Spesial Chapter : Shooting star

8K 1.2K 862
                                    

Sorry for late update :')

Rindu berlebihan itu ga baik ternyata. Buktinya chapter ini di buat saking rindunya aku sama homiest dan keluarga Papa Hee 😞

 Buktinya chapter ini di buat saking rindunya aku sama homiest dan keluarga Papa Hee 😞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Malam terasa begitu tenang hari ini. Atau memang setiap hari selalu terasa tenang karena rumah sangat sepi?

   Heeseung berdiri di depan pagar balkon kamarnya. Menatap langit malam yang dihiasi bulan purnama. Malam ini, bulan terlihat sendirian tanpa ditemani bintang-bintang di sekelilingnya.

   Sama sepertinya yang kini sendirian, tanpa ada anak-anaknya di sisinya. Kesepian.

   Heeseung menghela nafas, baru menyadari kebiasaannya merenung di balkon kamar saat malam hari.

   Aneh saja kalau ia langsung tidur ketika jam menunjukkan pukul sembilan malam. Seperti ada yang kurang. Dan Heeseung sepertinya tahu apa yang kurang dalam hidupnya setiap malam ; ucapan selamat malam dari anak-anaknya.

   Well, sekarang jam sebelas malam. Sudah terlambat untuk sekedar menghubungi salah satu Putranya. Heeseung tidak mau mengganggu waktu tidur mereka.

   Sekarang Heeseung mulai mengantuk. Sekali lagi ia melihat ke langit sebelum tidur. Matanya melebar ketika sebuah cahaya terlihat meluncur di gelapnya langit malam hari. Ada bintang jatuh.

   Seumur hidupnya, Heeseung belum pernah melihat bintang jatuh. Haruskah Heeseung membuat permohonan seperti di film-film?

   Baiklah, tidak ada salahnya membuat permohonan meski Heeseung tahu akan mustahil permohonannya bisa diwujudkan. Heeseung menangkupkan kedua tangannya lantas memejamkan matanya, membuat permohonan di dalam hati.

   'Sekali saja, aku ingin mengulang waktu ketika anak-anakku masih kecil,' batin Heeseung sebelum beberapa detik kemudian, bintang jatuh itu menghilang entah ke mana.

   Heeseung masih berada di posisinya, masih menangkupkan tangan dan memejamkan mata lalu mengucapkan permohonannya sekali lagi.

   Set

   Sebuah jas tersampir di punggungnya. Heeseung membulatkan mata lalu menoleh ke belakang.

   "Papa ndak kedinginan?"

   Heeseung mematung. Jantungnya serasa berhenti berdetak sedetik.

   Jake kecil ada di depannya. Berdiri di atas kursi dengan tangan terangkat — dia yang menyampirkan jas ke punggung Heeseung.

   "... Jake?" panggilnya dengan suara pelan. Rasanya sesak saat memanggil nama Putranya setelah bertahun-tahun ia tiada.

   "Iya, Papa?" jawab Jake. Ia mengedip sekali sambil menatap sang Ayah di depannya.

   Tangan Heeseung terangkat, pemiliknya baru menyadari bahwa tangannya bergetar. Disentuhnya pipi Jake. Lembut, empuk, terasa sangat nyata. Heeseung bahkan bisa merasakan hembusan nafas Jake.

Sugar Home「TERBIT」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang