Happy Reading!
Karina berjalan menunduk membiarkan rambutnya berjatuhan menutupi wajah yang mungkin sudah sangat kacau, matanya sudah sangat basah
"Biar saya antar kebawah bu." Tawar Julian yang sudah berdiri di depan pintu ruangan Jevan.
Meski tidak mendapat jawaban dari Karina, Julian tetap mengikuti Karina, menekankan tombol lift untuk mereka.
"Ibu bisa pakai ini."Julian memberikan sebuah topi pada Karina tanpa menatap Karina sedikitpun.
Karina yang menunduk mengambil topi itu dan memakainya.
Julian tidak banyak bicara, sesekali ia mendengar suara isak dari Karina. Julian mengawal agar tidak ada yang masuk kedalam lift yang sama dengan mereka. Karina menangis dalam diam, kedua tangannya mengepal disisi tubuh dadanya semakin sesak.
Membiarkan air matanya keluar tanpa berniat menghentikan.
"Terima kasih, Julian." Ucap Karina setengah berbisik ketika lift sudah sampai di basement, berjalan dengan cepat kearah mobil Giselle.
"Bawa saya pergi kemanapun." Ucapnya pada bodyguard Giselle.
Pria muda bertubuh kekar itu hanya mengangguk, menjalankan mobilnya keluar dari perusahaan Jevan.
Karina melepaskan topi yang tadi julian berikan, kembali menunduk dalam dengan kedua tangan menutupi wajahnya, bahunya mulai bergetar hebat, kembali menangis. Mencoba sekuat mungkin mengigit bibirnya agar tangisannya tidak terlalu keras.
Karina memukul dadanya berharap itu bisa sedikit menghilangkan sesak yang bersarang disana.
"Ya tuhan, ini menyakitkan." Lirihnya.
Karina mencengkram blouse yang ia kenakan. Bayangan Jevan memeluk Salma, Jevan bermain dibelakangnya, mengkhianatinya terus berputar tanpa henti.Karina menggeleng mencoba menghilangkan bayangan yang hanya akan menyakitinya.
"Maaf nona, ada dua mobil mengikuti kita."
"Berputar saja dulu, coba kecoh mereka." Jawab Karina parau.
Bisa ia tebak dua mobil itu pasti suruhan ayahnya dan Jevan. Sejujurnya ia masih tidak punya tujuan akan pergi kemana, ia hanya ingin menjauhi Jevan dan segala masalah.
Karina merasa tidak mampu menahan diri lagi untuk terus bersama Jevan dan segala kesakitan yang pria itu berikan, Jevan tidak pernah berubah dan ia tidak bisa merubah Jevan, ia hanya bisa meninggalkan Jevan yang merupakan sumber kesakitannya. Jika tidak bisa merubah, mungkin meninggalkan Jevan keputusan terbaik.
Dengan tangan yang sedikit bergetar Karina mengusap perutnya. Didalam sana ada nyawa yang harus ia jaga, ia lindungi. Sungguh ia sangat butuh lingkungan sehat untuk kehamilannya, ia butuh menenangkan diri. Jika masih diam bersama Jevan kemungkinan bertengkar seperti tadi sangat besar, hal seperti itu tidak baik untuknya.
"Sayang, kita jalan-jalan sebentar ya, mommy bakal jaga kamu jadi jangan takut, oke?" Karina berbicara parau sambil mengusap perutnya seolah berbicara dengan anak dalam kandungannya.
"Semua akan baik-baik saja."
Ya, semua akan baik-baik saja, Karina mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Matanya kembali berkaca-kaca, tenggorokan nya seperti tercekat, "Jangan sedih ya, semua sangat menunggu kehadiran kamu kok, sekarang kita main petak umpet dulu ya? Kita buat semua orang pusing cari kita." Tersenyum tipis.
Karina menepuk pundak bodyguard yang sedang mengemudikan mobil.
"Iya nona?"
"Saya lagi hamil.." Ucapnya pelan.