*45.
♡
♡( A/n. Isi part ini fiksi. Tidak berhubungan dengan apapun dan siapapun di dunia nyata.
Jika ada kejadian serupa itu murni kebetulan semata. Bijaklah dalam menyikapi. 🙏)
♡
Netra Rizal memindai tiap inci ruang tamu kediaman Bima dan Nur. Bibirnya membentuk lengkungan setipis kertas. Tersenyum. Ternyata jiwa seni ayah juga merasuki jiwa Bima. Ruangan ini interiornya aesthetic. Rak buku gantung dengan bentuk kupu-kupu terbuat dari kayu. Rak pot di sudut ruangan berisi geranium, amarilis, dan afrikan violet.
Di beberapa sudut ruangan dalam pot-pot putih ada lavender, itu sama seperti di rumahnya. Naina menempatkannya untuk mengusir nyamuk dan serangga. Kastuba yang mirip dengan bunga nusa indah ada di sudut lain.
Dan di ambang jendela ada cape primrose yang menyukai cahaya terang. Dari sini cukup bukti bahwa pemilik rumah ini paham akan bunga. Entah Bima atau Nur.
Rizal amati koleksi buku-buku yang berjajar rapi di rak gantung berbentuk kupu-kupu kayu raksasa. Kebanyakan buku apa? Oh, rupanya buku-buku seni rupa Nur waktu kuliyah. Dan buku-buku random Bima.
Rizal tertarik salah satu buku, Rupa Dasar, ini adalah dasar pokok seni rupa 0leh Dr. Husen Hendriyana. Lalu ada Window Lighting Untuk Foto Potret oleh Nofria Doni Fitri. Buku yang mengulas cara memotret, dengan memanfaatkan cahaya yang masuk melalui jendela . Hm, rupanya Nur hobby fotografi juga.
Dan satu lagi buku dengan latar cover biru dan ikon kota Surabaya tentang budaya dan pariwisata. Baru saja Rizal akan menarik buku itu,
"Bang Bima masih mandi, Mas. Silakan duduk," ucap Nur santun sambil meletakkan cemilan dalam toples mungil di meja. Kue kastengel kesukaan bang Bima. Nur berjuang membuat kue kering dengan bahan utama keju itu. Resep dari mbak Shasi.
"Silakan dinikmati, Mas. Mau minum apa?" tawar Nur santun. Rizal tersenyum, netranya menjelajahi tiap lekuk tubuh Nur yang hanya memakai baby doll dengan motif kartun dan berhijab hitam. Polos tanpa makeup. Wajah yang terlalu belia untuk jadi nyonya Bima. Pipinya yang chubby, tubuh mungilnya yang kurang tinggi, Rizal bisa gunakan ini untuk menyerang rumah tangga mereka. Meski Nur cantik. Tapi masih terlalu polos untuk Bima.
"Aku mau ajak Bima ke rumahku, Nur. Boleh?" Rizal bertanya lirih. Tanpa melihat toplesnya, ia buka tutupnya. Dan mengambil sebiji kastengel. Ia makan perlahan sambil tetap menatap Nur lekat-lekat. Nur berdehem. Tidak nyaman dengan tatapan itu. Ke rumah mas Rizal? Mau apa? Di sini kan bisa.
.
.***
"Ati-ati, Bang. Bisa jadi itu taktik home court advantage, manipulasi di tempat di mana merasa kuat dan pegang kendali," ucap Nur sambil menarik resleting jaket baseball Bima agar tertutup penuh. Udara dingin. Jangan sampai suaminya itu ikut tumbang karena cuaca. Nur aja udah kayak mau flu gini.
Bima tertawa. Memencet hidung istrinya gemas. "Su udzon. Dia cuma ngundang makan malam kok,"
"Trus aku maem sup ayamnya sendirian?" sungut Nur. Cemberut. Nur kan pengen maem bareng. Bima tertawa sambil sun pipi istrinya ringan. Nur mengelus pipinya sambil menggerutu.
"Undang aja Nataly atau Ima," jawab Bima sambil meraih kunci motornya. Entah mengapa Nur tidak nyaman. Ia tidak suka tatapan Rizal. Senyum Rizal. Bahasa tubuh Rizal. Kayak manipulatif.
Nur ingat tentang manipulatif gara-gara ia pernah di cuekin Ima berhari-hari. Dan saat ia curhat mbak Shasi,
"Itu silent treatment, Nur. Bentuk manipulasi yang keras dan jelas. Tanpa mengucap sepatah katapun. Tujuan manipulator ini memang membuat pikiran kita berputar.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅳🅰🆈🅸🆃🅰 || Blood Is Thicker Than Water
Научная фантастика𖤐⭒๋࣭ ⭑𓍯𓂃⁀➴ Cover by : @PutraRize_ ( author Malaysia ) Fiksi ilmiah & dark romance penuh kejutan dengan diksi indah dan enigma. Full ilmiah. Seperti titik lebur alkali tanah. Berantakan tak beraturan. Atau seperti nyala alkali tanah, dari orange...