Happy reading!
Jevan memutar keran menampung air dingin di tangannya lalu membasuh wajahnya agar lebih segar setelah puas mengeluarkan semua yang ada di dalam perutnya, walaupun yang keluar hanya cairan bening saja.
Dua hari ini ia tinggal di rumah belakang Oma, dia sama sekali belum mengobrol lagi dengan Karina. Hanya bisa mengamati wanita itu dalam diam.
Jevan mengangkat wajahnya menemukan refleksi dirinya di kaca, ternyata benar dia sangat berantakan pipi tirus, pucat dengan brewok tipis yang tidak pernah ia bersihkan.
Selama jauh jadi Karina ia sudah tidak mempedulikan tampilannya atau lebih tepatnya tidak ada yang memperhatikannya. Walaupun tau Karina berada di rumah neneknya tapi Jevan tidak bisa untuk tenang, ia selalu khawatir, gelisah, takut bercampur manjadi satu.
Jevan menarik nafas dalam menenangkan pikirannya, ia tidak boleh sama kerasnya dengan Karina, ia harus lebih pintar menahan diri dan mengontol egonya, sebelumnya dengan Karina ia tidak pernah kebingungan menghadapi wanita sampai seperti ini.
Tidak berbeda jauh dengan Jevan, Karina merasakan hal yang sama, di malam hari yang harusnya beristirahat ia akan menghabiskan waktu dengan melamun dengan perasaan bingung dan risau, tidak bisa di pungkiri melewati awal kehamilan seorang diri memang sulit.
Walaupun ia yang meminta Arseno untuk menyembunyikan keberadaan dirinya dari Jevan tapi tetap hati kecilnya mengharapkan kedatangan pria itu.
Jika memang Jevan tidak berselingkuh kenapa pria itu tidak berusaha mencarinya untuk menjelaskan semua yang terjadi, kenapa membiarkan dirinya menerka-nerka semua sendiri, membiarkan dirinya terus bergelut dengan pikiran negatif.
Karina selalu mengalihkan perhatiannya agar tidak selalu memikirkan Jevan melakukan ini itu bersama Oma, menyembunyikan apa yang dia rasakan, mencoba menikmati harinya dengan perasaan tenang, ia tau terlalu banyak pikiran tidak baik untuk kehamilannya.
Seminggu menunggu tidak pula Jevan menunjukan batang hidungnya, Karina kecewa. Dengan perasaan ragu ia mengajukan perceraian, ia ingin tau apa respon lelaki itu dan kembali kecewa Jevan sama sekali tidak menemuinya.
Terpikir juga oleh Karina jika memang perceraian langkah yang paling tepat untuknya tapi anak dalam kandungannya membuat ia lemah, anaknya ini harus merasakan keluarga yang utuh tak apa jika pada akhirnya dia yang harus berkorban.
Di setiap malam Karina hanya bisa menangis seorang diri sembari mengusap perut ratanya, "Maaf, mommy kembali menangis.."
Dan selama dua minggu Karina menahan rasa rindu yang membuatnya gila, ia sedang kesal dan benci kepada Jevan tapi juga merasakan rindu setengah mati pula, entah kenapa rasanya ia ingin selalu berdekatan dengan Jevan, itulah kenapa sebelum tidur ia suka menyemprotkan wewangian yang persis seperti milik Jevan dan sering mengenakan kaos Jevan ketika rasa rindu itu muncul.
Baik Karina dan Jevan merasakan kesakitannya masing-masing, dengan sekuat tenaga mereka berusaha memendam apa yang mereka rasakan.
***
"Ayamnya jangan sampe kamu lepas lagi! Biarin dia di kandang awas aja kalo sampe di lepas dan rusak tanaman oma."
"Iya, Oma masih dendam aja, udah Oma cepet kesini kita makan bareng." Saur Karina.
"Oma udah makan duluan tadi, kalian makan aja dengan tenang."
Karina dan Advent melanjutkan acara sarapan mereka sesekali mengobrol, Advent selalu melemparkan lawakan garingnya.