BAB 40

15.6K 1.3K 912
                                    

Happy Reading!


Karina menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, memperhatikan Jevan yang membuang kondom bekasnya ketempat sampah yang berada diujung ruangan.

Sedikit terkejut pula ketika tiba-tiba Jevan mengambil sebungkus kondom dan memakainya disela kegiatan mereka, Karina sendiri tidak tau sejak kapan Jevan menyimpan benda itu.

Sesi bercinta mereka tidak seintim biasanya, ada rasa yang sedikit mengganjal baik area di bawah sana dan juga hati Karina dan mungkin Jevan juga.

Jevan memakai kembali celana miliknya lalu masuk ke dalam selimut, tidur di samping Karina. "Bangunin aku 10 menit lagi."

Karina mengangguk lalu mendekat dan memeluk Jevan dari samping dengan erat.

Jevan yang masih memejamkan matanya merentangkan tangan membiarkan Karina masuk ke dalam pelukannya dan menjadikan lengannya sebagai bantal.

Mereka sama-sama terdiam, sesi bercinta pertama mereka setelah bertengkar rasanya sedikit berbeda. Mereka masih saling mendamba tapi kali ini tidak sehangat biasanya.

"Jev."

"Hmmm."

"Aku mau bahas sesuatu please kali ini jangan menghindar."

"Mau bahas apa? Ngomong aja."

"Masalah pil yang aku konsumsi diem-diem, kamu sebenarnya masih marah kan? Tolong jujur, aku juga pengen tau apa yang kamu rasain."

Karina benar-benar ingin tau perasaan Jevan sebenarnya seperti apa. Sementara Jevan memang sudah enggan untuk membahas masalah ini.

"Kamu bilang kita harus terbuka tanpa ada rahasia apapun, harus saling berbagi apa yang kita rasakan tapi kamu nggak mau bahas ini. Aku juga mau jelasin apa alasan aku minum pil kb tanpa kasih tau kamu."

Jevan dengan enggan membuka matanya, menatap langit-langit kamar mereka.

"Aku cuman kecewa." Jawab Jevan pelan.

"Aku nggak marah sama sekali, aku kecewa aja, sebenernya emang nggak apa apa kamu konsumsi pil itu diem-diem, balik lagi yang akan mengandung sembilan bulan kan memang kamu, kamu punya kendali penuh untuk diri kamu jadi kamupun berhak mengambil keputusan untuk diri kamu sendiri. Tapi disini aku suami kamu, aku ngerasa aku juga berhak tau soal itu."

"Maaf." Gumam Karina yang menempelkan pipinya di dada bidang Jevan.

Jevan mengangguk mengusap rambut Karina, "Tapi setelah aku pikir keputusan kamu memang tepat, kita masih sama-sama egois dan kurang terbuka satu sama lain dan mungkin pertengkaran kita yang membuat kamu semakin ragu untuk memiliki seorang anak, benar nggak?"

Karina menggeleng pelan, ada hal yang tidak Jevan pahami, memang benar masalah mereka pun turut andil tapi itu bukan alasan utama.

"Maaf bukanya aku nggak mau ngasih tau tapi–"

"Enggak apa-apa, Aku kan udah bilang tutup semua masalah kemarin, kita buka lembaran lembaran baru." Potong Jevan.

"Kamu nggak mau denger alasan aku?" Bisik Karina.

Jevan terdiam sesaat, tatapannya beralih pada Karina yang terlihat merenung sambil memeluknya, "Oke, aku mau dengar."

"Aku enggak mau anak kita merasakan apa yang aku rasakan atau kamu rasakan." ujarnya pelan.

Jevan semakin menatap Karina heran, "Maksudnya?"

Karina memainkan jarinya membuat pola tak beraturan di atas dada Jevan, "Aku takut anak kita nanti harus menanggung banyak harapan dari orang-orang di sekitarnya atau ketika lingkungan dia nanti hanya mendekati dia karena materi, kamu ngerti maksud aku kemana kan? hmm, aku cuman takut apa yang pernah kita alami anak kita mengalami juga, seperti kamu yang di tekan untuk melanjutkan perusahaan atau aku yang selalu di remehkan ketika berhasil mendapatkan sesuatu, mereka bilang apapun yang aku capai itu karena privilage yang aku miliki. Padahal aku juga berusaha untuk mendapatkan apa yang aku mau."

Perfect Couple || Jeno - KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang