47. Pemakaman

7.5K 674 99
                                    

⚠️Komen disetiap paragrafnya⚠️

Gilang membantu Clara untuk masuk ke kediaman Amran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gilang membantu Clara untuk masuk ke kediaman Amran. Di depan rumah itu sudah terdapat bendera berwarna kuning serta terop yang dipasang rapi di depan rumah.

Semua orang berdatangan, mulai dari tetangga, orang tua Gilang, teman-teman Amran, sahabat-sahabat Clara dan karyawan kantor. Semua turut berbelasungkawa atas meninggalnya Amran Anderson.

Gilang membantu Clara untuk duduk di dekat mayat Amran. Sedaritadi perempuan ini hanya menangis tanpa suara. Pandangannya kosong, tidak seperti Clara yang dikenal.

"Ra, sabar ya." Geva (Teman Clara masa SMA) memeluk Clara yang sedang menatap kosong mayat Amran.

"Ikhlasin ya, Ra. Gue yakin Om Amran bakal tenang di sana." Nasya ikut menimpali.

"Tuan Putri kita jangan sedih gini dong. Lo kan yang paling kuat di antara kita, Ra." Adit yang duduk di depan itupun ikut berkomen.

"Ra," panggil Keisya yang duduk di samping Clara, namun perempuan itu tidak membalas panggilannya.

Keisya menghela nafas. Tangannya naik untuk mengusap punggung Clara. "Kalo lo mau nangis, nangis aja. Itu yang lo butuhin sekarang," ujarnya berhasil membuat Clara menoleh padanya.

Keisya mengangguk dengan senyuman tipis. "Masih ada kita, ada Pak Gilang, dan masih ada anak lo. Lo harus kuat ngadepin ini semua."

Keisya terus mengusap punggung Clara hingga membuat perempuan dengan kerudung hitam serta dress warna senada itu menumpukan kepalanya di atas bahu Keisya.

"Gue ... kehilangan Papa gue, Sya ...," lirih Clara pelan. Bahkan hanya Keisya yang bisa mendengarnya.

"Gue kehilangan orang yang selama ini ngurusin gue ...." Clara menatap lurus ke arah mayat Amran. "Gue gak mau kehilangan Papa gue. Gue gak mau ...."

Keisya menepuk pelan pundak Clara, berusaha untuk menenangkan perempuan itu. "Setiap orang yang hidup, itu akan mati, Ra. Cuma kita nggak tau, kapan orang itu ninggalin kita."

"Lo harus kuat. Mau gimanapun, kehidupan lo harus tetep berjalan. Lo punya keluarga yang harus lo urus," sambung Keisya.

Sementara Gilang menatap Clara dari ambang pintu. Dirinya tidak bisa melihat perempuan yang ia cintai mengeluarkan air mata seperti itu.

Namun untuk kali ini, Gilang membiarkan Clara untuk menumpahkan air matanya, karena kehilangan sosok orang tua itu adalah hal yang paling menyakitkan dari segala hal yang paling sakit.

Lamunan Gilang membuyar saat Gina menyentuh pundaknya. Lelaki itu menoleh kepada wanita yang kini sudah tak muda lagi.

Gilang menyalami tangan Gina. "Apa kabar, Ma?"

Tanpa menjawab pertanyaan Gilang, Gina langsung memeluk lelaki itu. Sebagai seorang Ibu, Gina tahu kalau Gilang juga ikut merasakan sakit atas kepergian Amran. Karena rasa sakit Clara juga pasti dapat Gilang rasakan.

MY HUSBAND [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang