Happy Reading!
"Ini sih lo keburu mati duluan sebelum ketemu Oceana."
Giselle merebut gelas berisi minum alkohol milik Jevan. Merasa gelasnya direbut Jevan dengan santai meraih botol di hadapannya meminum langsung dari botolnya.
"Ck, malah rusak diri sendiri kaya gini." Jaeden menendang sampah botol minuman yang berserakan.
Jevan tidak berniat merespon Jaeden dan Giselle yang tiba-tiba masuk ke dalam apartemen miliknya. Memilih diam di apartemen untuk ditemani beberapa botol minuman.
Jaeden yang tau Jevan sedang ada di titik terendah meminta Giselle untuk menemaninya menemui Jevan. Terlalu gengsi untuk menemui seorang diri. Bagaimana pun geramnya Jaeden kepada Jevan ia masih punya rasa peduli kepada sahabatnya itu.
Jevan memang menghindari siapapun, lelaki itu menarik diri dari lingkungannya dan karena itu Jaeden merasa khawatir. Jevan hanya bekerja, bekerja dan memantau Karina.
"Jevan, udah!" Giselle merebut botol dari tangan Jevan dan menjauhkan semua minuman dari jangkauan lelaki itu.
Jevan berdecak kesal, "Kalian ngapain kesini?"
"Memastikan manusia bodoh di depan gue tetap hidup." Jawab Jaeden.
Jevan menyandarkan dirinya di sofa dan mulai memejamkan mata lelahnya, "Tenang, gue akan tetap hidup, gue belum ketemu Oceana dan calon anak gue."
Jaeden bisa melihat tampilan begitu acak-acakan tidak terurus, kantung mata, jambang tipis mulai terlihat rambut yang tidak tertata rapih.
Jaeden berdeham, "Oceana ada di bandung, di rumah nenek lo." Ucapnya memberi tau.
"Hmmm, gue udah tau." Jawab Jevan seadanya.
Giselle yang sedang membereskan sampah menatap Jevan, "Lo udah tau tapi lo masih diam disini? nggak coba temuin Oceana buat jelasin?"
Jevan tidak menjawab pertanyaan Giselle. Jaeden yang malah kesal melihat Jevan hanya diam.
"Beresin masalah Salma sama Erik aja lo cepet, giliran rumah tangga sendiri lo malah payah kaya gini, harusnya lo bisa lebih cepet tanganin masalah rumah tanggal lo." Cecar Jaeden.
"Gue belum bisa kesana, masih banyak kerjaan, mungkin besok atau lusa baru gue kesana." Gumam Jevan dengan kata masih terpejam.
Jaeden menendang kaki Jevan, "Ini sama aja kaya lo nunggu Oceana cerein lo, disaat rumah tangga di ujung tanduk masih aja peduliin kerjaan." Ucapnya tak habis pikir.
"Bahkan Oceana udah ngajuin gugatan cerai." Jawab Jevan sambil mengurut pangkal hidungnya, pusing memikirkan Karina yang sangat cepat mengajukan perceraian. Bahkan ini belum genap dua minggu dari waktu mereka bertengkar.
"Dan lo masih bisa santai kaya gini?" Giselle ikut kesal dengan jalan pikiran Jevan.
"Gue harus beresin kerjaan sebelum cuti selama Oceana hamil."
Memang ia mengundur waktu untuk bertemu Karina hingga dua hari kemarin mendapat kabar Karina mengajukan gugatannya, secepat itu Karina bertindak.
Perusahaannya sedang banyak masalah juga tidak bisa di tinggal, Dimas juga menuntutnya untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab. Menyelesaikan dulu semuanya sebelum mengambil cuti panjang, menguraikan satu-satu masalah hidupnya.
"Percuma lo jadi anak yang punya perusahaan kalo mau cuti aja harus selesain ini itu dulu."
Jevan hanya menghela nafas berat, tidak bisa kah orang orang terdekatnya membiarkan dia sendiri dulu untuk sekarang? Ini juga sangat sulit untuknya.