27. Hadiah

21 2 0
                                    

Oke Bismillah...

Mau curhat dikit niii..

Bahagia al sederhana. Yaitu masih ada inspirasi buat nulis dan nentuin alur cerita ini. Biasanya udah males padahal baru belasan chap. Tapi ini alhamdulillah masuk ke chap 27.

Thanks yang udah baca. Minta supportnya yaaaa ;)

Happy reading gengs

Masih di malam yang sama dan di tempat yang sama. Silla berjalan menuju panggung, tempat Aji berdiri disana bersama Tiara.

Dimana Toni dan yang lainnya? Toni sedang asik dengan Mimin. Miko dan Tini sibuk mengabsen setiap makanan.

"Hai Aji." Sapa Silla dengan suara imutnya.

"Hai Sill. Kangen banget sumpah." Sapa Aji dengan antusias sambil memeluk tubuh mungil milik Silla.

"Sama Ji Silla juga." Ucap Silla sambil membalas pelukan yang Aji berikan. "Happy sweet seventeen ya Aji ganteng. Dan selamat juga buat pacar barunya." Ucap Silla setelah mengurai pelukannya. Silla memberikan senyuman diakhir kalimat itu. Bukan senyum turut merasa bahagia. Tapi senyum menahan rasa sakit.

"Thank you. Silla emang sahabat terbaik." Ucap Aji sambil mencubit hidung Silla dengan gemas lalu mengacak-acak rambut Silla gemas. "Jangan berubah ya. Tetep jadi Sillanya Aji."

Silla tersenyum tipis. "Aku ga berubah. Tapi kamu Ji." Batin Silla dibalik senyum palsunya itu.

"Oh ya. Btw kesini bareng siapa? Ibu atau ayah, atau mungkin sama Mila?" Silla menggeleng.

"Silla kesini sama dua prajurit tampan." Jawab Silla.

Aji mengangkat satu alisnya sebagai pertanda bingung, tidak mengerti.

Silla memberikan isyarat pada seseorang. Tangan Silla bergerak. Seolah menyuruh mereka menghampirinya.

Aji dapat melihat dari belakang Silla muncul Ello yang di belakangnya diikuti oleh seorang pria yang terlihat seumuran dengan dirinya.

"Tadaaaaa!!" Ucap Silla dengan tangan yang terbuka ke arah Faiz.

Dari ekspresi Aji dapat terlihat ia nampak bingung. Sebab Aji tidak mengerti maksud Silla. Aji sama sekali tidak mengenali orang itu.

"S-siapa?" Tanya Aji kaku.

"Masa lo ga kenal gw." Balas lelaki itu.

Aji mengerutkan kedua alisnya.

"Lo simpen gitar ini, sebagai kenang-kenangan dari gw." Mendengar kata itu memori dalam otak Aji terputar ke masa lalu. Lalu, beberapa saat kemudian Aji membelalakan matanya.

"Fa-Faiz?" Tunjul Aji sambil gemetar.

Faiz mengangguk pelan sebagai isyarat jawaban Aji benar. Detik berikutnya, Aji menubrukan tubuhnya dengan tubuh Faiz. Pelukan rindu untuk sang sahabat.

"Gile... lo ganteng banget. Beda sama yang dulu." Ujar Aji sambil menepuk-nepuk bahu Faiz.

"Maksud lo dulu gw jelek gitu?"

"Emang." Lalu keduanya tergelak bersamaan.

Hati Silla menghangat melihat pemandangan indah itu. Moment yang paling Silla tunggu akhirnya kejadian. Hanya saja dalam moment satu ini ada yang kurang. Tidak adanya kehadiran Raqil Octavian.

Antara Kita¿?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang