kesini? Nyamperin mbak Felicia?

"Hai, Bii ...!" sapa Felicia, bangkit dari duduk dengan anggun. Berjalan menghampiri Bima. Senyumnya merekah. Tapi Bima,

"Nur!! Ayo!!"

Nur melongo. Tolah- toleh dengan ekspresi beg*. Nur? Nur siapa yang di maksud bang Bima? Dirinya?

"Nuur!!"

Panggil Bima saat sudah di depan Nur. Sempat tersenyum pada Felicia. Felicia ternganga. Karena Bima melewatinya begitu saja.

"I ... iya, Bang!"

Nur tergagap. Masih shock dan tidak menyangka Bima nyamperin dirinya.

"Ayo!!"

Ajak Bima, hah? Ayo?Kemana?

"Pulanglah! Mau nginep sini?"

Pendelik Bima garang. Nur nyengir, tapi motornya?

"Biar ntar di bawa Rany."

Nur menurut, pamit Felicia yang seperti terhipnotis sesuatu yang magis.

Haruskah Felicia menangis? Nur seolah tertawa bengis. Cewek ingusan yang beberapa detik lalu ia remehkan kini ...?

Felicia ternganga saat melihat Nur nangkring manis di boncengan Bima. Astaganaga!! Ini realita atau hanya mimpi semata?

Ingin rasanya Felicia jadi dracula. Dan menghisap darah Kamila Nur Laila.

Felicia jatuh terduduk di bangku. Mengepalkan jemari dengan tinju. Genderang perang di kalbu bertalu-talu! Ia tak kan biarkan kapalnya karam sebelum berlabuh! Ia harus lakukan sesuatu! Harus!!

*
*
*

Suara benda keras yang berjatuhan terdengar jelas saat Bima mengajak Nur bernauang dari hujan yang tiba-tiba turun.

"Hujan es, Bang!" Nur memekik riang saat melihat bongkahan-bongkahan es terserak di atas aspal hitam.

"Hujan es, Bang!" Nur memekik riang saat melihat bongkahan-bongkahan es terserak di atas aspal hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang